SEJARAH DAN FILSAFAT
MATEMATIKA
Oleh Dr Marsigit, M. A.
Fakultas Pascasarjana UNY
A. Sejarah Matematika
Menurut Berggren, JL, 2004, penemuan matematika pada
jaman Mesopotamia dan Mesir Kuno, didasarkan pada banyak dokumen asli yang
masih ada ditulis oleh juru tulis. Meskipun dokumen-dokumen yang berupa artefak
tidak terlalu banyak, tetapi mereka dianggap mampu mengungkapkan matematika
pada jamantersebut. Artefak matematika
yang ditemukan menunjukkan bahwa bangsa Mesopotamia telah memiliki banyak
pengetahuan matematika yang luar biasa, meskipun matematika mereka masih
primitif dan belum disusun secara deduktif seperti sekarang. Matematika pada
jaman Mesir Kuno dapat dipelajari dari artefak yang ditemukan yang kemudian
disebut sebagai Papyrus Rhind (diedit pertama kalinya pada 1877), telah
memberikan gambaran bagaimana matematika di Mesir kuno telah berkembang pesat. Artefak-artefak
berkaitan dengan matematika yang ditemukan berkaitan dengan daerah-daerah
kerajaan seperti kerajaan Sumeria 3000 SM, Akkadia dan Babylonia rezim (2000 SM),
dan kerajaan Asyur (1000 SM), Persia (abad 6-4 SM), dan Yunani (abad ke 3 - 1
SM).
Pada jaman Yunani kuno paling tidak tercatat
matematikawan penting yaitu Thales dan Pythagoras. Thales dan Pythagoras
mempelopori pemikiran dalam bidang Geometri, tetapi Pythagoraslah yang memulai
melakukan atau membuat bukti-bukti matematika. Sampai masa pemerintahan Alexander
Agung dari Yunani dan sesudahnya, telah tercatat Karya monumental dari Euclides
berupa karya buku yang berjudul Element (unsur-unsur) yang merupakan buku
Geometri pertama yang disusun secara deduksi.
Risalah penting dari periode awal matematika Islam banyak yang hilang, sehingga
ada pertanyaan yang belum terjawab masih banyak tentang hubungan antara
matematika Islam awal dan matematika dari Yunani dan India. Selain itu, jumlah jumlah
dokumen yang relatif sedikit menyebabkan kita mengalami kesulitan untuk
menelusuri sejauh mana peran matematikawan Islam dalam pengembangan matematika
di Eropa selanjutnya. Tetapi yang jelas, sumbangan matematikawan Islam cukup
besar bersamaan dengan kebangkitan pemikiran modern yang muncul himpunanelah
jaman kegelapan sampai sekitar abad ke 15 himpunanelah masehi.
Penemuan alat cetak mencetak pada jaman modern, yaitu
sekitar abad ke 16, telah memungkinkan para matematikawan satu dengan yang
lainnya melakukan komunikasi secara lebih intensif, sehingga mampu menerbitkan
karya-karya hebat. Hingga sampailah pada jamannya Hilbert yang berusaha untuk
menciptakan matematika sebagai suatu sistem yang tunggal, lengkap dan konsisten.
Namun usaha Hilbert kemudian dapat dipatahkan atau ditemukan kesalahannya oleh
muridnya sendiri yang bernama Godel yang menyatakan bahwa tidaklah mungkin
diciptakan matematika yang tunggal, lengkap dan konsisten. Persoalan Geometri
dan Aljabar kuno, dapat ditemukan di dokumen yang tersimpan di Berlin. Salah
satu persoalan tersebut misalnya memperkirakan panjang diagonal suatu persegi
panjang. Mereka menggunakanhubungan antara panjang sisi-sisi persegi panjang
yang kemudian mereka menemukan bentuk segitiga siku-siku. Hubungan antara
sisi-sisi siku-siku ini kemudian dikenal dengan nama Teorema Pythagoras.
Teorema Pythagoras ini sebetulnya telah digunakan lebih dari 1000 tahun sebelum
ditemukan oleh Pythagoras.
Orang-orang Babilonia telah menemukan sistem bilangan
sexagesimal yang kemudian berguna untuk melakukan perhitungan berkaitan dengan
ilmu-ilmu perbintangan. Para astronom pada jaman Babilonia telah berusaha untuk
memprediksi suatu kejadian dengan mengaitkan dengan fenomena perbintangan,
seperti gerhana bulan dan titik kritis dalam siklus planet (konjungsi, oposisi,
titik stasioner, dan visibilitas pertama dan terakhir). Mereka menemukan teknik
untuk menghitung posisi ini (dinyatakan dalam derajat lintang dan bujur, diukur
relatif terhadap jalur gerakan jelas tahunan Matahari) dengan berturut-turut
menambahkan istilah yang tepat dalam perkembangan aritmatika. Matematika di
Mesir Kuno disamping dikarenakan pengaruh dari Masopotamia dan Babilonia,
tetapi juga dipengaruhi oleh konteks Mesir yang mempunyai aliran sungai yang
lebar dan panjang yang menghidupi masyarakat Mesir dengan peradabannya.
Persoalan hubungan kemasyarakatan muncul dikarenakan kegiatan survive bangsa
Mesir menghadapi keadaan alam yang dapat menimbulkan konflik diantara mereka,
misalnya bagaimana menentukan batas wilayah, ladang atau sawah dipinggir sungai
Nil himpunanelah banjir bandang terjadi yang mengakibatkan tanah mereka
tertimbun lumpur hingga beberapa meter. Dari salah satu kasus inilah kemudian
muncul gagasan atau ide tentang luas daerah, batas-batas dan bentuk-bentuknya.
Maka pada jaman Mesir Kuno, Geometri telah tumbuh pesat sebagai cabang
Matematika.
Dalam waktu relatif singkat (mungkin hanya satu abad
atau kurang), metode yang dikembangkan oleh orang Babilonia dan Masir Kuno
telah sampai ke tangan orang-orang Yunani. Misal, Hipparchus (2 abad SM) lebih
menyukai pendekatan geometris pendahulu Yunani, tetapi kemudian ia menggunakan
metode dari Mesopotamia dan mengadopsi gaya seksagesimal. Melalui orang-orang
Yunani itu diteruskan ke para ilmuwan Arab pada abad pertengahan dan dari situ
ke Eropa, di mana itu tetap menonjol dalam matematika astronomi selama
Renaissance dan periode modern awal. Sampai hari ini tetap ada dalam penggunaan
menit dan detik untuk mengukur waktu dan sudut. Aspek dari matematika Babilonia
yang telah sampai ke Yunani telah meningkatkan kualitas kerja matematika dengan
tidak hanya percaya denganbentuk-bentuk fisiknya saja, melainan diperoleh
kepercayaan melalui bukti-bukti matematika. Prinsip-prinsip Teorema Pythagoras
yang sudal dikenal sejak jaman Babilonia yaitu sekitar seribu tahun sebelum
jaman Yunani, mulai dibuktikan secara matematis oleh Pythagoras pada jaman
Yunani Kuno.
Pada jaman Yunani Kuno, selama periode dari sekitar
600 SM sampai 300 SM , yang dikenal sebagai periode klasik matematika,
matematika berubah dari fungsi praktis menjadi struktur yang koheren
pengetahuan deduktif. Perubahan fokus dari pemecahan masalah praktis ke pengetahuan tentang kebenaran matematis umum
dan perkembangan obyek teori mengubah matematika ke dalam suatu disiplin ilmu. Orang
Yunani menunjukkan kepedulian terhadap struktur logis matematika. Para pengikut
Pythagoras berusaha untuk menemukan secara pasti
Panjang sisi miring suatu segitiga siku-siku. Tetapi
mereka tidak dapat menemukan angka yang tertentu dengan skala yang sama yang
berlaku untuk semua sisi-sisi segitiga tersebut.
Hal inilah yang kemudian dikenal dengan persoalan
Incommensurability, yaitu adanya skala yang tidak sama agar diperoleh bilangan
yang tertentu untuk sisi miringnya. Jika dipaksakan digunakan skala yang sama
(atau commensurabel) maka pada akhirnya mereka menemukan bahwa panjang sisi
miring bukanlah bilangan bulat melainkan bilangan irrasional.
Prestasi bangsa Yunani Kuno yang monumental adalah
adanya karya Euclides tentang Geometri Aksiomatis. Sumber utama untuk
merekonstruksi pra-Euclidean buku karya Euclides bernama Elemen (unsur-unsur),
di mana sebagian besar isinya masih
relevan dan digunakan hingga saat kini. Element terdiri dari 13 jilid. Buku I
berkaitan dengan kongruensi segitiga, sifat-sifat garis paralel, dan hubungan
daerah dari segitiga dan jajaran genjang; Buku II menetapkan kehimpunanaraan
yang berhubungan dengan kotak, persegi panjang, dan segitiga; Buku III berisi
sifat-sifat Lingkaran; dan Buku IV berisi tentang poligon dalam lingkaran.
Sebagian besar isi dari Buku I-III adalah karya-karya Hippocrates, dan isi dari
Buku IV dapat dikaitkan dengan Pythagoras, sehingga dapat dipahami bahwa buku
Elemen ini memiliki sejarahnya hingga berabad-abad sebelumnya. Buku V
menguraikan sebuah teori umum proporsi, yaitu sebuah teori yang tidak
memerlukan pembatasan untuk besaran sepadan. Ini teori umum berasal dari
Eudoxus. Berdasarkan teori, Buku VI menggambarkan sifat bujursangkar dan
generalisasi dari teori kongruensi pada Buku I. Buku VII-IX berisi tentang apa yang oleh orang-orang
Yunani disebut "aritmatika," teori bilangan bulat. Ini mencakup
sifat-sifat proporsi numerik, pembagi terbesar, kelipatan umum, dan bilangan
prima(Buku VII); proposisi pada progresi numerik dan persegi (Buku VIII), dan
hasil khusus, seperti faktorisasi bilangan prima yang unik ke dalam, keberadaan
yang tidak terbatas jumlah bilangan prima, dan pembentukan "sempurna"
angka, yaitu angka-angka yang sama dengan jumlah pembagi (Buku IX). Dalam
beberapa bentuk, Buku VII berasal dari Theaetetus dan Buku VIII dari Archytas. Buku
X menyajikan teori garis irasional dan berasal dari karya Theaetetus dan
Eudoxus. Buku Xiberisi tentang bangun ruang; Buku XII membuktikan theorems pada
rasio lingkaran, rasio bola, dan volume piramida dan kerucut.
Warisan Matematika Yunani, terutama dalam geometri , sangat besar.
Dari periode awal orang-orang Yunani merumuskan tujuan matematika tidak dalam
hal prosedur praktis tetapi sebagai disiplin teoritis berkomitmen untuk
mengembangkan proposisi umum dan demonstrasi formal. Kisaran dan keragaman
temuan mereka, terutama yang dari abad
SM-3, geometri telah menjadi materi
pelajaran selama berabad-abad himpunanelah itu, meskipun tradisi yang
ditransmisikan ke Abad Pertengahan dan Renaissance tidak lengkap dan cacat.
Peningkatan pesat dari matematika di abad ke-17 didasarkan sebagian pada pembaharuan
terhadap matematika kuno dan matematika pada jaman Yunani. Mekanika dari
Galileo dan perhitungan-perhitungan yang dibuat Kepler dan Cavalieri, merupakan
inspirasi langsung bagi Archimedes. Studi tentang geometri yang dilakukan oleh Apollonius
dan Pappus dirangsang oleh pendekatan baru dalam geometri-misalnya, analitik yang
dikembangkan oleh Descartes dan teori proyektif dari Desargues Girard.
Kebangkitan matematika pada abad 17 sejalan
dengan kebangkitan pemikiran para filsuf sebagai anti tesis abad gelap dimana
kebenaran didominasi oleh Gereja. Maka Copernicus merupakan tokoh pendobrak
yang menantang pandangan Gereja bahwa bumi sebagai pusat jagat raya; dan
sebagai gantinya dia mengutarakan ide bahwa bukanlah Bumi melainkan Mataharilah
yang merupakan pusat tata surya, sedangkan Bumi mengelilinginya. Jaman
kebangkitan ini kemudian dikenal sebagai Jaman Modern, yang ditandai dengan
munculnya tokoh-tokoh pemikir filsafat sekaligus matematikawan seperti Immanuel
Kant, Rene Descartes, David Hume, Galileo, Kepler, Cavalieri, dst.
B. Filsafat Matematika
Wilkins, DR, 2004, menjelaskan bahwa terdapat beberapa definisi tentang matematika yang berbeda-beda. Ahli
logika Whitehead menyatakan bahwa matematika dalam arti yang paling luas adalah
pengembangan semua jenis pengetahuan yang bersifat formal dan penalarannya bersifat deduktif. Boole berpendapat bahwa itu
matematika adalah ide-ide tentang jumlah dan kuantitas. Kant mengemukakan bahwa ilmu matematika
merupakan contoh yang paling cemerlang tentang bagaimana akal murni berhasil
bisa memperoleh kesuksesannya dengan bantuan pengalaman. Von Neumann percaya
bahwa sebagian besar inspirasi matematika terbaik berasal dari pengalaman. Riemann menyatakan bahwa jika dia hanya
memiliki teorema, maka ia bisa menemukan bukti cukup mudah. Kaplansky
menyatakan bahwa saat yang paling menarik adalah bukan di mana sesuatu terbukti
tapi di mana konsep baru ditemukan. Weyl menyatakan bahwa Tuhan ada karena
matematika adalah konsisten dan iblis ada karena kita tidak dapat membuktikan matematika
konsistensi ini. Hilbert menyimpulkan
bahwa ilmu matematika adalah kesatuan yang konsisten, yaitu sebuah struktur yang
tergantung pada vitalitas hubungan antara bagian-bagiannya, dan penemuan dalam
matematika dibuat dengan penyederhanaan metode, menghilangnya prosedur lama
yang telah kehilangan kegunaannya dan penyatuan kembali unsur-unsurnya untuk
menemukan konsep baru.
Hempel, CG,
2001, menegaskan kembali apa yang telah dikemukakan oleh John Stuart Mill bahwa
matematika itu sendiri merupakan ilmu empiris yang berbeda dari cabang lain
seperti astronomi, fisika, kimia, dll, terutama dalam dua hal: materi pelajaran
adalah lebih umum daripada apapun lainnya dari penelitian ilmiah, dan proposisi
yang telah diuji dan dikonfirmasi ke tingkat yang lebih besar dibandingkan
beberapa bagian yang paling mapan astronomi atau fisika. Dengan demikian,
sejauh mana hukum-hukum matematika telah dibuktikan oleh pengalaman masa lalu
umat manusia begitu luar biasa bahwa kita telah dibenarkan olh teorema
matematika dalam bentuk kualitatif berbeda dari hipotesis baik dari cabang lain.
Hempel, CG,
2001, lebih lanjut menyatakan bahwa sekali istilah primitif dan dalil-dalil
yang telah ditetapkan, seluruh teori sepenuhnya ditentukan. Dia menyimpulkan
bahwa himpunaniap istilah dari teori matematika adalah didefinisikan dalam hal
primitif, dan himpunaniap proposisi teori secara logis deducible dari postulat,
adalah sepenuhnya tepat. Perlu juga untuk menentukan prinsip-prinsip logika
yang digunakan dalam pembuktian proposisi matematika. Ia mengakui bahwa
prinsip-prinsip dapat dinyatakan secara eksplisit ke dalam kalimat primitif
atau dalil-dalil logika. Dengan menggabungkan analisis dari aspek sistem Peano,
Hempel menerima tesis dari logicism bahwa Matematika adalah cabang dari logika
karena semua konsep matematika, yaitu aritmatika, aljabar analisis, dan, dapat
didefinisikan dalam empat konsep dari logika murni, dan semua teorema
matematika dapat disimpulkan dari definisi tersebut melalui prinsip-prinsip
logika. Bold, T., 2004, menyatakan bahwa komponen penting dari matematika
mencakup konsep angka integer, pecahan, penambahan, perpecahan dan persamaan;
di mana penambahan dan pembagian terhubung dengan studi proposisi matematika
dan konsep bilangan bulat dan pecahan adalah elemen dari konsep-konsep
matematika.
Bold, T.,
2004, lebih lanjut menunjukkan bahwa elemen penting kedua untuk interpretasi
konsep matematika adalah kemampuan manusia dari abstrak, yaitu kemampuan
pikiran untuk mengetahui sifat abstrak dari dari obyek dan menggunakannya tanpa
kehadiran obyek. Karena kenyataan bahwa semua matematika adalah abstrak, ia
percaya bahwa salah satu motif dari intuitionists untuk berpikir matematika
adalah produk satu-satunya pikiran. Dia menambahkan bahwa elemen penting ketiga
adalah konsep infinity, sedangkan konsep tak terbatas didasarkan pada konsep
kemungkinan. Dengan demikian, konsep tak terbatas bukan kuantitas, tetapi
konsep yang bertumpu pada kemungkinan tak terbatas, yang merupakan karakter
dari kemungkinan. Berikutnya ia mengklaim bahwa konsep pecahan hanya berdasarkan
abstraksi dan kemungkinan. Menurut dia, isu yang terlibat dengan bilangan
rasional dan irasional sama sekali tidak relevan untuk interpretasi konsep
pecahan sebagaimana selalu dikhawatirkan oleh Heyting Arend. Sejauh berkenaan
dengan konsep-konsep matematika, bilangan rasional sebagai n / p dan bilangan
irasional dengan p adalah bilangan bulat, hanya masalah cara berekspresi.
Perbedaan antara mereka adalah masalah dalam matematika untuk dijelaskan dengan
istilah matematika dan bahasa.
Di sisi lain, Podnieks, K., 1992, menyatakan bahwa konsep bilangan asli
dikembangkan dari operasi manusia dengan koleksi benda-benda kongkrit, namun
tidak mungkin untuk memverifikasi pernyataan seperti itu secara empiris dan
konsep bilangan asli sudah yang stabil tentang dan terlepas dari sumber yaitu
sebenarnya. Hubungan kuantitatif dari himpunanbenda-benda fisik dalam praktek
manusia, dan mulai bekerja sebagai model mandiri yang kokoh. Menurut dia,
sistem bilangan asli adalah idealisasi hubungan-hubungan kuantitatif; di mana
orang memperolehnya dari pengalaman mereka dengan himpunan dan ekstrapolasi
aturan ke himpunan yang jauh lebih besar (jutaan hal) dan dengan demikian situasi
idealnya menjadi nyata. Dia menegaskan
bahwa proses idealisasi berakhir kokoh, tetap, dan mandiri , sementara bangun-bangun fisiknya berubah. Sementara konsep
matematika diperoleh dengancara melepaskan sebagian besar sifat-sifatnya
kemudian untuk memikirkan sebagian kecil sifat-sifat tertentunya saja. Hal demikian yang kemudian disebut sebagai
abstraksi. Sementara sifat-sifat yang tersisa yang memang harus dipelajari,
diasumsikan bahwa mereka mempunyai sifat yang sempurna; misal bahwa lurus
adalah sempurna lurus, lancip adalah sempurna lancip, demikian himpunanerusnya.
Yang demikian itulah yang kemudian dikenal sebagai idealisasi.
Peterson,
I., 1998, menjelaskan bahwa pada awal abad ke-20, Jerman yang hebat matematika
David Hilbert (1862-1943) menganjurkan program yang ambisius untuk merumuskan
suatu sistem aksioma dan aturan inferensi yang akan mencakup semua matematika, dari
dasar aritmatika hingga mahir kalkulus; impiannya adalah menyusun metode
penalaran matematika dan menempatkan mereka dalam kerangka tunggal. Hilbert
menegaskan bahwa suatu sistem formal dari aksioma dan aturan harus konsisten,
yang berarti bahwa seseorang tidak dapat membuktikan sebuah pernyataan dan
kebalikannya pada saat yang sama, ia juga menginginkan skema yang lengkap,
artinya satu selalu dapat membuktikan pernyataan yang diberikan bisa benar atau
salah. Hilbert berpendapat bahwa harus ada prosedur yang jelas untuk memutuskan
apakah suatu proposisi tertentu berikut dari himpunan aksioma, dengan itu,
diberikan sebuah sistem yang jelas dari aksioma dan aturan inferensi yang
tepat, akan lebih mungkin, meskipun tidak benar-benar praktis, untuk menjalankan
melalui semua proposisi mungkin, dimulai dengan urutan terpendek simbol, dan
untuk memeriksa mana yang valid. Pada prinsipnya, suatu prosedur keputusan
secara otomatis akan menghasilkan semua teorema mungkin dalam matematika.
Di sisi
lain, ia menjelaskan bahwa matematika formal didasarkan pada logika formal;
mengurangi hubungan matematis untuk pertanyaan keanggotaan himpunan; objek
primitif hanya terdefinisi dalam matematika formal adalah himpunan kosong yang
berisi apa-apa. Ada klaim bahwa hampir setiap abstraksi matematika yang pernah
diselidiki dapat diturunkan sebagai seperangkat aksioma teori himpunan dan
hampir setiap bukti matematis yang pernah dibangun dapat dibuat dengan asumsi
tidak ada di luar yang aksioma. Itu juga menyatakan bahwa jika tak terhingga
merupakan potensi dan tidak pernah menjadi kenyataan selesai maka himpunan terbatas
tidak ada, karena itu, ahli matematika mencoba untuk mendefinisikan struktur
tak terbatas yang paling umum dibayangkan karena itu tampaknya memberikan
harapan paling baik, jika himpunan tidak terbatas ada maka akan menjadi
landasan matematika yang kokoh. Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa matematika
harus langsung terhubung ke sifat program non-deterministic di alam semesta
yang potensial tidak terbatas, hal ini akan membatasi ekstensi untuk sebuah
himpunan bilangan ordinal dan himpunan yang dapat dibangun dari mereka. Obyek
didefinisikan dalam suatu sistem matematis yang formal tidak peduli apakah
aksioma tak terhingga itu termasuk yang dimasukkan, dan bahwa sistem formal
dapat diartikan sebagai suatu program komputer untuk menghasilkan teorema di
mana program tersebut dapat menghasilkan semua nama-nama benda atau himpunan yang
didefinisikan dalam sistem tersebut. Selanjutnya, semua bilangan kardinal yang
lebih besar yang pernah didefinisikan dalam sistem matematika yang terbatas, tidak
akan dihitung dari dalam sistem tersebut.
Peterson,
I., 1998, mencatat bahwa apa Hilbert berpendapat bahwa kita dapat memecahkan
masalah jika kita cukup pintar dan bekerja cukup lama, dan matematikawan
Gregory J. Chaitin dan Thomas J. Watson tidak percaya dengan prinsip bahwa ada
batas untuk apa matematika bisa dicapai. Namun, pada tahun 1930, Kurt Godel
(1906-1978) membuktikan bahwa tidak ada prosedur keputusan tersebut adalah
mungkin untuk setiap sistem logika yang terdiri dari aksioma dan proposisi
cukup canggih untuk mencakup jenis masalah matematika yang hebat yang bekerja
pada setiap hari; ia menunjukkan bahwa jika kita asumsikan bahwa sistem
matematika konsisten, maka kita bisa menunjukkan bahwa itu tidak lengkap. Peterson
mengatakan bahwa dalam pikiran Godel, tidak peduli apa sistem aksioma atau
aturannya, akan selalu ada beberapa pernyataan yang dapat tidak terbukti atau
tidak valid dalam sistem. Memang,
matematika penuh dengan pernyataan dugaan dan menunggu bukti dengan jaminan bahwa jawaban
tertentu telah pernah ada.
Chaitin membuktikan bahwa suatu prosedur tidak dapat menghasilkan hasil yang
lebih kompleks dari pada prosedur itu sendiri, dengan kata lain, dia membuat
teori bahwa wanita berbobot 1-pon tidak bisa melahirkan bayi berbobot 10-pon.
Wanita berbobot 10 pon tidak bisa melahirkan bayi 100 pon, dst. Sebaliknya,
Chaitin juga menunjukkan bahwa tidak mungkin membuat prosedur untuk membuktikan
bahwa sejumlah kompleksitas bersifat acak, maka, sejauh bahwa pikiran manusia
adalah sejenis komputer, mungkin ada jenis kompleksitas begitu mendalam dan
halus yang akal kita tidak pernah bisa memahami nya; urutan apapun yang mungkin
terletak pada kedalaman akan dapat diakses, dan selalu akan muncul untuk kita
sebagai keacakan. Pada saat yang sama, membuktikan bahwa berurutan adalah acak
juga dapat mengatasi kesulitan, tidak ada cara untuk memastikan bahwa kita
tidak diabaikan. Peterson, I., 1998, menyatakan bahwa hasil Chaitin ini menunjukkan
bahwa kita jauh lebih mungkin untuk menemukan keacakan dari ketertiban dalam
domain matematika tertentu; kompleksitas
versin teorema Godel menyatakan bahwa meskipun hampir semua bilangan adalah
acak, tidak ada sistem formal aksiomatis yang akan memungkinkan kita untuk
membuktikan fakta ini.
Selanjutnya,
Peterson, I., 1998, menyimpulkan bahwa pekerjaan Chaitin ini menunjukkan bahwa
ada jumlah tak terbatas pernyataan matematika di mana seseorang dapat membuat,
katakanlah, aritmatika yang tidak dapat direduksi menjadi aksioma aritmatika,
jadi tidak ada cara untuk membuktikan apakah pernyataan tersebut benar atau
salah dengan menggunakan aritmatika; dalam pandangan Chaitin ini, itu praktis
sama dengan mengatakan bahwa struktur aritmatika adalah acak. Chaitin
menyimpulkan bahwa struktur matematika adalah fakta matematis yang analog
dengan hasil dari sebuah lemparan koin dan kita tidak pernah bisa benar-benar
membuktikan secara logis apakah itu adalah benar, ia menambahkan bahwa dengan
cara yang sama bahwa tidak mungkin untuk memprediksi saat yang tepat di mana
seorang individu yang terkena radiasi atom mengalami peluruhan radioaktif. Matematika
tak berdaya untuk menjawab pertanyaan tertentu, sedangkan fisikawan masih dapat
membuat prediksi yang dapat diandalkan tentang rata-rata lebih dari besar dari atom,
ahli matematika mungkin dalam beberapa kasus terbatas pada pendekatan yang
sama; yang membuat matematika jauh lebih dari ilmu pengetahuan eksperimental.
Hempel, CG,
2001, berpendapat bahwa setiap sistem postulat matematika yang konsisten,
bagaimanapun, mempunyai interpretasi yang berbeda dari istilah primitifnya,
sedangkan satu himpunan definisi dalam arti kata yang kaku menentukan arti dari
definienda dengan cara yang unik . Sistem yang lebih luas dari itu Peano
postulat yang diperoleh masih belum lengkap dalam arti bahwa tidak setiap
bilangan memiliki akar kuadrat, dan lebih umum, tidak setiap persamaan aljabar
memiliki solusi dalam sistem; ini menunjukkan bahwa ekspansi lebih lanjut dari
sistem bilangan dengan pengenalan bilangan real dan akhirnya kompleks. Hempel
menyimpulkan bahwa pada dasar dari dalil operasi aritmatika dan aljabar
berbagai dapat didefinisikan untuk jumlah sistem baru, konsep fungsi, limit,
turunan dan integral dapat diperkenalkan, dan teorema berkaitan erat dengan
konsep-konsep ini dapat dibuktikan, sehingga akhirnya sistem besar matematika
seperti di sini dibatasi bertumpu pada dasar yang sempit dari sistem Peano itu;
setiap konsep matematika dapat didefinisikan dengan menggunakan tiga unsur
primitif dari Peano, dan setiap proposisi matematika dapat disimpulkan dari
lima postulat yang diperkaya oleh definisi dari non-primitif tersebut, langkah
penyederhanaan, dalam banyak kasus, dengan cara tidak lebih dari
prinsip-prinsip logika formal; bukti beberapa theorems tentang bilangan real,
bagaimanapun, memerlukan satu asumsi yang biasanya tidak termasuk di antara yang
terakhir dan ini adalah aksioma yang disebut pilihan di mana ia menyatakan
bahwa terdapat himpunan-himpunan saling eksklusif, tidak ada yang kosong, ada setidaknya
satu himpunan yang memiliki tepat satu elemen yang sama dengan masing-masing
himpunan yang diberikan.
Hempel, CG,
2001, menyatakan bahwa berdasarkan prinsip dan aturan logika formal, isi semua
matematika dapat diturunkan dari sistem sederhana Peano ini yaitu prestasi yang
luar biasa dan sistematis, isi matematika dan penjelasan dasar-dasar yang
validitas. Menurut dia, sistem Peano memungkinkan interpretasi yang berbeda,
sedangkan dalam sehari-hari maupun dalam bahasa ilmiah, dapat dikembangkan
untuk arti khusus untuk konsep aritmatika. Hempel bersikeras bahwa jika karena
itu matematika adalah menjadi teori yang benar dari konsep-konsep matematika
dalam arti yang dimaksudkan, tidak cukup untuk validasi untuk menunjukkan bahwa
seluruh sistem adalah diturunkan dari Peano mendalilkan kecocokan definisi,
melainkan, kita harus bertanya lebih jauh apakah postulat Peano sebenarnya
benar ketika unsur primitif dipahami dalam arti sekedar sebagai kebiasaan. Jika
definisi di sini ditandai secara hati-hati dan ditulis yaitu bahwa hal ini
merupakan salah satu kasus di mana teknik-teknik simbolik, atau matematika, dan
logika membuktikan bahwa definiens dari setiap satu dari mereka secara
eksklusif mengandung istilah dari bidang logika murni.
Hempel, CG,
2001, menyatakan bahwa sistem mandiri yang
stabil tentang prinsip dasar adalah ciri khas dari teori matematika; model
matematika dari beberapa proses alami atau perangkat teknis pada dasarnya
adalah sebuah model yang yang stabil tentang yang dapat diselidiki secara
independen dari "aslinya "dan, dengan demikian, kemiripan model
dan" asli "hanya menjadi terbatas, hanya model tersebut dapat
diselidiki oleh matematikawan. Hempel berpikir bahwa setiap upaya untuk
menyempurnakan model yaitu untuk mengubah definisi untuk mendapatkan kesamaan
lebih dengan "asli", mengarah ke model baru yang harus tetap stabil,
untuk memungkinkan penyelidikan matematika, dengan itu, teori-teori matematika
adalah bagian dari ilmu kita yang bisa secara terus melakukannya jika kita
bangun. Hempel menyatakan bahwa model matematika tidak terikat dengan ke
"aslian" sumbernya; akan tetapi terlihat bahwa beberapa model
dibangun dengan buruk, dalam arti korespondensi untuk "aslian" sumber
mereka, namun yang matematikawan investigasi berlangsung dengan sukses. Menurut
dia, sejak model matematis didefinisikan dengan tepat, "tidak perlu lagi "
"keaslian" nya sumber lagi. Satu dapat mengubah model atau memperoleh
beberapa model baru tidak hanya untuk kepentingan korespondensi dengan sumber
"asli", tetapi juga untuk percobaan belaka. Dengan cara ini orang
dapat memperoleh berbagai model dengan mudah yang tidak memiliki "sumber
asli" nya, yaitu sebuah cabang matematika yang telah dikembangkan yang
tidak memiliki dan tidak dapat memiliki aplikasi untuk masalah yang nyata.
Hempel, CG,
2001, mencatat bahwa, dalam matematika, teorema dari teori apapun terdiri dari dua
bagian - premis dan kesimpulan, karena itu, kesimpulan dari teorema berasal
tidak hanya dari himpunan aksioma, tetapi juga dari premis yang khusus untuk teorema
tertentu; dan premis ini bukan perpanjangan dari sistemnya. Dia menyadari bahwa
teori-teori matematika yang terbuka untuk gagasan-gagasan baru, dengan
demikian, di Kalkulus setelah konsep kontinuitas terhubung maka berikut
diperkenalkan: titik diskontinyu, kontinuitas, kondisi Lipschitz, dll dan semua
ini tidak bertentangan dengan tesis tentang karakter aksioma, prinsip dan
aturan inferensi, namun tidak memungkinkan "matematika bekerja" dengan menganggap teori-teori matematika
sebagai yang sesuatu tetap. Kemerling, G., 2002, menjelaskan bahwa pada
pergantian abad kedua puluh, filsuf mulai mencurahkan perhatian terhadap
dasar-dasar sistem logis dan matematis, karena dua ribuan tahun logika
Aristotelian tampak penjelasan yang lengkap dan final dari akal manusia, namun
geometri Euclid juga tampaknya aman, sampai Lobachevsky dan Riemann menunjukkan
bahwa konsepsi alternatif tidak hanya mungkin tetapi berguna dalam banyak
aplikasi. Dia menyatakan bahwa upaya-upaya serupa untuk berpikir ulang struktur
logika mulai akhir abad kesembilan belas di mana John Stuart Mill mencoba untuk
mengembangkan sebuah rekening komprehensif pemikiran manusia yang difokuskan
pada induktif daripada penalaran deduktif; bahkan penalaran matematika, John
Stuart Mill seharusnya, dapat didasarkan pada pengamatan empiris. Kemerling
summep up yang banyak filsuf dan matematikawan Namun, mengambil pendekatan yang
berbeda.
Ia
menjelaskan bahwa Logika adalah studi tentang kebenaran yang diperlukan dan metode
sistematis untuk mengekspresikan dengan jelas dan rigourously menunjukkan
kebenaran tersebut; logicism adalah teori filsafat tentang status kebenaran
matematika, yakni, bahwa mereka secara logis diperlukan atau analitik.
Disarankan bahwa untuk memahami logika pertama-tama perlu untuk memahami
perbedaan penting antara proposisi kontingen, yang mungkin atau mungkin tidak
benar, dan proposisi perlu, yang tidak bisa salah; logika adalah bukti untuk
membangun, yang memberikan kita konfirmasi yang dapat diandalkan kebenaran
proposisi terbukti. Logika dapat didefinisikan sebagai bersangkutan dengan
metode untuk penalaran. Sistem logical kemudian formalisations satu metode yang
tepat dan kebenaran logis adalah mereka dibuktikan dengan metode yang benar.
Kebenaran-kebenaran matematika karena itu kontingen, namun untuk logicism,
kebenaran matematika adalah sama dalam semua kemungkinan dunia, karena mereka
tidak tergantung pada keberadaan himpunan, hanya pada konsistensi anggapan
bahwa himpunan yang dibutuhkan ada; sejak benar dalam himpunaniap dunia yang
mungkin, matematika harus logis diperlukan.
Shapiro,
S., 2000, bersikeras bahwa, logika adalah cabang kedua matematika dan cabang
filsafat; bahasa formal, sistem deduktif, dan model-teori semantik adalah objek
matematika dan, dengan demikian, ahli logika yang tertarik pada mereka
matematika sifat dan hubungan. Menurut Shapiro, logika adalah studi tentang
penalaran yang benar, dan penalaran merupakan kegiatan, epistemis mental, dan
karena itu menimbulkan pertanyaan mengenai relevansi filosofis aspek matematis
dari logika; bagaimana deducibility dan validitas, sebagai properti bahasa
formal, berhubungan dengan penalaran yang benar, apa hasil matematika
dilaporkan di bawah ini ada hubungannya dengan masalah filosofis asli. Beberapa
filsuf menyatakan bahwa kalimat deklaratif bahasa alam telah mendasari bentuk
logis dan bahwa bentuk-bentuk yang ditampilkan oleh formula bahasa formal. WVO
Quine menyatakan bahwa bahasa alam harus teratur, dibersihkan untuk pekerjaan
ilmiah dan metafisik yang serius, salah sesuatu yg diinginkan perusahaan adalah
bahwa struktur logis dalam bahasa diperintah harus transparan. Oleh karena itu,
bahasa formal adalah model matematika dari bahasa alami, sebuah bahasa formal
menampilkan fitur tertentu dari bahasa alam, atau idealisasi dari padanya,
sementara mengabaikan atau menyederhanakan fitur lainnya. Shapiro menyatakan
bahwa tujuan dari model matematika adalah untuk menjelaskan apa yang mereka
model, tanpa mengklaim bahwa model tersebut akurat dalam semua hal atau bahwa
model harus mengganti apa itu model.
Kemerling,
G. 2002, menjelaskan bahwa titik puncak dari pendekatan baru untuk logika
terletak pada kapasitasnya untuk menerangi sifat penalaran matematika,
sedangkan kaum idealis berusaha untuk mengungkapkan hubungan internal dari
realitas absolut dan pragmatis ditawarkan untuk memperhitungkan manusia
Permintaan sebagai pola longgar investigasi, ahli logika baru berharap untuk
menunjukkan bahwa hubungan paling signifikan antara dapat dipahami sebagai
murni formal dan eksternal. Kemerling mencatat bahwa matematikawan seperti
Richard Dedekind menyadari bahwa atas dasar ini dimungkinkan untuk membangun
matematika tegas dengan alasan logis, sedangkan Giuseppe Peano telah
menunjukkan pada 1889 bahwa semua aritmatika dapat dikurangi ke sistem
aksiomatis dengan hati-hati dibatasi himpunan awal mendalilkan . Pada sisi
lain, Frege segera berusaha untuk mengekspresikan mendalilkan dalam notasi
simbolik temuannya sendiri, dan dengan 1913, Russell dan Whitehead telah
menyelesaikanmonumental Principia Mathematica (1913), dengan tiga volume besar
untuk bergerak dari sebuah aksioma logis saja melalui definisi nomor bukti
bahwa "1 + 1 = 2." Kemerling menyatakan bahwa meskipun karya Gödel
dibuat menghapus keterbatasan dari pendekatan ini, signifikansi bagi pemahaman
kita tentang logika dan matematika tetap undimmed.
Pietroski,
P., 2002, bersikeras yang menarik bagi bentuk logis muncul dalam konteks upaya
untuk mengatakan lebih banyak tentang perbedaan antara kesimpulan intuitif
sempurna, yang mengundang metafora keamanan dan kedekatan, dan kesimpulan yang
melibatkan risiko tergelincir dari kebenaran kepalsuan . Dia menyatakan bahwa
pemikiran kuno adalah bahwa kesimpulan tanpa cela menunjukkan pola yang dapat
dicirikan oleh skema abstrak dari isi tertentu dari tempat tertentu dan
kesimpulan, dengan demikian mengungkapkan bentuk umum bersama banyak kesimpulan
sempurna lainnya; bentuk seperti, bersama dengan kesimpulan bahwa contoh
mereka, dikatakan valid. Pietroski diuraikan kesimpulan Stoik mencerminkan
bentuk abstrak: jika pertama kemudian yang kedua, dan yang pertama, maka yang
kedua. Oleh karena itu, Stoik dirumuskan yaitu skemata lain yang valid. Jika
pertama kemudian yang kedua, tetapi tidak yang kedua, jadi bukan yang pertama;
Entah pertama atau kedua, tetapi tidak yang kedua, jadi yang pertama, dan tidak
baik yang pertama dan kedua, tapi yang pertama, sehingga tidak yang kedua .
Pietroski, P., 2002, menyatakan bahwa formulasi skema logis memerlukan variabel
dalam proposisi; proposisi adalah istilah seni untuk apapun variabel di atas
direpresentasikan dalam berbagai berani lebih dan dengan demikian merupakan
hal-hal yang bisa benar atau salah, sebab mereka adalah tempat potensial /
yaitu kesimpulan. hal yang bisa mencari dalam kesimpulan yang valid. Dia
mengatakan bahwa kesimpulan dapat menjadi proses mental dimana pemikir menarik
kesimpulan dari beberapa tempat, atau proposisi pemikir akan menerima mungkin
sementara atau hipotetis jika dia menerima lokasi dan kesimpulan, dengan satu
proposisi ditunjuk sebagai konsekuensi dugaan orang lain. Dia mencatat bahwa
tidak jelas bahwa semua kesimpulan sempurna adalah contoh dari beberapa bentuk
yang valid, dan dengan demikian kesimpulan yang impeccability adalah
karena bentuk proposisi-proposisi yang relevan, tetapi pikiran ini menjabat
sebagai ideal untuk studi inferensi, himpunanidaknya sejak pengobatan
Aristoteles tentang contoh seperti. Menurut dia, Aristoteles membahas berbagai
kesimpulan tertentu, yang disebut silogisme, yaitu melibatkan quantificational
proposisi. ditunjukkan dengan kata-kata seperti "setiap 'dan' beberapa”.
'.
Pietroski,
P., 2002, menggunakan terminologi yang sedikit berbeda bahwa teoretikus lain
memperlakukan semua elemen umum sebagai predikat, dan proposisi dengan struktur
tertentu dan dikatakan memiliki bentuk kategoris sebagai berikut: subyek-kata
kerja penghubung-predikat, dimana sebuah kata kerja penghubung, ditunjukkan
dengan kata-kata seperti 'adalah' atau 'adalah', link subjek yang terdiri dari pembilang
dan predikat untuk predikat, tetapi dengan merumuskan berbagai schemata
inferensi Aristotelian, dengan analisis proposisi kompleks, infererences
sempurna banyak yang terungkap sebagai kasus bentuk silogisme valid. Pietroski
menyatakan bahwa para ahli logika abad pertengahan membahas hubungan logika
untuk tata bahasa, ia membedakan bahwa bahasa yang diucapkan harus menutupi
aspek-aspek tertentu dari struktur logis dan memiliki struktur; mereka terdiri,
dengan cara yang sistematis, dari kata-kata; dan asumsi adalah bahwa kalimat
mencerminkan aspek utama bentuk logis, termasuk subjek-predikat struktur. Dia
mengakui bahwa menjelang akhir abad kedelapan belas, Kant bisa mengatakan tanpa
berlebihan bahwa banyak logika mengikuti jalur tunggal sejak awal, dan bahwa
sejak Aristoteles itu tidak harus menelusuri kembali satu langkah. Menurut dia,
Kant mengatakan bahwa logika silogisme adalah untuk semua tampilan lengkap dan
sempurna.
Hanya ada
tiga istilah dalam silogisme, karena kedua istilah dalam kesimpulan sudah dalam
premisnya, dan satu istilah umum bagi kedua premisnya. Ini mengarah pada
definisi berikut: predikat dalam kesimpulan disebut suku utama, subjek dalam
kesimpulan disebut suku kecil; istilah umum disebut term tengah, sedangkan
premis yang mengandung istilah utama disebut premis utama; dan premis yang
mengandung istilah minor disebut premis minor. Silogisme selalu ditulis premis
mayor, premis minor, kesimpulan, melainkan terbatas pada argumen silogisme, dan
tidak bisa menjelaskan kesimpulan umum yang melibatkan beberapa argumen.
Hubungan dan identitas harus diperlakukan sebagai hubungan subjek-predikat,
yang membuat pernyataan identitas matematika sulit untuk ditangani, dan tentu
saja istilah tunggal dan proposisi tunggal.
Pietroski,
P., 2002, menjelaskan bahwa dengan demikian, orang mungkin menduga bahwa ada
relatif sedikit disimpulkan pola dasar, beberapa kesimpulan bisa mencerminkan
transisi inheren menarik dalam pikiran; jelas bahwa para ahli logika berhak
untuk mengambil aturan inferensi dari B 'jika A , dan A, maka B 'sebagai
sesuatu yang aksiomatis, dan namun, berapa banyak aturan yang masuk akal
dianggap sebagai fundamental dalam pengertian ini? Dia berpendapat bahwa
keanggunan teoritis dan teori-teori yang mendukung penjelasan mendalam dengan
asumsi tereduksi sedikit, dan geometri Euclid telah lama menyediakan model
untuk bagaimana menyajikan obyek pengetahuan sebagai jaringan proposisi yang
mengikuti dari aksioma dasar beberapa, dan untuk beberapa alasan, dasar
pertanyaan memainkan peran penting dalam logika abad kesembilan belas dan
matematika. Pietroski mengambil karya Boole dan lain-lain untuk menunjukkan
bahwa kemajuan dalam hal ini adalah mungkin sehubungan dengan kesimpulan logika
yang melibatkan variabel proposisional; namun silogisme tetap tidak dapat
disatukan dan tidak lengkap, yang berhubungan dengan alasan lain dari gagalnya logika
tradisional / tata bahasa.
Dalam
pengembangan matematika modern, notasi Frege dirancang pertama yang cocok untuk
membangun matematika formal. Notasi yang lebih presisi memungkinkan Russell
untuk menemukan kelemahan dalam penalaran yang mereka dukung, yang dikenal
sebagai paradoks Russell. Hal ini pada gilirannya mendorong perkembangan lebih
lanjut dalam pemahaman kita tentang teori formal, khususnya, mereka
menghasilkan axiomatization teori himpunan yang didukung oleh intuisi semantik
yang merupakan iteratif konsepsi yang ditetapkan. Hal utama dari metode
analisis logis formal adalah penggunaan model matematika untuk menjabarkan arti
dari konsep yang dipertimbangkan; ini membawa unsur semantik ke latar depan dan
mendorong pengakuan bahwa ketika kita ingin menggunakan bahasa secara tepat
kita harus memilih arti yang tepat pula, dengan menganggap bahwa makna yang
tepat yang bisa didapatkan dari preseden, dapat dilakukan.
Pada sisi
lain, Kemerling, G., 2002, menyatakan bahwa William Hamilton menyarankan bahwa
kuantifikasi predikat terkandung dalam proposisi kategoris tradisional mungkin
mengizinkan interpretasi aljabar yang isinya merupakan pernyataan eksplisit
dari identitas; pandangan ini didorong Augustus De Morgan yang mengusulkan
ekspresi simbolis dari kopula sebagai
hubungan logis murni, yang resmi mendapatkan fitur dalam konteks yang berbeda
banyak. Dia mencatat bahwa Teorema De Morgan sama baiknya untuk himpunan
irisan, himpunan gabungan, dan dalam logika dan disjungsi, De Morgan juga
menjelajahi gagasan Laplace probabilitas sebagai derajat keyakinan rasional
yang bisa jatuh antara kepastian sempurna dari kebenaran atau kepalsuan.
Selanjutnya, Kemerling menjelaskan bahwa George Boole menyelesaikan
transformasi ini dengan secara eksplisit dan menafsirkan logika kategoris
dengan referensi himpunan dari hal-hal dimana logis / himpunan-teoritis /
matematika relasi terus di antara kelas tersebut dapat dinyatakan setidaknya
juga dalam "aljabar Boolean". Kemerling mencatat bahwa Leonhard
Euler, dan John Venn menunjukkan, hubungan ini dapat direpresentasikan dalam
diagram topografi, model fitur validitas yang formal;dan semua perkembangan ini
mendorong para filsuf untuk memeriksa isomorfisma logika dan matematika lebih
dekat.
Ia
menjelaskan bahwa logika tradisional adalah istilah yang longgar untuk tradisi
logis yang berasal dari Aristoteles dan banyak berubah sampai munculnya logika
predikat modern di akhir abad kesembilan belas, dan asumsi mendasar dalam
logika tradisional adalah bahwa proposisi terdiri dari dua istilah dan bahwa
proses penalaran pada gilirannya dibangun dari proposisi; istilah adalah bagian
dari mewakili sesuatu, tetapi yang tidak benar atau salah dalam dirinya
sendiri; proposisi terdiri dari dua istilah, di mana satu istilah ditegaskan
dan yang lainnya kebenaran atau kepalsuan; silogisme adalah kesimpulan yang
salah satu proposisi berikut kebutuhan dari dua orang lain. Dalam logika ,
"proposisi" hanyalah sebuah bentuk bahasa: jenis kalimat tertentu,
dalam subjek dan predikat digabungkan, sehingga untuk menyatakan sesuatu benar
atau salah, itu bukan pikiran, atau entitas yang abstrak atau apapun; kata
"propositio" berasal dari bahasa Latin, yang berarti premis pertama
dari silogisme. Aristoteles menggunakan premis kata (protasis) sebagai kalimat
yang menegaskan atau menyangkal satu hal lain sehingga premis juga merupakan
bentuk kata-kata. Namun, dalam logika filsafat modern, sekarang berarti apa yang
ditegaskan sebagai hasil dari mengucapkan kalimat, dan dianggap sebagai sesuatu
yang aneh mental atau disengaja. Kualitas proposisi adalah apakah itu positif
atau negatif. Dengan demikian "setiap orang adalah fana" adalah ya,
karena "fana" ditegaskan dari "manusia"; "Tidak ada
pria abadi" adalah negatif, karena "abadi ditolak dari" manusia
", sedangkan, kuantitas proposisi adalah apakah itu universal atau
tertentu.
Logika
Aristoteles, juga dikenal sebagai silogisme, adalah jenis tertentu dari logika
yang dibuat oleh Aristoteles, terutama dalam karya-karyanya Sebelum Analytics
dan De Interpretatione, tetapi kemudian dikembangkan menjadi apa yang dikenal
sebagai logika tradisional atau Logika Jangka. Aristoteles membuat 4 macam
kalimat terukur, masing-masing yang mengandung subjek dan predikat: afirmatif
yang universal yaitu S setiap P; yaitu negatif yang universal tidak S adalah P;
yaitu afirmatif tertentu beberapa S adalah P, dan negatif tertentu tidak setiap
S adalah P. Ada berbagai cara untuk menggabungkan kalimat tersebut ke dalam
silogisme, keduanya valid dan tidak valid; di zaman abad pertengahan, logika
Aristotelian diklasifikasikan setiap kemungkinan dan memberi mereka nama.
Aristoteles juga mengakui bahwa setiap jenis memiliki kalimat, misalnya, kebenaran
universal yang memerlukan sebuah afirmatif kebenaran afirmatif tertentu yang
sesuai, serta kesalahan negatif yang sesuai negatif dan tertentu universal.
Moschovakis,
J., 2002, bersikeras bahwa logika intuitionistic meliputi prinsip-prinsip
penalaran logis yang digunakan oleh LEJ Brouwer dalam mengembangkan matematika
intuitionistic nya, secara filosofis, intuitionism berbeda dari logicism dengan
memperlakukan logika sebagai bagian dari matematika bukan sebagai dasar dari
matematika ; dari finitism dengan memungkinkan penalaran tentang koleksi tak
terbatas, dan dari Platonisme dengan melihat objek matematika sebagai
konstruksi mental yang tanpa keberadaan yang ideal independen. Moschovakis
menyatakan bahwa program formalis Hilbert, untuk membenarkan matematika klasik
dengan mengurangi ke sistem formal yang konsistensi harus ditetapkan dengan
cara finitistic, adalah saingan kontemporer paling ampuh untuk intuitionism
Brouwer 's berkembang. Pada tahun 1912 Intuitionism dan Formalisme Brouwer dengan
tepat memprediksikan bahwa setiap upaya untuk membuktikan konsistensi induksi
lengkap tentang bilangan alam akan mengakibatkan lingkaran setan.
Banyak
filsuf telah mengambil matematika menjadi paradigma pengetahuan, dan penalaran
yang digunakan dalam mengikuti bukti matematika sering dianggap sebagai lambang
pemikiran rasional, namun matematika juga merupakan sumber yang kaya masalah
filosofis yang menjadi pusat epistemologi dan metafisika sejak awal filsafat
Barat; di antara yang paling penting adalah sebagai berikut: bilangan nol dan
entitas matematika lainnya ada secara independen dari kognisi manusia; Jika
tidak maka bagaimana kita menjelaskan penerapan matematika yang luar biasa bagi
ilmu pengetahuan dan urusan praktis?? Jika demikian maka apa hal yang mereka dan
bagaimana kita bisa tahu tentang mereka;? Dan Apa hubungan antara matematika
dan logika? (. Filsafat Matematika, http://Googlesearch) Pertanyaan pertama
adalah pertanyaan metafisik dengan kedekatan dekat dengan pertanyaan tentang
keberadaan entitas lain seperti universal, sifat dan nilai-nilai, sesuai dengan
banyak filsuf, jika entitas tersebut ada maka mereka sehingga di luar ruang dan
waktu, dan mereka tidak memiliki kekuatan kausal, mereka sering disebut abstrak
dibandingkan dengan entitas beton.
Jika kita
menerima keberadaan objek matematika abstrak maka epistemologi yang memadai
matematika harus menjelaskan bagaimana kita bisa tahu tentang mereka, tentu
saja, bukti tampaknya menjadi sumber utama pembenaran bagi proposisi matematika
tetapi bukti bergantung pada aksioma dan pertanyaan tentang bagaimana kita bisa
tahu kebenaran dari aksioma tetap. Hal ini biasanya berpikir bahwa kebenaran
matematika adalah kebenaran yang diperlukan, bagaimana kemudian apakah mungkin
bagi terbatas, makhluk fisik yang mendiami dunia yang kontingen memiliki
pengetahuan tentang kebenaran tersebut? Dua pandangan yang luas secara baik
yaitu mungkin kebenaran matematika dikenal dengan alasan, atau mereka dikenal
oleh inferensi dari pengalaman sensorik. Pandangan rasionalis mantan diadopsi
oleh Descartes dan Leibniz yang juga berpikir bahwa konsep-konsep matematika
adalah bawaan, sedangkan Locke dan Hume himpunanuju bahwa kebenaran matematika
dikenal oleh akal tapi mereka pikir semua konsep-konsep matematika yang
diperoleh abstraksi dari pengalaman; dan Mill adalah seorang empiris lengkap
tentang matematika dan memegang kedua bahwa konsep-konsep matematika berasal
dari pengalaman dan juga bahwa kebenaran matematika adalah benar-benar
generalisasi induktif dari pengalaman. Sementara itu, penemuan pada pertengahan
abad kesembilan belas non-Euclidean geometri berarti bahwa filsuf dipaksa untuk
menilai kembali status geometri Euclidean yang sebelumnya telah dianggap
sebagai contoh Shinning pengetahuan tertentu di dunia, banyak mengambil
keberadaan non konsisten -Euclidean geometri menjadi penentangan secara
langsung dari kedua Mill dan filsafat Kant tentang matematika. Pada akhir abad
kesembilan belas penyanyi telah ditemukan berbagai paradoks dalam teori kelas
dan ada sesuatu krisis dalam dasar matematika.
Pada awal
abad kedua puluh kita melihat kemajuan besar dalam matematika dan juga dalam
logika matematika dan dasar matematika dan sebagian besar isu-isu fundamental
dalam filsafat matematika dapat diakses oleh siapa saja yang akrab dengan
geometri dan aritmatika dan yang telah memiliki pengalaman mengikuti matematika
bukti. Namun, beberapa perkembangan filosofis paling penting dari abad kedua
puluh itu dipicu oleh perkembangan yang mendalam yang terjadi dalam matematika
dan logika, dan apresiasi yang tepat dari masalah ini hanya tersedia bagi
seseorang yang memiliki pemahaman tentang teori himpunan dasar dan menengah
logika. Untuk membahas falsafah matematika pada tingkat lanjutan yang
benar-benar harus memeriksa gagasan yang mencakup bukti dari teorema
ketidaklengkapan Gödel 's serta membaca tentang berbagai topik dalam filsafat
matematika. Nikulin, D., 2004, menjelaskan bahwa para ilmuwan kuno dan filsuf
yang mengikuti program Platonis-Pythagoras, dirasakan bahwa matematika dan
metode yang dapat digunakan untuk menggambarkan alam. Menurut Plato, matematika
dapat memberikan pengetahuan tentang engsel yang tidak bisa sebaliknya dan
karena itu tidak ada hubungannya dengan hal-hal fisik pernah lancar, tentang
yang hanya ada pendapat yang mungkin benar. Nikulin menyatakan bahwa Platonis
hati-hati membedakan antara aritmetika dan geometri dalam matematika itu
sendiri, sebuah rekonstruksi teori Plotinus 'dari nomor, yang mencakup
pembagian Plato an dari angka ke substansial dan kuantitatif, menunjukkan bahwa
angka yang terstruktur dan dipahami bertentangan dengan entitas geometris.
Secara khusus, angka ini dibentuk sebagai kesatuan sintetis terpisahkan, unit
diskrit, sedangkan objek geometris yang terus menerus dan tidak terdiri dari
bagian tak terpisahkan.
Nikulin, D., 2004, menemukan bahwa Platonis dianggap bahwa obyek matematika
dianggap entitas intermediate antara hal-hal fisik (obyek) dan niskala, hanya
masuk akal, entitas (pengertian). Menurut dia, dalam tradisi Platonis,
kecerdasan, dilihat dari kategori kehidupan, mampu hamil prinsip pertama;
ditafsirkan sebagai dan aktualitas murni, intelek selanjutnya disajikan melalui
perbedaan antara pikiran sebagai berpikir dan berpikir sebagai masuk akal ,
sebagai objek pemikiran yang ada dalam komunikasi terganggu; pada pemikiran,
bertentangan diskursif, pada dasarnya terlibat dalam argumentasi matematis dan
logis, tidak lengkap dan hanya parsial. terus menerus dan tidak terdiri dari
bagian tak terpisahkan. Nikulin menunjukkan bahwa untuk Platonis alasan
diskursif melakukan kegiatannya di sejumlah langkah berurutan dilakukan,
karena, tidak seperti intelek, tidak mampu mewakili obyek pemikiran secara
keseluruhan dan kompleksitas yang unik dan dengan demikian harus memahami
bagian objek dengan sebagian, dalam urutan tertentu. Sementara, Folkerts, M.,
2004, menunjukkan bahwa Platonis percaya bahwa realitas abstrak adalah
kenyataan. Dengan demikian, mereka tidak memiliki masalah dengan kebenaran
karena objek di bagian ideal matematika memiliki sifat. Sebaliknya Platonis
memiliki masalah epistemologis - seseorang dapat memiliki pengetahuan tentang
objek di bagian ideal matematika, mereka tidak dapat menimpa pada indera kita
dengan cara apapun.
Ini
mungkin bahwa selama bagian tengah abad ini ada didirikan untuk sementara waktu
penasaran stand-off; saat ini baik logicism dan Formalisme ditahan telah gagal,
hasil ketidaklengkapan Gödel 's telah ikut berperan dalam kedua kasus, tapi
intuitionism tetap utuh , maka secara filosofis intuitionism menjadi hal utama.
Hebat matematika di sisi lain, sepanjang mereka menganggap hal ini, mungkin
tetap fomalist atau logicist dalam kecenderungan, dalam paruh kedua tekanan
pada abad ini paradigma klasik telah berkembang dari beberapa sumber. Untuk
perbedaan pendapat para filsuf telah ditambahkan perbedaan pendapat dari ahli
matematika yang telah menemukan kesalahan dengan teori himpunan klasik sebagai
sebuah yayasan, atau yang meragukan perlunya memiliki dasar sama sekali; ilmu
komputer semakin teoritis telah memasuki arena ini, dan telah cenderung
pengaruh radikal. (-----, 1997, Kategori Teori dan Dasar-dasar Matematika RBJ,
http://www.rbjones.com/rbjpub/rbj.htm)
Istilah "dasar atau landasan matematika" kadang-kadang digunakan
untuk bidang tertentu dari matematika itu sendiri, yaitu untuk logika
matematika, teori himpunan aksiomatik, teori bukti dan teori model; pencarian
dasar matematika Adalah juga pertanyaan sentral dari filosofi matematika: atas
dasar apa dapat laporan utama matematika disebut "benar"? Paradigma
matematika saat ini dominan didasarkan pada teori himpunan aksiomatik dan
logika formal; semua teorema matematika hari ini dapat dirumuskan sebagai
teorema teori disusun; kebenaran pernyataan matematika, dalam pandangan ini,
kemudian apa-apa kecuali klaim bahwa pernyataan itu dapat berasal dari aksioma
teori himpunan menggunakan aturan logika formal. Namun, pendekatan formalistik
tidak menjelaskan beberapa isu seperti mengapa kita harus menggunakan aksioma
yang kita lakukan dan bukan orang lain, mengapa kita harus menggunakan aturan
logika yang kita lakukan dan bukan lainnya, mengapa "benar"
pernyataan matematika tampaknya benar dalam dunia fisik; dimana Wigner disebut
ini sebagai efektivitas yang tidak masuk akal matematika dalam ilmu fisika.
-----, 1997, Dasar-dasar matematika Wikipedia, ensiklopedia bebas.
http://en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL.
Kita mungkin mempertanyakan apakah mungkin bahwa semua pernyataan matematika,
bahkan kontradiksi, dapat diturunkan dari aksioma-aksioma teori mengatur,
apalagi, sebagai konsekuensi dari teorema ketidaklengkapan Gödel kedua, kita
tidak pernah bisa yakin bahwa ini tidak terjadi. Selanjutnya, ia menjelaskan
bahwa dalam realisme matematika, kadang-kadang disebut Platonisme, keberadaan
dunia objek matematika independen dari manusia ini mendalilkan; kebenaran
tentang obyek ditemukan oleh manusia, dalam pandangan ini, hukum alam dan
hukum-hukum matematika memiliki status yang sama, dan "efektivitas"
berhenti menjadi "masuk akal" dan tidak aksioma kita, tetapi dunia
yang sangat nyata dari objek matematika membentuk yayasan. Ia menjelaskan bahwa
pertanyaan yang jelas, kemudian, adalah: bagaimana kita mengakses dunia ini,
beberapa teori modern dalam filsafat matematika menyangkal keberadaan yayasan
dalam arti asli; beberapa teori cenderung berfokus pada praktek matematika, dan
bertujuan untuk? menggambarkan dan menganalisis kerja aktual yang hebat
matematika sebagai kelompok sosial, sedangkan, yang lain mencoba untuk
menciptakan ilmu pengetahuan kognitif matematika, dengan fokus pada kognisi
manusia sebagai asal dari keandalan matematika ketika diterapkan pada 'dunia
nyata', dan karena itu, ini teori akan mengusulkan untuk menemukan dasar hanya
dalam pemikiran manusia, tidak dalam 'tujuan' di luar konstruk. Singkatnya,
masalah ini masih kontroversial. (-----, 1997, Dasar-dasar matematika
Wikipedia, ensiklopedia bebas. Http://en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL)
Podnieks, K, 1992, berpendapat apakah
matematika hanya sebuah ilmu pengetahuan abstrak dengan definisi yang ketat
yang hanya masalah pembuktian dan kejam, atau tentang dunia fisik tapi kita
harus belajar bagaimana menggunakan teori yang tepat tentang apa yang kita
rasakan di yang kita perlu teori intuisi untuk memungkinkan kita untuk menjaga
bagian infinitary matematika. Ia menunjukkan bahwa dalam matematika, ini,
diakui bahwa masalah timbul karena kejelasan un-yang hebat matematika memiliki
sekitar hubungan antara metode geometris dan metode numerik; metode geometris
yang memungkinkan sangat kecil terlalu tidak tepat dan ini menyebabkan
pengenalan aritmatika teknik untuk mempelajari analisis sangat kecil untuk
memberikan kekakuan yang kembali ke ide-ide Pythagoras. Sementara Kalderon, ME,
2004, menyatakan bahwa untuk mengembalikan "standar Euclidean lama
kekakuan" dengan memberikan bukti jelas klaim aritmatika yang memenuhi dua
kondisi bahwa asumsi himpunaniap eksplisit dinyatakan, dan himpunaniap transisi
inferensial adalah sesuai dengan aturan mengakui . Dia mengatakan bahwa
dorongan baru dari kekakuan dalam geometri dan analisis yang telah menuai
berbuah dengan mengungkapkan "batas berlaku" theorems penting, dengan
membuat eksplisit prinsip-prinsip dapat disimpulkan bahwa secara implisit
memandu penilaian kita kita dapat sampai pada metode umum pembentukan konsep
yang dapat membantu kita untuk memecahkan pertanyaan matematika terbuka.
Kalderon mengklaim bahwa dengan mengurangi jumlah penilaian yang diterima tanpa
bukti kita mencapai ekonomi teoritis yang berharga, bahkan jika kebenaran
adalah jelas masih merupakan muka matematis untuk membuktikannya.
Kalderon,
ME, 2004, berpendapat apakah titik proyek Frege untuk membuktikan yang sudah
jelas atau tidak, apa adalah status epistemologis kebenaran matematika;? Mereka
analitik apriori, sintetik apriori, atau sintetik aposteriori;? Dan bagaimana
adalah angka yang diberikan kepada kami; bagaimana media Kant sensibilitas dan
menengah Frege nalar? Menurut dia, keputusan matematika adalah analitik hanya
dalam kasus konsep subjek berisi konsep predikat, dan penilaian matematika
adalah analitik hanya dalam kasus penolakan adalah kontradiksi-diri. Menurut
Kalderon, Kant menganggap konsep sebagai melibatkan check list fitur, konsep
empiris adalah konsep macam hal encounterable dalam pengalaman mana untuk
menjadi jenis yang relevan dari hal adalah memiliki fitur secara empiris dapat
diamati, F1, F2, ..., Fn, yang secara logis independen, karena itu, penghakiman
adalah analitik hanya dalam kasus daftar fitur yang berhubungan dengan konsep
predikat adalah bagian dari daftar fitur yang berhubungan dengan konsep subjek.
Kalderon mencatat bahwa Kant menulis seolah-olah konsep selalu konsep khusus
encounterable; ia tidak membuat tunjangan untuk konsep relasional atau untuk
konsep hal yang tidak teramati dan fitur pada daftar tersebut yang seharusnya
secara logis independen, tetapi tidak semua konsep empiris sesuai pola ini dan
tidak semua konsep memiliki daftar fitur.
Kant, 1787, berpendapat bahwa matematika adalah produk murni alasan, dan
terlebih lagi adalah benar-benar kimis, ia menemukan bahwa semua kognisi matematika
memiliki keganjilan ini dan pertama kali harus menunjukkan konsep dalam intuisi
visual dan memang apriori, oleh karena itu dalam intuisi yang tidak empiris,
tetapi murni; tanpa ini, matematika tidak dapat mengambil satu langkah, oleh
karena keputusan-keputusannya selalu visual, yaitu, intuitif;. sedangkan
filsafat harus puas dengan penilaian diskursif dari konsep-konsep belaka, dan
meskipun mungkin menggambarkan doktrin-doktrinnya melalui sosok visual, tidak
pernah dapat memperoleh mereka dari itu. Di sisi lain, Kant mengklaim bahwa
intuisi empiris memungkinkan kita tanpa kesulitan untuk memperbesar konsep yang
kita bingkai dari suatu obyek dari intuisi, dengan predikat baru, yang intuisi
itu sendiri menyajikan secara sintetis dalam pengalaman, sedangkan intuisi
murni melakukannya juga, hanya dengan perbedaan ini , bahwa dalam kasus
terakhir penghakiman kimis adalah apriori tertentu dan apodeictical, dalam,
mantan hanya posteriori dan empiris tertentu; karena yang terakhir ini hanya
berisi apa yang terjadi pada intuisi empiris kontingen, tetapi yang pertama,
yang tentu harus ditemukan dalam intuisi murni. Menurut Kant, karena intuisi
adalah suatu representasi sebagai segera tergantung pada keberadaan objek,
tampaknya tidak mungkin untuk intuisi dari awal apriori, karena intuisi akan
dalam acara yang berlangsung tanpa baik mantan atau benda hadir untuk merujuk
untuk, dan oleh konsekuensi tidak bisa intuisi.
Selanjutnya, Kant, 1787, berpendapat bahwa intuisi matematika murni yang
meletakkan pada dasar dari semua kognisi dan penilaian yang muncul sekaligus
apodiktis dan diperlukan adalah Ruang dan Waktu, karena matematika harus
terlebih dahulu memiliki semua konsep dalam intuisi, dan matematika murni
intuisi murni, maka, matematika harus membangun mereka. Menurut Kant, Geometri
didasarkan pada intuisi murni ruang, dan, aritmatika menyelesaikan konsep angka
dengan penambahan berurutan dari unit dalam waktu; dan mekanik murni terutama
tidak dapat mencapai konsep gerak tanpa menggunakan representasi waktu. Kant
menyimpulkan bahwa matematika murni, sebagai kognisi kimis apriori, hanya
mungkin dengan mengacu ada benda selain yang indra, di mana, di dasar intuisi
empiris mereka terletak sebuah intuisi murni (ruang dan waktu) yang apriori.
Kant menggambarkan bahwa dalam prosedur biasa dan perlu geometers, semua bukti
kesesuaian lengkap dari dua angka yang diberikan akhirnya datang ini bahwa
mereka mungkin dibuat bertepatan; yang ternyata tidak lain proposisi kimis
beristirahat pada intuisi langsung, dan intuisi ini harus murni, atau diberikan
secara apriori, jika proposisi tidak dapat peringkat sebagai apodictically
tertentu, tetapi akan memiliki kepastian empiris saja. Kant selanjutnya
menyimpulkan bahwa dasar matematika sebenarnya intuisi murni, sedangkan deduksi
transendental tentang konsep-konsep ruang dan waktu menjelaskan, pada saat yang
sama, kemungkinan matematika murni.
Kant, 1787, menyatakan bahwa penilaian Matematika semua kimis dan ia
berpendapat bahwa fakta ini tampaknya sampai sekarang telah sama sekali lolos
dari pengamatan mereka yang telah dianalisis akal manusia; bahkan tampaknya
langsung menentang semua dugaan mereka, meskipun tak diragukan tertentu, dan
yang paling penting dalam konsekuensinya. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa
untuk saat ditemukan bahwa kesimpulan yang hebat matematika semua berjalan
sesuai hukum kontradiksi seperti yang dituntut oleh semua kepastian apodiktis,
pria meyakinkan dirinya sendiri bahwa prinsip-prinsip dasar yang dikenal dari
hukum yang sama. "Ini adalah kesalahan besar", katanya. Dia kemudian
menyampaikan alasan bahwa untuk proposisi sintetis memang bisa dipahami menurut
hukum kontradiksi, tetapi hanya dengan mengandaikan lain proposisi sintetis
dari yang berikut, tetapi tidak pernah dalam dirinya sendiri. Kant mengemukakan
bahwa semua prinsip-prinsip geometri tidak kurang analitis, ia mengklaim bahwa
atribut sesak karena itu sama sekali tambahan, dan tidak dapat diperoleh oleh himpunaniap
analisis konsep, dan visualisasi yang harus datang untuk membantu kita, dan
oleh karena itu saja membuat sintesis mungkin. Kant berusaha untuk menunjukkan
bahwa dalam kasus proposisi identik, sebagai metode Rangkaian, dan bukan
sebagai prinsip, e. g., a = a, keseluruhan adalah sama dengan dirinya, atau a +
b> a, keseluruhan lebih besar dari bagiannya dan menyatakan bahwa meskipun
mereka diakui sebagai sah dari konsep-konsep belaka, mereka hanya diperkenankan
dalam matematika, karena mereka dapat direpresentasikan dalam bentuk visual.
Kalderon,
ME, 2004, terpapar bahwa penilaian analitik adalah mereka yang menyangkal
adalah kontradiksi-diri, dan karakterisasi ini adalah hanya sebagai baik
sebagai logika dasar, tetapi Kant masih menerima logika lama yang diwarisi dari
Aristoteles. Selanjutnya, Kalderon mengklaim bahwa karakterisasi penahanan
konseptual hanya berlaku untuk penilaian afirmatif universal, yaitu, penilaian
dari bentuk "Semua Sebagaimana B.", Dan karakterisasi logis memiliki
jangkauan yang lebih luas penerapannya karena tidak terbatas pada afirmatif
yang universal penilaian. Kalderon berpendapat bahwa reconstrual Frege dari
gagasan Kant tentang analyticity sekaligus menyelesaikan kesulitan dan
menyatukan karakterisasi yang berbeda; kebenaran adalah analitik hanya dalam
kasus itu bisa diubah menjadi sebuah kebenaran logis oleh substitusi sinonim
untuk sinonim, sementara kebenaran logis adalah kebenaran yang dapat dibuktikan
dari logika saja. Kalderon mengklaim bahwa penolakan sebuah kebenaran logis
adalah kontradiksi-diri, sehingga karakterisasi Frege adalah himpunania dengan
semangat karakterisasi logis; bahwa kebenaran logis tiba di melalui substitusi
sinonim untuk sinonim explicates metafora Kant penahanan konseptual. Kalderon
lebih lanjut menegaskan bahwa sedangkan Kant mengklaim bahwa penilaian analitik
tidak bisa memperpanjang klaim Frege pengetahuan yang mereka bisa; menurut
Frege, perbedaan ini disebabkan konsepsi miskin Kant tentang pembentukan konsep
diberikan kehimpunaniaan kepada logika lama.
Kalderon,
ME, 2004, bersikeras bahwa konsep-konsep baru yang didapat dengan operasi
persimpangan dan inklusi, dan diberikan logika tua, membentuk konsep baru
selalu masalah pemanfaatan batas-batas wilayah yang ditetapkan oleh konsep
antecedently diberikan; dan Frege mempertahankan bahwa, mengingat logika
barunya, ada kemungkinan menggambar batas-batas baru. Namun, mendefinisikan
konsep-konsep baru dengan cara ini lisensi kita untuk menarik kesimpulan bahwa
kami tidak berlisensi untuk menarik sebelumnya, sehingga memperluas pengetahuan
kita. Kalderon menyatakan bahwa S kebenaran apriori hanya jika terdapat bukti
dari S yang tidak bergantung pada fakta-fakta dasar tentang objek tertentu,
yaitu, kalau-kalau terdapat himpunanidaknya satu bukti S yang hanya melibatkan
kebenaran umum sebagai tempat. Menurut Kalderon, Frege tampaknya telah memberikan
karakterisasi logis dari apa yang sebelumnya telah ditafsirkan sebagai gagasan
epistemologis; Frege dirasakan bahwa pengetahuan aposteriori tergantung pada
pengalaman untuk pembenaran, dan itu hanya informatif jika pengalaman dapat
ditentukan secara independen dari peran normatif . Kalderon mengklaim bahwa
dasar matematika adalah terutama karya matematika meskipun karakter informal.
Dia mencatat bahwa Frege hanya menjawab pertanyaan filosofis konfigurasi ulang
oleh mereka untuk memiliki jawaban matematika, dan motivasi matematika Frege
yang tidak asli menurut standar akhir matematika abad ke-19 dan mungkin
kebenaran adalah suatu tempat di antara.
Kalderon,
ME, 2004, menyatakan bahwa aritmetika adalah analitik apriori; menjadi
analitik, kebenaran aritmatika harus ditransformasikan ke dalam kebenaran logis
oleh substitusi sinonim untuk sinonim, dan untuk bersikap apriori, kebenaran
aritmatika harus memiliki himpunanidaknya satu bukti dari tempat murni umum.
Kalderon menyatakan bahwa Frege harus melaksanakan proyek matematika untuk
menentukan apa aritmatika sejauh dapat dibuktikan dari logika dan definisi
saja. Di sisi lain, dalam kaitannya dengan motivasi matematika, Kalderon
bersikeras bahwa menemukan bukti mana bukti tersedia selalu kemajuan matematika
bahkan jika batas-batas keabsahan teorema benar-benar jelas dan teorema secara
universal dianggap sebagai jelas. Menurut Kalderon, dalam mengungkap dependensi
logis antara pemikiran ilmu hitung, satu secara eksplisit mengartikulasikan
konten mereka sehingga memperjelas materi pelajaran aritmatika; untuk
dibenarkan dalam pendapat matematika seseorang adalah untuk membawa mereka
sejalan dengan urutan ketergantungan objektivitas antara pemikiran ilmu hitung
diungkapkan oleh bukti matematis, karena itu, menemukan bukti mana bukti yang
tersedia adalah kemajuan matematika sejauh pembenaran pendapat matematika
tergantung di atasnya, yang pertama tergantung pada klaim filosofis tentang
konten, yang kedua tergantung pada klaim filosofis tentang pembenaran. Selanjutnya,
Kalderon, ME, 2004, berpendapat bahwa kasus Frege untuk klaim bahwa aritmatika
adalah analitik apriori memiliki tiga komponen yang merupakan argumen positif
tunggal, sanggahan alternatif yang masih ada, yakni argumen terhadap Kant, dan
definisi dan sketsa bukti Frege kasus di mana hanya akan selesai ketika
definisi dan sketsa bukti secara formal dilaksanakan dalam bahasa
Begriffsschrift. Menurut Frege, kebenaran aritmatika mengatur semua yang dpt
dihitung, ini adalah domain terluas dari semua, karena untuk itu milik tidak
hanya yang sebenarnya, tidak hanya intuitable, tapi masuk akal semuanya.
Brouwer
kemudian mengembangkan teori himpunan dan teori pengukuran serta teori fungsi,
tanpa menggunakan prinsip dikecualikan tengah, ia adalah yang pertama untuk
membangun sebuah teori matematika menggunakan logika selain yang biasanya
diterima. (Http://home.mira.net/ ~ andy / karya / value.htm). Jadi, dia dikenal
sebagai intuinists yang mengusulkan falsafah matematika tanpa dasar, sedangkan
Kant sort untuk aritmatika dasar dalam pengalaman waktu dan geometri dalam
pengalaman ruang, Brouwer mencoba untuk memperhitungkan semua matematika dalam
hal intuisi yaitu sadar pengalaman waktu. Intuitionism bentrok dengan
matematika klasik sejauh Brouwer menyatakan bahwa tidak ada kebenaran di luar
pengalaman, dan karenanya bahwa hukum tengah dikecualikan tidak dapat
diterapkan pada semua pernyataan matematika yaitu di bagian infinitary tertentu
matematika adalah tak tentu berkaitan dengan beberapa sifat .
Bridges,
D., 1997, menunjukkan bahwa dalam filsafat Brouwer 's, matematika adalah
ciptaan bebas dari pikiran manusia, dan objek ada jika dan hanya jika dapat
dibangun mental. Podnieks, K., 1992, menunjukkan bahwa Hilbert pada tahun 1891
berhasil memproduksi terus menerus, namun tidak satu-ke-satu, pemetaan dari
suatu segmen ke persegi panjang, dan disimpan gagasan dimensi dengan
membuktikan bahwa Dedekind yang tepat yang terus menerus satu ke-satu
korespondensi antara kontinum dari dimensionalities berbeda adalah mustahil. Podnieks,
K., 1992, terkena pekerjaan Brouwer dari rangkaian hipotesa yang disebut, di
mana dengan berbagai terbatas himpunan poin penyanyi menetapkan bahwa semua
terbatas himpunan dia bisa menghasilkan, terbagi dalam dua kategori: himpunan
dpt dihitung yaitu himpunan yang bisa dihitung dengan menggunakan bilangan asli
dan himpunan yang himpunanara dengan seluruh kontinum yaitu himpunan semua
bilangan real. Menurut Podnieks, penyanyi sendiri tidak dapat menghasilkan himpunan
"kekuatan menengah", himpunan terhitung yaitu titik yang tidak himpunanara
dengan seluruh kontinum, inilah mengapa ia menduga bahwa himpunan tersebut
tidak ada dan dugaan ini dikenal sebagai kontinum hipotesis menurut Brouwer
yang himpunaniap rangkaian tak terbatas poin baik adalah terhitung, atau himpunanara
dengan seluruh kontinum.
Podnieks, K.,
1992, bersikeras bahwa intuitionism memeluk dua teori filosofis penting yaitu
Ajaran Brouwer yang benar adalah menjadi berpengalaman, apapun ada berawal pada
pikiran sadar kita. Menurut Brouwer, obyek matematika bersifat abstrak,
apriori, bentuk intuisi kita, Dia percaya bahwa pikiran hanya adalah miliknya
sendiri, dan kurang peduli dengan antar-subjektivitas dari Immanuel Kant.
Brouwer menolak klaim intuisi apriori ruang, melainkan ia berpikir matematika
didasarkan sepenuhnya pada intuisi apriori waktu. Menurut Posy, Brouwer percaya
bahwa struktur panduan waktu semua kegiatan sadar dan keberadaan non-Euclidean
geometri melarang intuisi yang satu apriori ruang. Posy menjelaskan bahwa
Brouwer harus merekonstruksi bagian-bagian tertentu dari matematika diberikan
kendala sendiri. Program positif intuitionism adalah konstruksi matematika
sebagai dibatasi oleh Teori Brouwer 's Kesadaran. Program negatif intuitionism
berpendapat bahwa matematika standar sebenarnya salah atau paling tidak
konsisten. Brouwer tidak berpendapat bahwa matematika standar tidak konsisten;
argumennya didasarkan pada idealisme epistemologis nya. Brouwer membuat sedikit
perbedaan antara Hilbert dan Platonis. Beberapa konstruksi Brouwer 's
tergantung pada asumsi bahwa jika proposisi adalah benar, kita bisa mengetahui
bahwa itu benar.
Godel, K.,
1961, menyatakan bahwa matematika, berdasarkan sifatnya sebagai sebuah ilmu
apriori, selalu telah, dalam dan dari dirinya sendiri dan, untuk alasan ini,
telah lama bertahan semangat dari waktu yang telah memerintah sejak yaitu
Renaissance, teori empiris matematika; matematika telah berkembang menjadi
abstraksi yang lebih tinggi, jauh dari kejelasan materi dan untuk semakin besar
di fondasinya misalnya, dengan memberikan landasan yang tepat dari kalkulus dan
bilangan kompleks, dan dengan demikian, jauh dari sikap skeptis. Namun, sekitar
pergantian abad, jam nya disambar antinomi teori himpunan, kontradiksi yang
diduga muncul dalam matematika, yang penting itu dibesar-besarkan oleh
scepticist dan empirisis dan yang dipekerjakan sebagai alasan untuk pergolakan
ke kiri. Godel menyatakan bahwa, himpunanelah semua, apa kepentingan matematika
adalah apa yang dapat dilakukan, dalam kebenaran, matematika menjadi ilmu
empiris, jika kita membuktikan dari aksioma sewenang-wenang mendalilkan bahwa himpunaniap
bilangan asli adalah jumlah dari empat kotak, tidak di semua mengikuti dengan
pasti bahwa kita tidak akan pernah menemukan counter-contoh untuk teorema ini,
karena aksioma kami bisa himpunanelah semua menjadi tidak konsisten, dan kita
dapat mengatakan bahwa itu berikut dengan probabilitas tertentu, karena
meskipun pemotongan banyak kontradiksi sejauh ini ditemukan. Menurut Godel,
melalui konsepsi hipotetis matematika, banyak pertanyaan yang kehilangan bentuk
apakah proposisi A terus atau tidak atau A atau ~ A.
Godel, K.,
1961, berpendapat bahwa formalisme Hilbert mewakili baik dengan semangat waktu
dan hakekat matematika di mana, di satu sisi, sesuai dengan ide-ide yang
berlaku dalam filsafat dewasa ini, kebenaran dari aksioma dari mana matematika
mulai keluar tidak dapat dibenarkan atau diakui dengan cara apapun, dan karena
itu gambar konsekuensi dari mereka memiliki makna hanya dalam pengertian
hipotesis, dimana ini gambar dari konsekuensi itu sendiri ditafsirkan sebagai
permainan belaka dengan simbol menurut aturan tertentu, juga tidak didukung
oleh wawasan. Lebih lanjut, Godel mengklaim bahwa bukti atas kebenaran suatu
proposisi sebagai representability dari himpunaniap nomor sebagai jumlah dari
empat kotak harus memberikan landasan yang aman untuk proposisi bahwa bahwa himpunaniap
ya-atau-tidak tepat dirumuskan pertanyaan dalam matematika harus memiliki jelas
-memotong jawaban yaitu satu bertujuan untuk membuktikan bahwa dari dua kalimat
A dan ~ A, tepat satu selalu dapat diturunkan. Godel mengklaim bahwa tidak
keduanya dapat diturunkan merupakan konsistensi, dan yang satu selalu bisa
benar-benar diturunkan berarti bahwa pertanyaan matematika diungkapkan oleh A
dapat tegas menjawab. Godel menyarankan bahwa jika seseorang ingin membenarkan
dua pernyataan dengan kepastian matematika, bagian tertentu dari matematika
harus diakui sebagai benar dalam arti filosofi kanan tua.
Godel, K.,
1961, bersikeras bahwa jika kita membatasi diri dengan teori bilangan asli,
adalah mustahil untuk menemukan sistem aksioma dan aturan formal di mana untuk himpunaniap
proposisi nomor-teori A, A atau ~~~V A akan selalu diturunkan, dan untuk
aksioma cukup komprehensif matematika, tidak mungkin untuk melaksanakan bukti
konsistensi hanya dengan merefleksikan kombinasi beton simbol, tanpa
memperkenalkan elemen yang lebih abstrak. Godel mengklaim bahwa kombinasi
Hilbertian materialisme dan aspek matematika klasik terbukti mustahil. Godel mempertahankan
bahwa hanya ada dua kemungkinan baik menyerah aspek kanan lama matematika atau
upaya untuk menegakkan mereka dalam kontradiksi dengan semangat zaman, ia
kemudian menyatakan bahwa:
Satu hanya menyerah aspek yang akan pemenuhan dalam hal apapun sangat
diinginkan dan yang memiliki banyak untuk merekomendasikan diri mereka: yaitu,
di satu sisi, untuk menjaga untuk matematika kepastian pengetahuan, dan di sisi
lain, untuk menegakkan keyakinan bahwa untuk pertanyaan yang jelas yang
ditimbulkan oleh alasan, alasan juga dapat menemukan jawaban yang jelas. Dan
seperti yang perlu dicatat, salah satu menyerah aspek-aspek ini bukan karena
hasil matematika dicapai memaksa seseorang untuk melakukannya tetapi karena itu
adalah satu-satunya cara mungkin, meskipun hasil ini, untuk tetap sesuai dengan
filosofi yang berlaku.
Godel, K.,
1961, menegaskan bahwa kepastian matematika adalah harus diamankan tidak dengan
membuktikan sifat tertentu dengan proyeksi ke sistem bahan yaitu manipulasi
simbol-simbol fisik melainkan dengan mengembangkan atau memperdalam pengetahuan
tentang konsep-konsep abstrak sendiri yang mengarah pada pengaturan dari sistem
mekanik, dan selanjutnya dengan mencari, sesuai dengan prosedur yang sama,
untuk memperoleh wawasan solvabilitas, dan metode aktual untuk solusi, dari
semua masalah matematika yang bermakna. Namun, Godel bersikeras bahwa untuk
memperluas pengetahuan kita tentang konsep-konsep abstrak, yaitu untuk membuat
konsep-konsep diri yang tepat dan untuk mendapatkan wawasan yang komprehensif
dan aman ke dalam hubungan mendasar yang hidup di antara mereka, yaitu, ke
dalam aksioma yang terus bagi mereka, tidak oleh mencoba memberikan definisi
eksplisit untuk konsep dan bukti untuk aksioma, karena untuk satu yang jelas
perlu lainnya un-didefinisikan konsep-konsep abstrak dan aksioma induk mereka,
jika tidak orang akan memiliki apa-apa dari mana orang bisa mendefinisikan atau
membuktikan. Godel mengklaim bahwa prosedur itu harus terletak dalam
klarifikasi makna yang tidak terdiri dalam memberikan definisi, ia menyatakan
bahwa dalam pembentukan sistematis dari aksioma matematika, aksioma baru
menjadi jelas dan sama sekali tidak dikecualikan oleh hasil negatif yang tetap himpunaniap
jelas diajukan matematika ya atau ada pertanyaan dipecahkan dengan cara ini,
karena hanya ini menjadi jelas aksioma lebih dan lebih baru atas dasar arti
dari pengertian primitif bahwa mesin tidak dapat meniru.
Irvine, AD,
2003, menjelaskan bahwa logicism pertama kali dianjurkan pada abad ketujuh
belas-an oleh Gottfried Leibniz. Kemudian, ide itu dipertahankan secara lebih
rinci oleh Frege Gottlob. Irnine menunjukkan bahwa selama gerakan kritis
dimulai pada 1820-an, ahli matematika seperti Bernard Bolzano, Niels Abel,
Louis Cauchy dan Karl Weierstrass berhasil menghilangkan banyak ketidakjelasan
dan banyak kontradiksi yang ada dalam teori matematika dari hari mereka, dan
oleh 1800-an, William Hamilton juga memperkenalkan pasangan teratur dari real
sebagai langkah pertama dalam memasok secara logis untuk nomor kompleks. Irvine
menunjukkan bahwa dalam banyak semangat yang sama, Karl Weierstrass, Richard
Dedekind dan Georg Cantor memiliki juga semua metode dikembangkan untuk
mendirikan irrationals dalam hal rationals, dan menggunakan karya HG Grassmann
dan Richard Dedekind, Guiseppe Peano telah kemudian pergi untuk mengembangkan
teori rationals berdasarkan axioms sekarang terkenal dengan alam nomor, serta
demi hari Frege, secara umum diakui bahwa sebagian besar matematika bisa
diturunkan dari satu himpunan yang relatif kecil dari gagasan primitif.
Logicism
adalah doktrin bahwa Matematika adalah direduksi ke Logic. Tradisi analitik
modern dimulai dengan karya Frege dan Russell untuk keduanya matematika adalah
perhatian sentral. Sebagai logicists menyatakan bahwa pernyataan matematis,
jika mereka benar sama sekali, adalah benar tentu, maka prinsip-prinsip logika
juga biasanya dianggap kebenaran yang diperlukan, mungkin maka kebenaran
matematika yang benar-benar kebenaran logis hanya rumit. Logicism adalah nama
yang diberikan untuk program penelitian yang diprakarsai oleh Frege dan
dikembangkan oleh Russell dan Whitehead tujuan yang adalah untuk menunjukkan
bagaimana matematika direduksi menjadi logika. Frege mencoba untuk memberikan
matematika dengan dasar yang logis suara, sayangnya Russel menemukan bahwa
sistem Frege tidak konsisten; karya terkenal Russell pada teori jenis merupakan
upaya untuk menghindari paradoks yang menimpa versi Frege dari logicism.
(Filosofi Matematika, http://Googlesearch.). Moschovakis,
JR, 1999, mengatakan bahwa logika intuitionistic meliputi prinsip-prinsip
penalaran logis yang digunakan oleh LEJ Brouwer; filosofis, intuitionism
berbeda dari logicism dengan memperlakukan logika sebagai bagian dari
matematika bukan sebagai dasar dari matematika, dari finitism dengan
memungkinkan ( konstruktif) penalaran tentang koleksi tak terbatas, dan dari
Platonisme dengan melihat objek matematika sebagai konstruksi mental yang tanpa
keberadaan yang ideal independen. Moschovakis menyatakan bahwa program formalis
Hilbert, untuk membenarkan matematika klasik dengan mengurangi ke sistem formal
yang konsistensi harus ditetapkan dengan cara finitistic, adalah saingan
kontemporer paling ampuh untuk intuitionism Brouwer 's berkembang; ia menolak
formalisme semata tetapi mengakui kegunaan potensi merumuskan umum
prinsip-prinsip logis mengekspresikan konstruksi intuitionistically benar,
seperti modus ponens. Moschovakis menunjukkan bahwa sistem formal untuk logika
proposisional dan predikat intuitionistic tersebut dikembangkan oleh Heyting
[1930], Gentzen [1935] dan Kleene [1952]; dan terjemahan Gödel-Gentzen negatif
ditafsirkan logika predikat klasik dalam subsistem intuitionistic nya. Dalam
[1965] Kripke memberikan semantik terhadap yang logika predikat intuitionistic
selesai.
Podnieks, K.,
1992, mencatat bahwa menurut intuitionists, persamaan yang melibatkan operator
numerik dasar seperti, terkait dengan empat kegiatan: menghasilkan angka,
melihat dua dari mereka bersama-sama, dan mengenali mereka sama dengan ketiga,
dan intuitionism standar Brouwer 's hanya membatasi kita untuk apa yang
finitary dan menurut teori intuisionis, reductio ad absurdum bukti tidak
diijinkan untuk membuktikan bahwa sesuatu itu ada meskipun mereka diterima
untuk hasil negatif. Brouwer melihat bahwa himpunan algoritma dihitung adalah
enumerable yaitu memiliki jumlah kardinal 0, sehingga kita tidak bisa membatasi
angka nyata untuk himpunan ini, karena kemudian akan tidak memiliki sifat bahwa
real terhitung miliki. Posy menunjukkan bahwa solusi Brouwer adalah
generalisasi dari konsep algoritma atau aturan untuk memberikan jumlah tak
terhitung algoritma untuk memberikan apa yang dibutuhkan untuk real itu adalah
gagasan tentang urutan pilihan. Brouwer umum algoritma dengan melonggarkan
persyaratan bahwa algoritma menjadi deterministik dan hasilnya adalah urutan di
mana elemen berurutan dapat dipilih dari sekumpulan kandidat. Menurut Brouwer,
urutan pilihan diberikan oleh aturan deterministik untuk memberikan beberapa
elemen pertama, dan aturan tidak-selalu-deterministik untuk memilih elemen
berikutnya. Posy bertanya-tanya apakah mereka adalah sama dan bertemu dengan
bilangan real yang sama, dia mengatakan bahwa dia tidak dan tidak dapat
mengetahui hal ini. Dengan demikian, menyebabkan kesimpulan bahwa beberapa
pertanyaan penting tentang urutan pilihan tidak dijawab dalam jumlah waktu yang
terbatas dan dengan demikian, tidak ada kebenaran tentang pertanyaan tentang kehimpunanaraan
akhir dan kita bahkan tidak tahu apakah kita akan tahu menjawab dalam jumlah
waktu yang terbatas. Posy menyimpulkan bahwa Brouwer harus himpunan ulang teori
bertepatan dengan konstruksi yang lain di mana di bawah versinya menetapkan
teori, perbedaan antara unsur satu himpunan dan himpunan sendiri kurang
terdefinisi dengan baik.
Dalam hal geometri, Posy, C., 1992, menunjukkan bahwa Brouwer merasakan bahwa
sifat ruang dianggap murni geometris dapat dinyatakan temporal sekali kita
mengakui bahwa apa yang menjadi ciri struktur waktu adalah bahwa masa depan masih
ragu-ragu. Menurut Posy, Brouwer percaya bahwa bagian-bagian yang ideal
matematika terdiri dari objek yang sebenarnya diciptakan dalam pikiran. Di sisi
lain, Brouwer mengakui bahwa ada masalah dengan urutan pilihan karena fakta
bahwa sejumlah nyata diciptakan oleh tindakan pilihan tampaknya tidak tepat
yang diperlukan tindakan manusia yang Brouwer tidak merasa itu harus dimasukkan
dalam matematika . Namun, Brouwer telah memperkenalkan metode subjek
menciptakan untuk menghasilkan bilangan real yang menyebabkan dia menjadi
seorang matematikawan ideal, ia toke B, dan membagi penelitian ke tahap di mana
pada himpunaniap tahap ada masalah matematika yang belum terpecahkan sebagai:
(n) = ½ jika pada tahap n, B belum terbukti atau membantah masalah yang belum
terpecahkan, (n) = jika pada tahap n, B telah memecahkan masalah. Brouwer
mengatakan bahwa proses ini membentuk urutan yang adalah bilangan real dan
tidak ada tindakan pilihan, namun ada prosedur otomatis, menangkap efek yang
sama dengan urutan pilihan, tanpa memanfaatkan tindakan non-matematika pilihan.
Posy disimpulkan bahwa metode ini tidak akan bekerja jika masalah belum
terpecahkan diselesaikan, sehingga, agar metode subyek menciptakan menjadi
metode yang dapat diterima, harus ada pasokan yang tak habis-habisnya masalah
matematika yang tak terpecahkan. Brouwer percaya hal ini benar, namun Hilbert
mengatakan bahwa tidak akan ada masalah yang tak terpecahkan pada prinsipnya,
dimana Brouwer jelas bertentangan dengan pandangannya.
Menurut
teori formalis, kita memiliki konsepsi sangat masuk akal pengetahuan objek
dalam matematika nyata; sehubungan dengan matematika yang ideal, kita dapat
memperoleh konsepsi dari objek melalui penggunaan sistem formal. Namun,
kebenaran hanya bisa untuk bagian nyata dari matematika, tidak ada hal-hal
sesuai dengan keyakinan kita di bagian yang ideal. Hal ini menghasilkan teori
dualistik kebenaran - beberapa pemikiran yang benar melalui teori, hibrida
buatan, sementara yang lain adalah benar melalui cara-cara normal (Folkerts, M.,
2004). Formalisme terutama terkait dengan David Hilbert yang sering dicirikan
sebagai pandangan bahwa logika dan matematika adalah permainan yang formal
belaka dan memiliki legitimasi yang independen dari isi semantik dari
formalisme, asalkan kita dapat diyakinkan dari konsistensi sistem formal.
Program Hilbert untuk menyelesaikan paradoks adalah untuk mencari bukti
konsistensi finitary untuk seluruh matematika klasik, ini biasanya diadakan
untuk telah ditunjukkan mungkin oleh teorema ketidaklengkapan kedua Gödel,
bagaimanapun unsur ketidakpastian tentang apa yang dimaksud dengan finitary
membuat ini tidak mutlak konklusif. -----, 1997, Kategori Teori dan Dasar-dasar
Matematika, RBJ, http://www.rbjones.com/rbjpub/rbj.htm.
Sementara
itu, Folkerts, M., 2004, menunjukkan bahwa pada tahun 1920 Hilbert mengajukan
proposal yang paling rinci untuk menetapkan validitas matematika; menurut teori
bukti, semuanya akan dimasukkan ke dalam bentuk aksioma, memungkinkan aturan
inferensi menjadi hanya logika dasar, dan hanya mereka kesimpulan yang bisa
dicapai dari himpunan berhingga dari aksioma dan aturan inferensi itu harus
diterima. Dia mengusulkan bahwa sebuah sistem yang memuaskan akan menjadi salah
satu yang konsisten, lengkap, dan decidable; oleh Hilbert konsisten berarti
bahwa itu harus mungkin untuk menurunkan kedua pernyataan dan negasinya; dengan
lengkap, bahwa himpunaniap pernyataan yang ditulis dengan benar harus
sedemikian rupa bahwa baik itu atau negasinya adalah diturunkan dari aksioma;
oleh decidable, bahwa seseorang harus memiliki algoritma yang menentukan dari himpunaniap
pernyataan yang diberikan apakah itu atau negasinya dapat dibuktikan. Menurut
Hilbert, sistem seperti itu ada, misalnya, orde pertama predikat kalkulus, tapi
tidak ada yang ditemukan mampu memungkinkan matematikawan untuk melakukan
matematika yang menarik.
Hilbert,
D., 1972, menunjukkan bahwa itu Brouwer menyatakan bahwa pernyataan eksistensi
ada artinya dalam diri mereka kecuali mereka mengandung pembangunan objek
menegaskan ada, adalah scrip tidak berharga, dan penggunaannya menyebabkan
matematika untuk berubah menjadi sebuah permainan. Hilbert Brouwer mencatat
urusan sehubungan dengan celaan bahwa matematika akan berubah menjadi sebuah
permainan dengan mengklaim bahwa sumber teorema eksistensi murni adalah
c-aksioma logis, di mana pada gilirannya pembangunan dari semua proposisi yang
ideal tergantung, ia berpendapat sejauh dari permainan rumus dimungkinkan
berhasil. Menurut Hilbert, permainan rumus memungkinkan kita untuk
mengungkapkan isi pikiran-seluruh ilmu matematika dengan cara yang seragam dan
mengembangkannya sedemikian rupa sehingga, pada saat yang sama, interkoneksi
antara proposisi individu dan fakta menjadi jelas; untuk membuatnya menjadi
kebutuhan universal yang himpunaniap rumus individu maka akan ditafsirkan
dengan sendirinya tidak berarti wajar, sebaliknya, sebuah teori pada dasarnya
adalah seperti yang kita tidak perlu untuk jatuh kembali pada intuisi atau
makna di tengah-tengah beberapa argumen.
Hilbert,
D., 1972, menyatakan bahwa nilai bukti keberadaan murni justru terdiri bahwa
konstruksi individu dihilangkan oleh mereka dan bahwa konstruksi yang berbeda
banyak yang digolongkan di bawah satu ide fundamental, sehingga hanya apa yang
penting untuk membuktikan menonjol jelas ; singkatnya dan pemikiran ekonomi
adalah raison d'etre dari bukti keberadaan, ia kemudian diberitahu bahwa
teorema eksistensi murni telah menjadi landmark yang paling penting dalam
sejarah perkembangan ilmu kita. Tapi pertimbangan tersebut tidak merepotkan
intuisionis yang taat. Menurut Hilbert, permainan formula yang Brouwer begitu
deprecates memiliki, selain nilai matematika, makna filosofis penting umum,
karena ini permainan formula dilakukan sesuai dengan aturan yang pasti
tertentu, di mana teknik pemikiran kita diungkapkan dan ini bentuk aturan
sistem tertutup yang dapat ditemukan dan dinyatakan secara definitif. Hilbert
menegaskan bahwa ide dasar dari teori bukti tidak lain adalah untuk menggambarkan
aktivitas pemahaman kita, untuk membuat sebuah protokol aturan yang menurut
pemikiran kita benar-benar hasil; menurut dia berpikir, begitu terjadi, sejajar
berbicara dan menulis : kita bentuk pernyataan dan menempatkan mereka satu di
belakang lain. Dia berargumen bahwa jika ada totalitas pengamatan dan fenomena
layak untuk dijadikan obyek penelitian yang serius dan menyeluruh, inilah
satu-karena, himpunanelah semua, itu adalah bagian dari tugas ilmu pengetahuan
untuk membebaskan kita dari kesewenang-wenangan, sentimen, dan kebiasaan dan
untuk melindungi kita dari subjektivisme yang sudah dibuat sendiri merasa di
Kronecker pandangan dan, tampaknya dia, menemukan titik puncaknya dalam
intuitionism.
Hilbert,
D., 1972, bersikeras bahwa tantangan intuitionism yang paling tajam dan paling
bersemangat adalah satu itu teman kencan di validitas prinsip dikecualikan
tengah, misalnya, dalam kasus yang paling sederhana, pada validitas modus
inferensi sesuai, yang , untuk himpunaniap pernyataan yang berisi nomor-teori
variabel, baik pernyataan tersebut benar untuk semua nilai dari variabel atau
terdapat nomor yang salah. Hilbert dirasakan bahwa prinsip dikecualikan tengah
merupakan konsekuensi logis dari c-aksioma dan tidak pernah belum menyebabkan
kesalahan sedikit pun, melainkan, apalagi, begitu jelas dan dipahami bahwa
penyalahgunaan yang menghalangi. Menurut Hilbert, khususnya, prinsip
dikecualikan tengah tidak disalahkan sedikit pun untuk terjadinya terkenal
paradoks dari teori himpunan, melainkan paradoks ini adalah karena hanya untuk
pengenalan gagasan dapat diterima dan tak berarti, yang secara otomatis
dikeluarkan dari bukti teori saya. Hilbert menunjukkan bahwa Adanya bukti
dilakukan dengan bantuan prinsip dikecualikan tengah biasanya sangat menarik
karena singkatnya mengejutkan mereka dan keanggunan. Untuk Hilbert, mengambil
prinsip tengah dikeluarkan dari matematika akan sama, proscribing teleskop
untuk astronomi atau untuk petinju penggunaan tinjunya; untuk melarang
pernyataan keberadaan dan prinsip dikecualikan tengah sama saja dengan
melepaskan ilmu matematika sama sekali.
Hilbert,
D., 1972, bersikeras bahwa jika kesimpulan logis adalah dapat diandalkan, harus
dimungkinkan untuk survei obyek sepenuhnya dalam semua bagian mereka, dan fakta
bahwa mereka terjadi, bahwa mereka berbeda satu sama lain, dan bahwa mereka
mengikuti himpunaniap lain, atau adalah concatenated, adalah langsung,
diberikan secara intuitif, bersama dengan objek, adalah sesuatu yang tidak
dapat dikurangi untuk hal lain juga memerlukan reduksi. Hilbert menyarankan
bahwa dalam matematika kita mempertimbangkan tanda-tanda konkret sendiri, yang
bentuknya, menurut konsepsi kita telah mengadopsi, segera, jelas dan dikenali,
ini adalah sangat sedikit yang harus mensyaratkan, tidak ada pemikir ilmiah
dapat membuang itu, dan karenanya himpunaniap orang harus mempertahankan itu,
secara sadar, atau tidak.
Hilbert, D., 1972, mengakui bahwa sementara itu ada banyak kesalahan ditemukan
dengan mereka, dan keberatan dari semua jenis sarang dibesarkan menentangnya,
dan dirasakan bahwa semua kritikus ia dianggap hanya sebagai tidak adil karena
dapat; ia mengklaim bahwa itu adalah bukti konsistensi yang menentukan lingkup
efektif teori bukti dan secara umum merupakan inti; metode W. Ackermann
memungkinkan perpanjangan diam. Dia menyatakan bahwa untuk dasar-dasar
pendekatan analisis biasa Ackermann telah dikembangkan begitu jauh sehingga
hanya tugas melaksanakan bukti murni matematis finiteness tetap. Hilbert
kemudian menyimpulkan bahwa hasil akhir adalah bahwa matematika adalah ilmu
pra-anggapan-kurang. Ia menegaskan bahwa untuk matematika ditemukan dia tidak
perlu Tuhan atau asumsi fakultas khusus pemahaman kita selaras dengan prinsip
induksi matematika Poincaré, atau intuisi primal Brouwer, atau, Russell dan aksioma
Whitehead tak terhingga, reducibility, atau kelengkapan, yang sebenarnya adalah
yang sebenarnya, menurut Hilbert, mereka contentual asumsi yang tidak dapat
dikompensasikan dengan bukti konsistensi.
Folkerts,
M., 2004, merasa terpengaruh oleh program Hilbert, menyatakan bahwa bagaimanapun,
Formalisme tidak tidak akan berlangsung lama. Pada tahun 1931 ahli matematika
kelahiran Austria Amerika dan ahli logika Kurt Gödel menunjukkan bahwa tidak
ada sistem jenis Hilbert di mana bilangan bulat bisa didefinisikan dan yang
konsisten dan lengkap. Kemudian Gödel dan, mandiri, ahli matematika Inggris
Alan Turing menunjukkan decidability yang juga tak terjangkau. Disertasi Gödel
terbukti kelengkapan orde pertama logika, bukti ini dikenal sebagai Teorema
Kelengkapan Gödel 's. Gödel juga membuktikan bahwa Hilbert benar tentang
asumsinya bahwa meta-matematika adalah bagian dari bagian nyata dari
matematika; ia menggunakan nomor teori sebagai contoh yang sepenuhnya beton dan
kemudian menunjukkan bagaimana menerjemahkan berbicara tentang simbol ke
berbicara tentang angka. Gödel ditugaskan kode untuk himpunaniap simbol
sedemikian rupa bahwa yang disebut Gödel-angka dikalikan bersama-sama mewakili
formula, menetapkan formula, dan hal lainnya dan kemudian seseorang dapat berbicara
tentang Gödel-nomor menggunakan nomor teori. Folkerts menunjukkan bahwa untuk
membuat Gödel-nomor untuk pernyataan dalam sistem formal, terlebih dahulu kita
harus menetapkan himpunaniap simbol bilangan bulat yang berbeda mulai dari
satu, kemudian menetapkan himpunaniap posisi dalam laporan bilangan prima
berturut-turut yaitu mulai dengan 3. Folkerts mencatat bahwa Gödel-nomor untuk
pernyataan itu adalah produk dari bilangan prima dibawa ke kekuatan nomor yang
ditetapkan ke simbol dalam posisi pernyataan; sejak nomor dua bukan merupakan
faktor dari jumlah Gödel-untuk sebuah pernyataan, semua pernyataan 'Gödel-angka
akan aneh. Folkerts menunjukkan bahwa Gödel-nomor untuk urutan laporan dibangun
dengan mengalikan bilangan prima keluar berturut-turut, dimulai dengan, nomor
dua dibawa ke kuasa nomor Gödel-pernyataan yang muncul pada posisi dalam
daftar.
Folkerts,
M., 2004, mencatat bahwa agar kita dapat memaknai teorema kita dapat menuliskan
daftar kalimat yang merupakan bukti tentang hal itu, sehingga Teorema Gödel
's-nomor kalimat terakhir dalam bilangan genap Gödel dan ini mengurangi bukti
theorems ke properti nomor-teori yang melibatkan Gödel-angka dan konsistensi
dapat ditampilkan melalui nomor teori. Folkerts menunjukkan bahwa Gödel
menunjukkan sesuatu yang bisa kita mewakili dalam sistem formal dari sejumlah
teori adalah finitary. Gödel menunjukkan bahwa menurutnya jika S menjadi sistem
formal untuk nomor teori dan jika S adalah konsisten, maka ada kalimat, G,
seperti bahwa baik G maupun negasi dari G adalah Teorema dari S, dan dengan
demikian, himpunaniap sistem formal memadai untuk menyatakan theorems dari
nomor teori harus lengkap. Gödel menunjukkan bahwa S dapat membuktikan P (n)
hanya dalam kasus n adalah Gödel-nomor yang Teorema dari S; maka di sana ada k,
sehingga k adalah Gödel-jumlah rumus P (k) = G dan pernyataan ini kata dari
dirinya sendiri, tidak dapat dibuktikan. Menurut Gödel, bahkan jika kita
mendefinisikan sebuah sistem formal baru S = S + G, kita dapat menemukan G yang
tidak dapat dibuktikan di S, dengan demikian, S dapat membuktikan bahwa jika S
adalah konsisten, maka G tidak dapat dibuktikan. Gödel menjelaskan bahwa jika S
dapat membuktikan cst (S), maka S dapat membuktikan G, tetapi jika S adalah
konsisten, tidak dapat membuktikan G, sehingga tidak dapat membuktikan
konsistensi. Dengan demikian, Program Hilbert tidak bekerja, satu tidak dapat
membuktikan konsistensi teori matematika. Namun, Folkerts menunjukkan bahwa
Gentzen melihat Teorema ketidaklengkapan Gödel dan bertanya-tanya mengapa
sistem formal untuk aritmatika sangat lemah bahwa itu tidak dapat membuktikan
konsistensi sendiri. Menurut Gentzen, penyempitan alami pada bukti adalah bahwa
mereka adalah daftar terbatas laporan, karena itu, Gentzen menawarkan teori
aritmatika yang kemudian memungkinkan bukti konsistensi dari sistem formal dari
aritmatika; di mana ia memperkuat aksioma induksi matematika , yang
memungkinkan sebuah aksioma induksi kuat. Sementara induksi tradisional
mengasumsikan domain memiliki tipe ketertiban; Namun Gentzen mengasumsikan
bahwa domain memiliki jenis, agar lebih rumit lebih tinggi.
Di sisi
lain, Folkerts menemukan bahwa Alan Turing mendefinisikan fungsi sebagai program
untuk untuk menghitung dengan mesin sederhana di mana fungsi ini sama dengan
apa yang Gödel pikirkan. Menurut Alan
Turing, semua definisi dari fungsi yang berbeda dapat dihitung dengancara
membuat himpunan yang sama dengan fungsi yang ada. Fungsi dapat dihitung karena
yang paling banyak cara untuk program mesin Turing dan jumlah fungsi yang mungkin
dapat ditetapkan, sehingga fungsi dapat ditentukan secara teoritis sebagai
sebuah pengecualian. Alan Turing menunjukkan bahwa fungsi adalah relasi yang
tak terhitung yang menghasilkan output yang tergantung pada variabel acak.
Podnieks,
K., 1992, menyatakan bahwa dalam hal paradoks Himpunan dari Russell, maka
penyelesaiannya dapat diturunkan dari himpunan yang bukan anggota sendiri.
Podnieks, K., 1992, menunjukkan bahwa teori tersebut sekarang sedang ditantang
sebagai teori dasar matematika dan teori kategori diusulkan sebagai pengganti,
dalam teori kategori, dikembangkan pengertian dasar fungsi dan operasi. Namun,
Posy, dalam hal pertanyaan ontologis, bertanya-tanya seberapa akurat gagasan
bahwa himpunan adalah objek dasar matematika, sedangkan teori yang dihimpun
terlalu kaya dan ada cara yang berbeda terlalu banyak untuk membangun matematika.
Posy berpendapat bahwa elemen dasar tidak boleh sembarang dipilih, namun tidak
menentukan pilihannya, dan menunjukkan bahwa, dalam pandangan modern tentang
strukturalisme, unit dasar adalah struktur, yang bukan benar-benar objek.
Folkerts, M, 2004, bersikeras bahwa program Hilbert masih memiliki pembagian
antara bagian real dan ideal matematika, ia khawatir tentang status ontologis
dari objek di bagian ideal matematika dan mereka hanya diciptakan untuk memberikan
bagian yang ideal, dan memberi kita jalan pintas, tetapi tidak pernah diyakini
menjadi bagian dari realitas. , Dan dia bertanya-tanya tentang sumber
pengetahuan matematika dan kebenaran matematika yang meliputi adanya objek yang
ada, dan benda-benda yang tidak ada: dia juga peduli bahwa ini memberi kita
sebuah dunia dari obyek virtual, menyelesaikan dualisme objek Folkerts. Namun,
seperti Folkerts katakan, Paulus Benacerraf menjelaskan dilema ini dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan tentang teori standar kita tentang pengetahuan
atau kebenaran; menurut Benacerraf, ada semacam teori korespondensi antara pengetahuan
kita dengan benda-benda sehingga membangun kemampuan kognitif kita melalui
indera kita, dan kita membentuk kepercayaan melalui interaksi sebab-akibat antara
objek yang kita pikirkan dengan pikiran kita; di mana kaum formalis dan kaum
Platonis mengalami kesulitan melengkapi tentang hal ini.
Stefanik,
R., 1994, bersikeras bahwa menurut Bernaceraf, ini menyebabkan strukturalisme
menganggap bahwa bilangan asli, adalah bentuk urutan, oleh karenanya, jika
matematika benar-benar abstrak, mengapa harus memiliki penerapan tertentu?
Apakah hanya sebuah "keajaiban" bahwa matematika berlaku untuk dunia
fisik, atau, sebaliknya, kita cenderung menekankan struktur matematika yang
berhubungan dengan dunia? Hal ini dipersulit dengan berbagai aplikasi baru
untuk metode matematika, misalnya penerapan teori grup untuk linguistik.
Selanjutnya, Posy mencatat bahwa kaum strukturalis berpendapat bahwa matematika
bukanlah tentang beberapa himpunan tertentu dari objek abstrak melainkan
matematika adalah ilmu tentang pola struktur, dan benda-benda tertentu yang relevan
dengan matematika sejauh mereka memenuhi beberapa pola atau struktur. Posy
bersikeras bahwa berbagai versi strukturalisme telah diusulkan oleh
matematikawan smisalnya Benacerraf, Resnik, Shapiro, dan Hellman. Benacerraf,
seperti yang menyatakan oleh Stefanik, R., 1994, berpendapat untuk posisi
strukturalis dengan terlebih dahulu menyajikan contoh di mana kaum Logicist
bersifat sangat militan, seperti Ernie dan Johnny, pertama belajar teori logika
dan himpuna dan bukan belajar teori bilangan. Benacerraf mengatakan:
Ketika datang untuk belajar tentang angka, mereka hanya belajar nama-nama baru
untuk himpunan dan anggotanya. Mereka menghitung anggota dari suatu himpunan
dengan menentukan kardinalitas dari himpunan, dan mereka menetapkan ini dengan
menunjukkan bahwa terdapat hubungan khusus antara himpunan dan angka.
Stefanik,
R., 1994, menunjukkan bahwa Benacerraf berpendapat bahwa keyakinan Frege
berasal dari ketidakkonsistenannya, karena semua benda alam semesta adalah himpunan.
Pertanyaan apakah dua nama memiliki referen yang sama selalu memiliki nilai kebenaran?,
Namun, kondisi membuat identitas hanya dalam konteks di mana terdapat kondisi
yang unik. Benacerraf menyatakan bahwa jika sebuah kalimat "x = y"
adalah Benar, hal ini dapat terjadi hanya dalam konteks di mana jelas bahwa kedua
x dan y adalah Benar. Stefanik bersikeras bahwa pencarian untuk objek dasar
alam semesta yang matematis, adalah usaha yang keliru yang mendasari teori kaum
Absolutist dan pengikut filsafat platonis. Ia mencatat bahwa hal ini tidak
menggoyahkan pendirian Benacerraf; karena menurut Stefanik, Benacerraf masih
menegaskan logika yang kemudian dapat dilihat sebagai logika yang paling umum dari
disiplin ilmu, yang berlaku dengan cara yang sama untuk dan dalam teori yang
diberikan.
Thompson,
P., 1993, menyatakan bahwa para filsuf matematika memiliki, selama ribuan
tahun, berulang kali keterlibatan dalam perdebatan tentang paradoks dan
kesulitan mereka dalam melihat fenomena yang muncul dari tengah-tengah
keyakinan mereka yang kuat dan intuitif. Dari munculnya Geometri non-Euclidean,
analisis teori kontinum, dan penemuan Cantor tentang bilangan transfinite,
sistem Frege, matematikawan kemudian menyuarakan keprihatinan mereka bagaimana kita
secara serampangan telah memikirkan sesuatu yang asing, dan dengan liar memperpanjang persoalan
matematika kita dengan intuisi, atau kalau tidak kita telah menjadi rentan
terhadap perangkap yang tak terduga dan sampai sekarang, dengan apa yang
disebut kontradiksi. Thompson menunjukkan bahwa di jantung perdebatan ini
terletak tugas mengisolasi intuisi macam apa, dan memutuskan kapan kita harus
sangat berhati-hati bagaimana menerapkannya, namun, mereka yang mencari
kepuasan dasar epistemologis tentang peran intuisi dalam matematika sering
dihadapkan dengan pilihan yang tidak menarik, antara metafisika yang berasal
dari Brouwer, dan pengakuan mistis Gödel dan Platonis bahwa kita secara
intuitif dapat membedakan ranah kebenaran matematika. Hal ini menunjukkan
bahwa, dalam hal dasar, matematika dianggap sebagai ilmu logis, bersih
terstruktur, dan cukup beralasan atau singkatnya dalam matematika adalah ilmu
logis yang sangat terstruktur, namun jika kita menggali cukup dalam dan dalam
penyelidikan yang mendalam, kita masih menemukan beberapa hal yang menjadi
perdebatan filsafat. Ini adalah kenyataan bahwa, dalam hal sejarah matematika,
berbagai macam sejarah matematika yang datang, dimulai di Yunani kuno, berjalan
melalui pergolakan menuju masa depan yang keluar, sedangkan dalam hal sistem
pondasi logis matematika, metode matematika adalah deduktif, dan oleh karena
itu logika memiliki peran mendasar dalam pengembangan matematika.
Beberapa masalah masih muncul: dalam hal
makna, kita bertanya-tanya tentang penggunaan bahasa khusus untuk berbicara tentang
matematika, apakah bahasa matematika merupakan hal-hal aneh dan muncul dari
dunia ini dan apa artinya semua ini, dan kemudian, apakah arti hakikinya? kita mungkin bertanya-tanya
apakah matematikawan berbicara tentang hal yang aneh, apakah mereka benar-benar
ada, dan bagaimana mereka dapat kita katakan atau apakah yang dikatakannya
penting?. Secara epistemologis, matematika telah sering disajikan sebagai
paradigma ketepatan dan kepastian, tetapi beberapa penulis telah menyarankan
bahwa ini adalah ilusi belaka. Bagaimana kita bisa mengetahui kebenaran dari
proposisi matematika, dan dalam hal aplikasi, bagaimana pengetahuan matematika yang
abstrak dapat diterapkan di dalam dunia nyata? Apa implikasi untuk matematika
dari adanya revolusi informasi;? Dan apa yang bisa matematika kontribusikan?.
Thompson, P., 1993, bersikeras bahwa analisis yang menggabungkan kepastian,
kognitif psikologis dari "intuisi" yang fundamental terhadap dugaan
dan penemuan dalam matematika, dengan kepastian epistemis dari peran intuitif
proposisi matematika harus bermain dalam pembenaran mereka . Dia menambahkan bahwa
sejauh mana dugaan intuitif kita terbatas baik oleh sifat rasa pengalaman kita,
dan dengan kemampuan kita untuk melakukan konseptualisasi.
Litlangs
2004, menyitir ketidaksetujuan Aristoteles terhadap Plato; menurut Aristoteles,
bentuk fisik tidaklah jauh berbeda dengan penampilannya tetapi sesuatu yang
konkrit sajalah yang menjadi benda-benda dunia. Aristoteles menyatakan bahwa
ketika kita mendapatkan sesuatu yang abstrak, bukan berarti bahwa abstraksi
merupakan sesuatu yang jauh dan abadi. Bagi Aristoteles, matematika adalah
hanya penalaran tentang idealisasi, dan ia melihat dekat pada struktur
matematika, membedakan logika, prinsip yang digunakan untuk menunjukkan
teorema, definisi dan hipotesis. Plato juga tercermin pada tak terhingga,
memahami perbedaan antara potensi tak terbatas misalnya menambahkan satu ke bilangan
infinit misalnya tak terbatas. Bold, T., 2004, menyatakan bahwa kedua
intuisionis dan formalis meyakinkan bahwa matematika hanyalah penemuan dan mereka
melakukannya dengan tidak
menginformasikan kepada kami dengan apa-apa tentang dunia; keduanya mengambil
pendekatan ini untuk menjelaskan kepastian mutlak matematika dan menolak
penggunaan bilangan infinit. Bold mencatat bahwa intuitionists mengakui hal ini
kesamaannya dengan formalis dan menganggap perbedaan yang ada sebagai perbedaan
pendapat di mana ketepatan matematis memang ada; intuisionis mengatakannya
sebagai kecerdasan manusia dan formalis mengatakannya sebagai hanya coretan di
atas kertas. Menurut Arend Heyting, matematika adalah produksi dari pikiran
manusia; ia mengklaim intuitionism yang mengklaim proposisi matematika mewarisi
kepastian mereka dari pengetahuan manusia yang didasarkan pada pengalaman
empiris. Bold menyatakan bahwa sejak, infinity tidak bisa dipakai, intuisionis
menolak untuk mendorong penerapan matematika di luar infinisitas; Heyting
menyatakan adanya keyakinan terhadap transendental, yang tidak didukung oleh
konsep, dan harus ditolak sebagai alat bukti matematika. Demikian pula, Bold
menemukan bahwa Hilbert menulis bahwa untuk kesimpulan logis yang dapat
diandalkan itu harus memungkinkan untuk untuk
dilakukannya survei terhadap kebenaran obyek dan bagian-bagiannya, karena tidaklah
ada survei untuk infinity yang dapat disimpulkan dengan hanya mengandalkan pada
sistem yang terbatas. Menurut formalis, seluruh matematika hanya terdiri dari
aturan sembarang seperti yang catur.
Di sisi
lain, Posy, C., 1992, menemukan bahwa Hilbert benar-benar menempatkan struktur
pada bagian intuitif matematika, pada dasarnya bahwa pemikiran finitary dan
sistem formal; dengan pekerjaan Gödel 's. Thompson, P., 1993, berpendapat bahwa
Gödelian Platonisme, khususnya, yang
memimpin pengalaman aktual melakukan matematika, dan bilangan Gödel untuk
kejelasan dari himpunan-aksioma dasar teoritis dengan mengajukan suatu
kemampuan intuisi matematika, analog dengan persepsi indrawi dalam fisika,
sehingga, mungkin, aksioma 'dipaksakan kepada kita' sebanyak asumsi kekuatan
'diantara obyek fisik' sendiri kepada kita sebagai penjelasan dari pengalaman
fisik kita. Namun, Thompson sebaliknya menyatakan bahwa telah mengakui peran
keragu-raguan dalam penggunaan bahasa yang bila diterapkan pada prinsip matematika
menjadi aneh tapi nyata; berlawanan dengan apa-apa yang terdapat pada kontinum
dari intuitif palsu dan mencegah intuitif yang benar benar, tergantung pada
kekuatan dugaan kita akan lebih cenderung untuk membuat menentangnya, jika kita
tidak melihatnya, dan telah dimenangkan oleh, buktinya, dan memang, untuk
mengejutkan kita, kita sering menemukan, pada saat kita menjumpai paradoks,
bagaimana intuisi kita lemah dan tak berdaya. Thompson menyatakan bahwa gagasan
tentang intuisi kita yang harus baik, tegas dan benar, berasal teori yang
menyatakan bahwa kemampuan indera merupakan kemampuan primitif yang diwariskan
dari gaya filsafat Rene Descartes yang mencari kebenaran absolut tentang segala
sesuai yang tidak tergoyahkan, yang telah menolak semua pembenaran lainnya
kecuali kebenaran diriyang menemukan bahwa dirinya yang ada adalah dirinya yang
sedang memikirkannya.
Di sisi
lain, Posy, C., 1992, bersikeras bahwa sistem formal Hilbert sesuai dengan
teori fungsi rekursif. Posy bersikeras bahwa Brouwer itu sangat menentang
ide-ide ini, terutama sistem yang berpondasi, ia bahkan menentang formalisasi
logika; Brouwer memiliki pandangan yang sangat radikal tentang matematika dan
hubungannya dengan bahasa. Menurut Brouwer, dalam bahasa, kita dapat
berkomunikasi output dari konstruksi matematika, sehingga membantu orang lain
menciptakan pengalaman matematika, namun bukti itu sendiri adalah
pra-linguistik, aktivitas murni sadar yang jauh lebih fleksibel daripada
bahasa. Brouwer berpikir bahwa sistem formal tidak pernah bisa cukup untuk
menutup semua pilihan yang tersedia untuk matematika secara kreatif, dan
berpikir bahwa formalisme tidak ada gunanya. Posy mencatat bahwa, khususnya,
Brouwer berpikir bahwa hal demikian bukanlah suatu kegilaan untuk berpikir
bahwa logika digunakan untuk menangkap aturan untuk berpikir matematis secara benar.
Brouwer menunjukkan aturan tertentu bahwa logika tidak memadai untuk
mengembangkan metode berpikir dengan menunjuk hukum tengah yang dikecualikan.
Thompson,
P., 1993, mencatat bahwa pandangan Brouwer tersebut dikarenakan kepercayaannya
bahwa penerapan logika tradisional ke matematika merupakan fenomena sejarah, ia
selanjutnya menyatakan bahwa oleh fakta bahwa, pertama, logika klasik disarikan
dari matematika yang merupakan himpunan dari himpunan maka pastilah terbatas,
kedua, bahwa eksistensi apriori independen dari matematika dianggap berasal
dari logika ini, dan akhirnya, atas dasar bahwa keyakinan apriori, maka logika
tidak dibenarkan diterapkan pada matematika. Selanjutnya, Posy, C., 1992,
menambahkan bahwa Brouwer bersikeras tentang hipotesisnya mengapa filsuf dan
ahli matematika perlu mengecualikan hukum tengah; menurut Brouwer, logika telah
dikodifikasikan ketika komunitas ilmiah hanya peduli dengan benda-benda
terbatas. Brouwer mengatakan bahwa, mengingat hanya benda terbatas, hukum maka
hukum tengah perlu dikecualikan, namun kesalahan itu dibuat saat matematika
pindah ke infinitary di mana aturan-aturan kaku logika dipertahankan tanpa
pertanyaan. Brouwer menyatakan bahwa tidak ada kodifikasi kaku harus datang
sebelum pengembangan matematika. Posy menemukan bahwa perbedaan utama antara Brouwer
dan Hilbert adalah bahwa mereka tidak setuju pada posisi logika di mana Hilbert
pikir logika adalah ilmu pengetahuan, jadi yang otonom dapat secara bebas
diterapkan pada matematika lain, sedangkan Brouwer berpendapat tidak demikian.
Litlangs,
2004, menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang bagaimana variasi
kecerdasan menghadapi kesulitan dalam menjelaskan matematika secara internal
yaitu kesenjangan mereka, kontradiksi dan ambiguitas yang terletak di bawah
sebagian tertentu dari prosedur, mengarah pada kesimpulan kasar bahwa
matematika mungkin tidak lebih logis dari puisi, melainkan hanya kreasi bebas
dari pikiran manusia yang tidak bertang-gungjawab untuk memaknai diri kita dan
alam. Litlangs menyatakan bahwa meskipun matematika mungkin tampak sebagai
jenis pengetahuan yang paling jelas dan tertentu dari pengetahuan yang kita
miliki, ada masalah cukup serius yang terdapat di setiap cabang lain dari
filsafat tentang hakekat matematika dan makna proposisi tersebut. Litlangs
menemukan bahwa Plato percaya dalam bentuk atau ide yang kekal, mampu
mendefinisikan dengan tepat dan bebas dari persepsi; antara entitas dan objek
geometri seperti garis, titik, lingkaran, yang karena itu tidak ditangkap dengan
indra tetapi dengan logika, ia berhubungan dengan obyek-obyek matematika dengan
contoh-contoh spesifik dari bentuk ideal. Menurut Plato, seperti yang dicatat
oleh Litlangs, proposisi matematika yang sejati dari hubungan antara obyek tak
berubah, mereka pasti benar yang menemukan matematika yang sudah ada sebagai kebenaran
"di luar sana" daripada menciptakan sesuatu dari mental kita sebagai kecenderungan,
dan sebagai objek yang dirasakan oleh indera kita, mereka hanya merupakan
contoh dan cepat berlalu dari ingatan kita.
Sementara
itu, Litlangs 2004, menambahkanbahwa bahwa Leibniz menganggap bahwa logika
berjalan bersamaan dengan matematika, sedangkan Aristoteles menggunakan
proposisi dari bentuk predikat, yaitu subjek dari logika, Leibniz berpendapat
bahwa subjek berisi predikat yang adalah sifat yang tak terbatas yang diberikan
oleh Tuhan. Menurut Leibniz, proposisi matematika tidaklah benar jika mereka
berurusan dengan entitas kekal atau ideal, tetapi karena penolakan mereka secara
logika tidak mungkin, maka proposisi matematika adalah benar tidak hanya untuk dunia
ini, tetapi juga untuk semua kemungkinan yang ada. Litlangs menyatakan bahwa
tidak seperti Plato, yang menanyakan untuk apalah sebuah bentuk fisik itu, sementara
Leibniz melihat pentingnya notasi, sebagai sebuah simbolisme perhitungan, dan
menjadi permulaan dari metode untuk membentuk dan mengatur karakter dan
tanda-tanda untuk mewakili hubungan antara pikiran matematika.
Litlangs
2004, mengungkapkan lebih lanjut bahwa Immanuel Kant menganggap entitas matematika
sebagai proposisi sintetik apriori-, yang tentu saja memberikan kondisi yang
diperlukan untuk pengalaman objektif; matriks ruang dan waktu, dan wadah
memegang bahan pengubah persepsi. Menurut Kant, matematika adalah gambaran
ruang dan waktu, jika terbatas pada pikiran, konsep-konsep matematika
diperlukan hanya konsistensi diri, tapi pembangunan konsep-konsep tersebut
melibatkan ruang yang memiliki struktur tertentu, yang oleh Kant digambarkan
pada geometri Euclidean. Litlangs mencatat bahwa bagi Kant, perbedaan antara
"dua" yang abstrak "dua piring" adalah tentang konstruksi logika
ditambah masalah empiris. Dalam analisisnya tentang infinitas, Kant menerima
pembedaan Aristoteles antara potensi tak terbatas dan potensi lengkap, tapi
tidak menganggap keduanya adalah mustahil. Kant merasa bahwa tak terhingga
lengkap adalah gambaran tentang alasan, secara internal konsisten, meskipun
tentu saja tidak pernah ditemui di dunia persepsi kita. Litlangs lebih lanjut
menegaskan bahwa Frege dan Russell dan pengikut mereka mengembangkan gagasan
Leibniz bahwa matematika adalah sesuatu yang secara logis tak terbantahkan; Hukum
Frege menggunakan logika ditambah definisi, dan merumuskan notasi simbolis
untuk alasan yang diperlukan. Namun, melalui rantai panjang penalaran,
simbol-simbol ini menjadi kurang jelas, dan merupakan transisi yang dimediasi
oleh definisi. Litlangs mencatat bahwa Russell melihat mereka sebagai kemudahan
notasi, langkah hanya dalam argumen, sedangkan Frege melihat mereka sebagai
menyiratkan sesuatu yang layak dari pemikiran yang cermat, sering menyajikan
konsep-konsep matematika penting dari sudut yang baru. Litlangs menemukan bahwa
sementara dalam kasus Russell definisi tidak memiliki eksistensi objektif,
dalam kasus Frege masalah ini tidak begitu jelas bahwa adalah definisi adalah
objek logis yang mengklaim keberadaan sama dengan entitas matematika lainnya.
Litlangs menyimpulkan bahwa, meskipun demikian, Russell menyelesaikan banyak paradoks
untuk membuat siatem Whitehead sebagai deskripsi yang monumental dari Principia
Mathematica.
Sementara
itu, Thompson, P., 1993, yang merasa terpengaruh gerakan kritis dari Cauchy dan
Weierstrass telah menjadi hati-hati tentang penggunaan matematika yang tak
terbatas, kecuali sebagai Facon de Parler dalam menyimpulkan teori atau
mengambil batas, di mana matematika benar-benar dianggap berfungsi sebagai
metafora, atau kiasan, untuk menyatakan keadaan secara terbatas. Thompson ingin
membandingkan antara penyanyi dengan kerja seorang matematikawan Leopod
Kronecker. Matematikawan Jerman Leopold Kronecker, yang sudah memiliki pengetahuan
matematika kemudian berkehendak untuk menulis ulang teori algebraic, dan bertujuan
untuk menjatuhkan keyakinan Cantor itu, tentang logika yang selama ini dia
yakini tentang penyelesaian tak terbatas yang sempurna signifikan. Menurut
Thompson, penyanyi telah mendesak lebih lanjut bahwa kita harus sepenuhnya siap
untuk menggunakan kata-kata yang akrab dan lazim dalam konteks yang sama sekali
baru, atau dengan mengacu pada situasi yang sebelumnya dengan tidak mempertimbangkannya
terlebih dulu; bahwa penyanyi telah dengan membabi buta membuat skema terbatas
dalam domain tak terbatas, baik dengan cara menghubungkan kardinal atau
kuantitas dalam himpunan terbatas atau tak terbatas. Thompson bersikeras bahwa
meskipun dia mengakui kerja matematika menggunakan intuisi, tetapi adalah
penting untuk membuat pendekatan pendekatan heuristik.
Thompson,
P., 1993, menjelaskan bahwa Gödel berpendirian bahwa intuisi kita dapat digunakan
untuk bekerja dalam domain yang sangat aksiomatis, seperti perpanjangan ZF,
atau kalkulus, sehingga memungkinkan kita untuk membuat pertimbanganyang baik
untuk menerima atau menolak hipotesis secara independen dari pra-teori atau
praduga tentang teori. Thompson menunjukkan bahwa Gödel dan Herbrand, secara
bersama-sama membuat klaim tentang demarkasi batas-batas kemampuan intuisi. Thompson menyimpulkan bahwa Gödel, dengan kemampuannya
dalam logika transendental, senang berpikir bahwa logika kita hanya sedikit tidak
fokus, dan berharap bahwa terdapat kesalahan kecil sehingga masih mampu melihat
secara tajam dan mampu berpikir matematika secara benar. Namun untuk hal ini,
dia berbeda pandangan dengan Zermelo dan Hilbert. Thompson menyatakan bahwa
Hilbert tidak akan dapat meyakinkan kita bahwa matematika itu bersifat konsistensi
untuk selamanya, karena itu kita harus puas jika sistem aksiomatis matematika seperti
yang dibuat Hilbert dianggap konsisten, jika kita tidak mampu membuktikannya.
Sementara
itu, Turan, H., 2004, menjelaskan bahwa Descartes membawa proposisi matematika
ke dalam keraguan saat ia meragukan semua keyakinan tentang hakekat akal sehat dengan
mengasumsikan bahwa semua keyakinan berasal dari persepsi tampaknya hanya
sampai pada anggapan awal bahwa masalah yang dihadapinya sebetulnya adalah
suatu keraguan tentang matematika, yaitu sebuah contoh dari masalah keraguan
tentang keberadaan zat. Turan berpendapat bahwa masalahnya bukan apakah kita
menghitung objek atau gambar yang sebenarnya kosong tapi apakah kita menghitung
apa yang kita menghitung dengan benar, ia berpendapat bahwa karya Descartes
adalah mungkin untuk mengekspos bahwa proposisi '2 +3 = 5 'dan argumen' Saya
berpikir, maka saya ada, "sama-sama jelas. Menurut Turan, Descartes tidak
menemukan epistemologinya pada bukti proposisi matematika, dan percobaan
keraguan tampaknya tidak memberikan hasil positif untuk operasi matematika.
Menurut Turan, kesadaran melaksanakan proposisi matematika yang tidak boleh
untuk meragukannya, dan kesadaran melakukan operasi matematika atau logika
adalah contoh dari "saya berpikir" dan karenanya argumen "Saya
menghitung, karena itu aku ada 'setara dengan' Saya pikir , maka saya ada '.
Turan menunjukkan bahwa jika kita berpendirian bahwa proposisi matematika tidak
bisa menimbulkan kesulitan bagi epistemologi Descartes yang menurutnya untuk
membangun pada kesadaran berpikir sendiri, maka dia tidak dapat dilihat untuk
menghindari pertanyaan. Turan menyimpulkan bahwa proposisi matematika dengan
sendirinya tidak bermanfaat jika mereka tidak boleh diragukan. Jika semua
proposisi matematika kemudian dapat diragukan oleh Rene Descartes, maka seluruh
logika umum tentunya juga akan diragukannya. Maka Rene Descartes kemudian
menemukan bahwa hanya terdapat satu saja hal yang tidak dapat diragukan yaitu
kenyataan bahwa dirinya itulah yang sedang meragukan. Oleh karena itu dia
menyimulkan bahwa dia ada karena berhasil meragukannya. Atau cogito ergosum,
saya berpikir maka saya ada. Tetapi kemudian Rene Descartes menemukan kenyataan
bahwa dia tidak mampu menjawab semua keraguan tersebut, maka dia menemukan
bahwa manusia, termasuk dia, adalah terbatas. Kemudian dia menyimpulkan
pastilah ada yang tak terbatas, yaitu diri Tuhan YME.
Turan, H.,
2004, bersikeras bahwa hubungan antara persepsi dan matematika dapat disangkal,
bagaimanapun membatasi pikiran kita dengan konteks dimana pengandaian ontologis
filosofis untuk refleksi pada persepsi dipertaruhkan; menurut dia, kita harus
mencatat pentingnya persepsi terhadap sifat eksistensi yang Descartes
menganggap terutama untuk tujuan epistemologis. Turan mencatat bahwa Descartes
tampaknya meninggalkan argumen bahwa Tuhan menipu untuk asumsi himpunan dan ini
hipotesis terakhir tampaknya untuk memanggil ke dalam keraguan eksklusif
keyakinan terkait dengan keberadaan dunia luar, karena itu, adalah mungkin
untuk menyatakan bahwa Descartes menyerah dalam mengejar pertanyaan tentang
kebenaran penilaian matematika, dan Descartes tampaknya memberkati adanya si jenius
jahat yang semata-mata dengan kekuatannys menipu pikirannya dalam hal yang
berkaitan dengan penilaian pada keberadaan hal-hal eksternal. Turan menemukan
bahwa Descartes selalu menganggap demonstrasi matematika antara kebenaran yang
paling jelas bahwa pikiran manusia dapat mencapai, dan menyebut mereka sebagai contoh
benda yang dapat berintuisi jelas dan jelas; Descartes merasa bahwa aritmatika
dan geometri bebas dari segala noda
kepalsuan atau ketidakpastian. Menurut Descartes, matematika yang bersangkutan
dengan obyek begitu murni dan sederhana bahwa mereka tidak membuat asumsi bahwa
pengalaman mungkin membuat tidak pasti, melainkan terdiri dalam menyimpulkan
kesimpulan melalui argumen rasional.
Selanjutnya,
Turan, H., 2004, bersikeras bahwa Descartes memakai eksistensi eksternal suatu obyek,
untuk melakukan kegiatan deduksi dan intuisi sebagai metode yang sah untuk memperoleh
pengetahuan. Bagi Descartes, intuisi adalah konsepsi pasti yang sederhana dari
pikiran yang jernih dan penuh perhatian yang berlangsung semata-mata dari
cahaya argumen dan pada kepercayaan lebih pasti dari deduksi, tapi pemikiran
yang tidak epistemologis akan kalah dengan intuisi manusia yang penuh
perhatian. Descartes mengklaim bahwa meskipun matematika secara ekstensif
menggunakan metode deduksi, namun dia mengatakan bahwa deduksi adalah metode tunggal
yang sah dan memegang intuisi yang sangat diperlukan sebagai alat untuk
memperoleh pengetahuan matematika, dan proposisi matematika memiliki tingkat
yang sama dengan kepastian sebagai argumen cogito ontologis yang pasti. Bagi
Descartes matematika adalah invariabel sehubungan dengan pengandaian ontologis,
tapi begitu dibawa ke dalam konteks percobaan keraguan terlihat bahwa itu
mengandung implikasi ontologis penting yang tampak sebagai objek matematika dan
operasi mengandaikan eksistensi. Lalu Descartes menyatakan bahwa:
Saya merasa bahwa saya sekarang ada, dan ingat
bahwa saya telah ada selama beberapa waktu, apalagi, saya memiliki pikiran
berbagai yang saya bisa menghitung, melainkan dalam cara-cara yang saya
mendapatkan ide-ide dari durasi dan jumlah yang saya kemudian dapat ditransfer
ke lain hal. Adapun semua elemen lain yang membentuk ide-ide dari hal-hal
jasmani, yaitu perluasan, bentuk, posisi dan gerakan, ini tidak secara resmi
terdapat dalam saya, karena saya hanyalah menjadi pemikiran, tetapi karena
mereka hanya mode suatu zat dan saya substansi, tampaknya mungkin bahwa mereka
yang terkandung dalam diriku nyata.
Selanjutnya, Turan, H., 2004, menegaskan bahwa ketergantungan fungsional dan
ontologis jumlah dan universal lain, membuat cogito di mana sebuah contoh
pemikiran di mana kedua bukti dan kepastian ontologis dapat dicapai dalam satu
langkah; epistemologis sebelum proposisi matematika yang mungkin , itu dianggap
terpisah dari konteks percobaan keraguan dan terlihat untuk mewujudkan bukti.
Menurut Turan, "saya menghitung, karena itu aku 'adalah epistemologis setara
dengan' Saya berpikir, maka saya '; kedua argumen kebal untuk diragukan, namun si
jenius jahat memang bisa membuat saya salah karena saya menghitung pikiran saya
atau penampilan, tetapi tidak bisa menipu saya dalam kesimpulan saya menarik
adanya fakta bahwa saya menghitung sudah cukup untuk membuktikan bahwa aku ada
terlepas dari apakah saya menghitung atau menambahkan atau melakukan operasi
matematika secara keliru. Turan menyimpulkan bahwa situasi ontologis didirikan
oleh eksperimen keraguan Cartesian telah membawa kendala epistemologis yang
serius; eksperimen menemukan bahwa sarana epistemologis memungkinkan kita untuk
mempekerjakan untuk pindah secara ontologis lebih lanjut, tentulah harus menjadi salah satu sumber daya
yang tepat dari situasi ontologis yang telah membatasi dirinya untuk tujuan
epistemologis, dalam kata lain, standar epistemologis eksperimen harus sesuai
dengan yang ditentukan oleh pengaturan ontologis percobaan keraguan. Turan
mencatat bahwa eksperimen menemukan nya sendiri dengan hal-hal yang bisa kita
sebut persepsi atau pikiran, di sebuah sudut pandang dari mana dia membuktikan
kejadian persepsi dan pikiran dan tidak bisa tahu dengan baik bagaimana mereka
dibeli, sedangkan Descartes karena itu bisa tergantung hanya pada berpikir
bahwa ia memiliki persepsi atau pikiran dalam penyelidikan epistemologis untuk
mendirikan sebuah kepastian yang tidak dapat dipengaruhi oleh argumen dari
percobaan keraguan.
Podnieks, K., 1992, menguraikan bahwa sebelum Kant, matematika dipandang
sebagai dunia empiris, tetapi khusus dalam satu cara penting yang sifat yang
diperlukan dunia ditemukan melalui bukti matematika, namun untuk membuktikan
sesuatu yang salah, seseorang harus menunjukkan hanya bahwa dunia mungkin
berbeda. Dalam hal masalah epistemologis, Posy diberitahu bahwa ilmu pada
dasarnya merupakan generalisasi dari pengalaman, tetapi hal ini dapat
memberikan hanya pilihan saja, sifat yang mungkin dari dunia yang itu bisa saja
sebaliknya. Di sisi lain, ilmu pengetahuan hanya memprediksi bahwa masa depan
akan mencerminkan masa lalu, sedangkan matematika adalah tentang dunia empiris,
tetapi biasanya metode untuk pengetahuan berasal dari pengetahuan kontingen,
bukan keharusan bahwa matematika murni memberi kita, dalam jumlah, Posy
menyimpulkan bahwa Kant ingin pengetahuan yang diperlukan dengan pengetahuan
empiris. Posy kemudian menguraikan langkah yang dilakukan oleh Kant dalam memecahkan
masalah dalam beberapa langkah: pertama, bahwa obyek dalam dunia empiris
merupakan penampakan atau fenomena di mana, secara alami, mereka hanya memiliki
sifat bahwa kita mengenal mereka dari pengalaman, mereka bukanlah hal dalam
diri mereka. Posy menemukan bahwa Kant mengatakan kita harus menjadi seorang
idealis di mana sifat dari obyek adalah hanya apa yang dipahami, tidak ada
sifat obyek yang berada diluar pengalaman kita. Kedua, Kant menyarankan untuk
membangun ke dalam pikiran kita dua bentuk intuisi dan persepsi sehingga setiap
persepsi yang kita miliki adalah terbentuk oleh bentuk Ruang dan Waktu, menurut
Kant,ini, sebenarnya, bagian dari pikiran, dan bukan sesuatu pikiran mengambil
dari pengalaman; dan dengan demikian, objek empiris selalu bersifat
spasio-temporal.
Selanjutnya,
Posy, C., 1992, menunjukkan bahwa, menurut Kant, kita mengenal sifat
spasio-temporal dengan cara a priori, dan dalam mempelajari sifat
spasio-temporal, kita hanya mempelajari diri kita sendiri, dan kemampuan
persepsi kita. Menurut Kant, matematika hanyalah ilmu yang mempelajari sifat
spasio-temporal dari objek dengan mempelajari sifat ruang dan waktu; dan dengan
demikian, matematika adalah belajar dari bentuk abstrak persepsi. Dalam hal ide
ke takhinggan maka hukum-hukumnya tidak tunduk pada persepsi, Kant, seperti
yang ditunjukkan oleh Posy, membuat perbedaan antara intuisi empiris yaitu
intuisi dari indera yang selalu terbatas dan intuisi murni. Posy menunjukkan
bahwa studi tentang kemungkinan intuisi empiris di mana batas yang terbatas
tidak diperkenalkan di kedua arah, dan matematika tidak menangani hal ini.
Menurut Kant matematika memungkinkan membagi interval kecil dan perluasan
interval besar, ini berarti kita bisa mendiskusikan jumlah yang lebih kecil dan
lebih kecil tanpa memperkenalkan jumlah terkecil misalnya jika kita ingin
membuktikan interval ini dibagi, kita dapat melakukan ini dengan memilih
interval; menunjukkan itu habis dibagi, dan abstrak dari ukuran sebenarnya, dan
biarkan mewakili gagasan interval dipahami.
Kant
menyatakan bahwa matematika murni, sebagai kognisi a priori, hanya mungkin
dengan mengacu pada benda selain yang diindra, di mana, di dasar intuisi
empiris mereka terletak sebuah intuisi murni (ruang dan waktu) yang a priori.
Kant mengklaim bahwa ini mungkin, karena intuisinya yang terakhir tidak lain
adalah bentuk sensibilitas belaka, yang mendahului penampilan yang sebenarnya
dari objek, dalam hal ini, pada kenyataannya, membuat mereka mungkin; namun ini
merupakan kemampuan berintuisi a priori yang mampu memahami fenomena non fisik.
Kant menggambarkan bahwa dalam prosedur biasa kita memerlukan pengetahuan
geometri, bahwa semua bukti tentang similaritas dari dua benda yang diberikan
akhirnya akhirnya diperoleh; yang ternyata tidak lain bahwa bukti itu sampai
pada intuisi langsung, dan intuisi ini harus murni, dan bersifat a priori. Jika
proposisi tidak mempunyai kebenaran matematika yang tinggi, maka hal tersebut
tidak dapat disimpulkan dari hanya memperoleh kepastian empiris saja. Kant
lebih jauh menyatakan bahwa di mana-mana ruang memiliki tiga dimensi, dan pada
suatu ruang berlaku dalil bahwa tidak lebih dari tiga garis lurus dapat
memotong pada sudut yang tepat di satu titik.
---SELESAI---
REFERENCE
------, 1999, Category Theoretic
Perspectives on the Foundations of Mathematics, RBJ, http://www.rbjones.com/rbjpub/rbj.htm
-------,
2003, Aristotelian Logic, Wikipedia, the free encyclopedia, http://en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL
-------,
2003, Cognitive science of mathematics, Wikipedia, the free encyclopedia. http://en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL
-----,
2003, Quasi-empiricism in mathematics,
Wikipedia, GNU Free
Documentation License.
------,
2003, Second-Order Logic, Wikipedia,
the free encyclopedia, http://en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL
-------,
2003, Term Logic, Wikipedia, the free encyclopedia, http://en.wikipedia.org/wiki/ GNU_FDL
--------,
2004, A philosophy of mathematical truth,
Mountain Math Software, webmaster@mtnmath.com
--------,
2004, Expanding Mathematics, Mountain
Math Software, webmaster@mtnmath. com
--------,
2004, Extending mathematics, Mountain
Math Software, webmaster@mtnmath. com
-------,
2004, Logical Operator, Wikipedia,
the free encyclopedia, http://en.wikipedia.org/
wiki/GNU_FDL
-------,
2004, Value and Quantity, http://home.mira.net/~andy/works/value.htm
-------,
2004, Formal mathematics, Mountain
Math Software, webmaster@mtnmath.com
, Paideia, Philosophy of Mathematics, aweir@clio.arts.qub.ac.uk
, RBJ,
http://www.rbjones.com/rbjpub/rbj.htm
-------,1997,
Category Theory
and The Foundations of Mathematics
-------,1997,
Foundations of mathematics Wikipedia, the free encyclopedia. http://en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL
-------,1997,
Method of Formal Logical Analysis,
RBJ, http://www.rbjones. com/rbjpub/rbj.htm
-------,1997,
The Philosophy of Mathematics, RBJ,
http://www.rbjones. com/rbjpub/rbj.htm
-------,1998,
Mathematical Logicism, RBJ, http://www.rbjones.com/rbjpub/rbj.htm
-------,2004, Non-Euclidean Geometry, http://www.geocities.com/CapeCanaveral/
/philosophy/hilbert.htm
Bell, J., 2000, Infinitary Logic,
Stanford Encyclopedia of Philosophy, http://plato. standford.edu/cgi-
bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry/wcp/MainMath.htmarchinfo.cgi?entry
Berggren,
J.L., 2004, The Foundation of
Mathematics: Mathematics in ancient Mesopotamia,
Encyclopaedia Britannica, http://www.google.search
Berggren,
J.L., 2004, The Foundation of
Mathematics: Mathematics during the Middle Ages
and
Renaissance, Encyclopaedia Britannica,
http://www.google.search
Berkeley,
G., 1735, A Defence Of Free-Thinking In
Mathematics, http://www. maths.tcd.ie/~dwilkins/Berkeley/
Bold,
T., 2004, Concepts on Mathematical
Concepts, http://www.usfca.edu/philosophy/
discourse/8/bold.doc.
Boole,
G., 1848, The Calulus of Logic,
Cambridge and Dublin Mathematical Journal
Vol. III , pp. 183-98, Transcribed
by D.R. Wilkins , Wikipedia,
the free encyclopedia,
Bridges,
D., 1997, Constructive Mathematics,
Stanford Encyclopedia of Philosophy, http://plato.standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry=constructive- mathematics
Burris,
S., 1997, Principia Mathematica: Whitehead and Russell, http://www.thoralf. uwaterloo.ca/htdocs/atext.htm#primcipia
Carnap,
R., 1998, Logical Syntax, RBJ, http://www.rbjones.com/rbjpub/rbj.htm
courses/factual/papers/YabloNominalistdaniel.stoljar@colorado.edu
Davis and Hersh, 2004, Math Proof, http://www.calvin.edu/~rpruim/
courses/m100/S03/ activities/proof.pdf.
Field, H., 1999, Which Undecidable
Mathematical Sentences Have Determinate Truth Values?, RJB,
Encyclopedia
of Philosophy, http://plato.standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/
Folkerts,
M., 2004, Mathematics in the 17th and
18th centuries, Encyclopaedia Britannica,
Ford
& Peat, 1988, Mathematics as a
language, Wikipedia, the free encyclopedia,
Galton,
A., 2003, Temporal Logic, Stanford Encyclopedia of Philosophy,
http://plato. standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry
Garson,
J., 2003, Modal Logic, Stanford Encyclopedia of Philosophy,
http://plato. standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry
Godel,
K., 1961, The modern development of the
foundations of mathematics in the light of
philosophy, Source:
Kurt Gödel, Collected Works,
Volume III (1961), Oxford University
Press, 1981, http://www.marxist.org/reference/subject/
Hammer,
E.M., 1996, Pierce’s Logic, Stanford
Encyclopedia of Philosophy, http://plato.standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry
Harrison,
J., 1996, The History of Formal Logic,
http://www.rbjones.com/rbjpub/rbj.htm
Hempel,
C.G., 2001, On the Nature of Mathematical
Truth, http://www.ltn.lv/ ~podniek/gt.htm
Hilbert,
D., 1972, The Foundations of Mathematics,
Source: The
Emergence of Logical Empiricism
(1996),Garland Publishing Inc, http://www.marxist.org/reference/ subject
Irvine,
A.D., 1997, Russell's Paradox, Stanford
Encyclopedia of Philosophy, http://plato.standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry
Irvine,
A.D., 2003, Principia Mathematica,
Stanford Encyclopedia of Philosophy, http://plato.standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry=principia
mathematica
Jones,
R.B.,1997, A Short History of Rigour in Mathematics, http://www.rbjones. com/rbjpub/rbj.htm
Kalderon,
M.E., 2004, The Foundations of Arithmetic,
http://www.kalderon. demon.co.uk/FA.pdf.
Kant,
I., 1787, The Critic of Pure Reason:
First Part, Transcendental Aesthetic, ranslated
by by F.
Max Muller
Kemerling, G., 2002, Formal
Logic, http://www.philosophypages.com/lg/
Kemerling, G., 2002, Logical
Positivism, http://www.philosophypages.com/lg/
Kemerling,
G., 2002, Russell: Philosophy as Logical
Analysis, http://www. philosophypages.com/refferal/contact.htm
Knorr,
W.R., 2004, Mathematics in medieval Islām, Encyclopaedia Britannica, http://www.google.search
Koetsier,
T., 1991, Lakatos' Philosophy of
Mathematics, A Historical Approach, http://www.xiti.com/xiti.asp?s78410
Lakatos, I., and Tymoczko,T., 2004, Philosophy of mathematics, Wikipedia, the free encyclopedia,
http://en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL
Landry,
E., 2004, Semantic Realism: Why
Mathematicians Mean What They Say,
Langer,
S.K., 1997, Symbolic Logic, Murray
Cumming, http://www.
murrayc.com/index
Linnebo,
Ø, 2004, Review of Stewart Shapiro,
Philosophy of Mathematics: Structure and Ontology,http://www.google.com/search?q=cache:TbGbWdk902cJ:folk.uio.no/oy steinl/SS.pdf++structure+mathematics+philosophy&hl=en&ie=UTF-8
Linsky,
B., 2001, Logical Construction,
Stanford Encyclopedia of Philosophy, http://plato.standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry
Litlangs,
2004, Math Theory, Poetry Magic,
editor@poetrymagic.co.uk
Mares,
E., 1998, Relevance Logic, Stanford
Encyclopedia of Philosophy, http://plato.standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry
mathsf/journalf/jul99/art1
Moschovakis,
J., 2002, Intuitionistic Logic, Stanford Encyclopedia of Philosophy, http://plato.standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry=logic-intuitionistic
Mrozek,
J., 2004, The Problems of Understanding
Mathematics, Paideia Philosophy of Mathematics,
http://www.bu.edu/wcp/Papers/Math/MathMroz.htm#top
Muller,
F.A., 1998, Abstract of Structuralism and
Mathematics, http://validator.w3.org/
check?uri=http://www.phys.uu.nl/~wwwgrnsl/abstracts/m ulle981106.html
Nikulin, D., 2004, Platonic Mathematics: Matter,
Imagination and Geometry-Ontology, Natural
Philosophy and Mathematics in Plotinus, Proclus and Descartes, http://www.amazon.com/exec/obidos/AZIN/075461574/wordtradecom
O’Connor,
J.J and Robertson, E.F., 1999, Pythagoras
of Samos, http://www- history.mcs.st-
andrews.ac.uk/history/Mathematicians/Pythagoras.html
O’Connor,
J.J and Robertson, E.F., 2000, Pythagoras's theorem in Babylonian mathematics,
Oddie, G., 2001, Truthlikeness, Stanford Encyclopedia of
Philosophy, Paideia, Philosophy of Mathematics,
elaine@philo.mcgill.ca
Peckhaus,
V., 2004, 19th Century Logic between
Philosophy and Mathematics, http:// www.phil.unierlangen.de/~p1phil/personen/peckhaus/texte/logic_phil_math.html
Peterson,
I., 1998, The Limits of Mathematics,
The Mathematical Association of America, http://www.sciencenews.org/
Gray,
J.J., 2004, Mathematics in China and
Japan, Encyclopaedia Britannica, http://www.google.search
Pietroski,
P., 2002, Logical Form, Stanford
Encyclopedia of Philosophy, http://plato. standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?
Platonic
Solids, http://math.unipa.it/~grim/SiSala2.PDF.
Podnieks,
K., 1992, Platonism, Intuition And The Nature Of Mathematics,
http://www.ltn.lv/~podnieks/gt.html
Podnieks,
K., 1992, Himpunan theory, axioms,
Zermelo, Fraenkel, Frankel, infinity, Cantor, Frege,
Russell, paradox, formal,
axiomatic, Russell paradox, axiom, axiomatic himpunan theory,
comprehension, axiom of
infinity, ZF, ZFC, http://www.ltn.lv/ ~podnieks /gt.html
Polski,
2003, Mathematical proof, http://www.ltn.lv/~podnieks/gt.html
Posy,
C., 1992, Philosophy of Mathematics, http://www.cs.washington.edu/
homes/ gjb.doc/philmath.htm
Priest,
G., and Tanaka, K., 2000, Paraconsistent
Logic, Stanford Encyclopedia of Philosophy,
Reed,
I., 1998, An overview of Babylonian
mathematics, The Math Forum, http:// mathforum.org/
Ross,
D.S., 2004, Foundation Study Guide,
http://www.ideas/philosophy.asp
Ross,
K.L., 1999, The Ontology and Cosmology of Non-Euclidean Geometry, http:// www.friesian.com/ross/
Rowland,
T., 2000, Rational and Irrational Numbers,
http://www.nrich.math.org.uk/
Shalizi,
C., 1996, The Bactra Review: Occasional
and eclectic book reviews: Mathematical
Logic
by Willard Van Orman Quine Revised Edition, Harper & Row, 1962, http://www.bu.edu/wcp/Papers/Math/Mathland.htm
Shapiro,
S, 2000, Classical Logic, Stanford Encyclopedia of Philosophy,
http://plato. standford.edu/
cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry=logic-classical
Shook,
J.R., 2002, Dewey and Quine on the Logic
of What There Is, Stanford Encyclopedia
of
Philosophy, http://plato.standford.edu/cgibin/encyclopedia/
Stefanik,
1994, Structuralism, Category Theory and
Philosophy of Mathematics, Washington:
MSG
Press, http://www.mmsygrp.com/mathstrc.htm
Swoyer,
C., 2000, Uses of Properties in the
Philosophy of Mathematics, Stanford
Thompson,
P.,1993, The Nature And Role Of Intuition In Mathematical
Epistemology, University College,
Oxford University, U.K,
E-Mail: Thompson@Loni.Ucla.Edu
Turan,
H., 2004, The Cartesian Doubt Experiment
and Mathematics,http://www.bu.edu
Weir
A., 2004, A Neo-Formalist Approach to
Mathematical Truth, http://en. wikipedia.org/wiki/GNU_FDL
Wilkins
, D.R., 2004, Types of
Mathematics, http://www.maths.tcd.ie/~dwilkins/
Yablo,
S., 2004, Why I am Not a Nominalist, http://www.nyu.edu/gsas/dept/philo/
Zalta,
E.N., 2003, Frege's Logic, Theorem, and
Foundations for Arithmetic, Stanford Encyclopedia
of Philosophy, http://plato.standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/
Risalah penting dari periode awal matematika Islam banyak yang hilang, sehingga ada pertanyaan yang belum terjawab masih banyak tentang hubungan antara matematika Islam awal dan matematika dari Yunani dan India. Selain itu, jumlah jumlah dokumen yang relatif sedikit menyebabkan kita mengalami kesulitan untuk menelusuri sejauh mana peran matematikawan Islam dalam pengembangan matematika di Eropa selanjutnya. Tetapi yang jelas, sumbangan matematikawan Islam cukup besar bersamaan dengan kebangkitan pemikiran modern yang muncul himpunanelah jaman kegelapan sampai sekitar abad ke 15 himpunanelah masehi.
Warisan Matematika Yunani, terutama dalam geometri , sangat besar. Dari periode awal orang-orang Yunani merumuskan tujuan matematika tidak dalam hal prosedur praktis tetapi sebagai disiplin teoritis berkomitmen untuk mengembangkan proposisi umum dan demonstrasi formal. Kisaran dan keragaman temuan mereka, terutama yang dari abad SM-3, geometri telah menjadi materi pelajaran selama berabad-abad himpunanelah itu, meskipun tradisi yang ditransmisikan ke Abad Pertengahan dan Renaissance tidak lengkap dan cacat.
Peningkatan pesat dari matematika di abad ke-17 didasarkan sebagian pada pembaharuan terhadap matematika kuno dan matematika pada jaman Yunani. Mekanika dari Galileo dan perhitungan-perhitungan yang dibuat Kepler dan Cavalieri, merupakan inspirasi langsung bagi Archimedes. Studi tentang geometri yang dilakukan oleh Apollonius dan Pappus dirangsang oleh pendekatan baru dalam geometri-misalnya, analitik yang dikembangkan oleh Descartes dan teori proyektif dari Desargues Girard.
Wilkins, DR, 2004, menjelaskan bahwa terdapat beberapa definisi tentang matematika yang berbeda-beda. Ahli logika Whitehead menyatakan bahwa matematika dalam arti yang paling luas adalah pengembangan semua jenis pengetahuan yang bersifat formal dan penalarannya bersifat deduktif. Boole berpendapat bahwa itu matematika adalah ide-ide tentang jumlah dan kuantitas. Kant mengemukakan bahwa ilmu matematika merupakan contoh yang paling cemerlang tentang bagaimana akal murni berhasil bisa memperoleh kesuksesannya dengan bantuan pengalaman. Von Neumann percaya bahwa sebagian besar inspirasi matematika terbaik berasal dari pengalaman. Riemann menyatakan bahwa jika dia hanya memiliki teorema, maka ia bisa menemukan bukti cukup mudah. Kaplansky menyatakan bahwa saat yang paling menarik adalah bukan di mana sesuatu terbukti tapi di mana konsep baru ditemukan. Weyl menyatakan bahwa Tuhan ada karena matematika adalah konsisten dan iblis ada karena kita tidak dapat membuktikan matematika konsistensi ini. Hilbert menyimpulkan bahwa ilmu matematika adalah kesatuan yang konsisten, yaitu sebuah struktur yang tergantung pada vitalitas hubungan antara bagian-bagiannya, dan penemuan dalam matematika dibuat dengan penyederhanaan metode, menghilangnya prosedur lama yang telah kehilangan kegunaannya dan penyatuan kembali unsur-unsurnya untuk menemukan konsep baru.
Di sisi lain, Podnieks, K., 1992, menyatakan bahwa konsep bilangan asli dikembangkan dari operasi manusia dengan koleksi benda-benda kongkrit, namun tidak mungkin untuk memverifikasi pernyataan seperti itu secara empiris dan konsep bilangan asli sudah yang stabil tentang dan terlepas dari sumber yaitu sebenarnya. Hubungan kuantitatif dari himpunanbenda-benda fisik dalam praktek manusia, dan mulai bekerja sebagai model mandiri yang kokoh. Menurut dia, sistem bilangan asli adalah idealisasi hubungan-hubungan kuantitatif; di mana orang memperolehnya dari pengalaman mereka dengan himpunan dan ekstrapolasi aturan ke himpunan yang jauh lebih besar (jutaan hal) dan dengan demikian situasi idealnya menjadi nyata. Dia menegaskan bahwa proses idealisasi berakhir kokoh, tetap, dan mandiri , sementara bangun-bangun fisiknya berubah. Sementara konsep matematika diperoleh dengancara melepaskan sebagian besar sifat-sifatnya kemudian untuk memikirkan sebagian kecil sifat-sifat tertentunya saja. Hal demikian yang kemudian disebut sebagai abstraksi. Sementara sifat-sifat yang tersisa yang memang harus dipelajari, diasumsikan bahwa mereka mempunyai sifat yang sempurna; misal bahwa lurus adalah sempurna lurus, lancip adalah sempurna lancip, demikian himpunanerusnya. Yang demikian itulah yang kemudian dikenal sebagai idealisasi.
Chaitin membuktikan bahwa suatu prosedur tidak dapat menghasilkan hasil yang lebih kompleks dari pada prosedur itu sendiri, dengan kata lain, dia membuat teori bahwa wanita berbobot 1-pon tidak bisa melahirkan bayi berbobot 10-pon. Wanita berbobot 10 pon tidak bisa melahirkan bayi 100 pon, dst. Sebaliknya, Chaitin juga menunjukkan bahwa tidak mungkin membuat prosedur untuk membuktikan bahwa sejumlah kompleksitas bersifat acak, maka, sejauh bahwa pikiran manusia adalah sejenis komputer, mungkin ada jenis kompleksitas begitu mendalam dan halus yang akal kita tidak pernah bisa memahami nya; urutan apapun yang mungkin terletak pada kedalaman akan dapat diakses, dan selalu akan muncul untuk kita sebagai keacakan. Pada saat yang sama, membuktikan bahwa berurutan adalah acak juga dapat mengatasi kesulitan, tidak ada cara untuk memastikan bahwa kita tidak diabaikan. Peterson, I., 1998, menyatakan bahwa hasil Chaitin ini menunjukkan bahwa kita jauh lebih mungkin untuk menemukan keacakan dari ketertiban dalam domain matematika tertentu; kompleksitas versin teorema Godel menyatakan bahwa meskipun hampir semua bilangan adalah acak, tidak ada sistem formal aksiomatis yang akan memungkinkan kita untuk membuktikan fakta ini.
Pietroski, P., 2002, menyatakan bahwa formulasi skema logis memerlukan variabel dalam proposisi; proposisi adalah istilah seni untuk apapun variabel di atas direpresentasikan dalam berbagai berani lebih dan dengan demikian merupakan hal-hal yang bisa benar atau salah, sebab mereka adalah tempat potensial / yaitu kesimpulan. hal yang bisa mencari dalam kesimpulan yang valid. Dia mengatakan bahwa kesimpulan dapat menjadi proses mental dimana pemikir menarik kesimpulan dari beberapa tempat, atau proposisi pemikir akan menerima mungkin sementara atau hipotetis jika dia menerima lokasi dan kesimpulan, dengan satu proposisi ditunjuk sebagai konsekuensi dugaan orang lain. Dia mencatat bahwa tidak jelas bahwa semua kesimpulan sempurna adalah contoh dari beberapa bentuk yang valid, dan dengan demikian kesimpulan yang impeccability adalah
karena bentuk proposisi-proposisi yang relevan, tetapi pikiran ini menjabat sebagai ideal untuk studi inferensi, himpunanidaknya sejak pengobatan Aristoteles tentang contoh seperti. Menurut dia, Aristoteles membahas berbagai kesimpulan tertentu, yang disebut silogisme, yaitu melibatkan quantificational proposisi. ditunjukkan dengan kata-kata seperti "setiap 'dan' beberapa”.
Nikulin, D., 2004, menemukan bahwa Platonis dianggap bahwa obyek matematika dianggap entitas intermediate antara hal-hal fisik (obyek) dan niskala, hanya masuk akal, entitas (pengertian). Menurut dia, dalam tradisi Platonis, kecerdasan, dilihat dari kategori kehidupan, mampu hamil prinsip pertama; ditafsirkan sebagai dan aktualitas murni, intelek selanjutnya disajikan melalui perbedaan antara pikiran sebagai berpikir dan berpikir sebagai masuk akal , sebagai objek pemikiran yang ada dalam komunikasi terganggu; pada pemikiran, bertentangan diskursif, pada dasarnya terlibat dalam argumentasi matematis dan logis, tidak lengkap dan hanya parsial. terus menerus dan tidak terdiri dari bagian tak terpisahkan. Nikulin menunjukkan bahwa untuk Platonis alasan diskursif melakukan kegiatannya di sejumlah langkah berurutan dilakukan, karena, tidak seperti intelek, tidak mampu mewakili obyek pemikiran secara keseluruhan dan kompleksitas yang unik dan dengan demikian harus memahami bagian objek dengan sebagian, dalam urutan tertentu. Sementara, Folkerts, M., 2004, menunjukkan bahwa Platonis percaya bahwa realitas abstrak adalah kenyataan. Dengan demikian, mereka tidak memiliki masalah dengan kebenaran karena objek di bagian ideal matematika memiliki sifat. Sebaliknya Platonis memiliki masalah epistemologis - seseorang dapat memiliki pengetahuan tentang objek di bagian ideal matematika, mereka tidak dapat menimpa pada indera kita dengan cara apapun.
Istilah "dasar atau landasan matematika" kadang-kadang digunakan untuk bidang tertentu dari matematika itu sendiri, yaitu untuk logika matematika, teori himpunan aksiomatik, teori bukti dan teori model; pencarian dasar matematika Adalah juga pertanyaan sentral dari filosofi matematika: atas dasar apa dapat laporan utama matematika disebut "benar"? Paradigma matematika saat ini dominan didasarkan pada teori himpunan aksiomatik dan logika formal; semua teorema matematika hari ini dapat dirumuskan sebagai teorema teori disusun; kebenaran pernyataan matematika, dalam pandangan ini, kemudian apa-apa kecuali klaim bahwa pernyataan itu dapat berasal dari aksioma teori himpunan menggunakan aturan logika formal. Namun, pendekatan formalistik tidak menjelaskan beberapa isu seperti mengapa kita harus menggunakan aksioma yang kita lakukan dan bukan orang lain, mengapa kita harus menggunakan aturan logika yang kita lakukan dan bukan lainnya, mengapa "benar" pernyataan matematika tampaknya benar dalam dunia fisik; dimana Wigner disebut ini sebagai efektivitas yang tidak masuk akal matematika dalam ilmu fisika. -----, 1997, Dasar-dasar matematika Wikipedia, ensiklopedia bebas. http://en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL.
Kita mungkin mempertanyakan apakah mungkin bahwa semua pernyataan matematika, bahkan kontradiksi, dapat diturunkan dari aksioma-aksioma teori mengatur, apalagi, sebagai konsekuensi dari teorema ketidaklengkapan Gödel kedua, kita tidak pernah bisa yakin bahwa ini tidak terjadi. Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa dalam realisme matematika, kadang-kadang disebut Platonisme, keberadaan dunia objek matematika independen dari manusia ini mendalilkan; kebenaran tentang obyek ditemukan oleh manusia, dalam pandangan ini, hukum alam dan hukum-hukum matematika memiliki status yang sama, dan "efektivitas" berhenti menjadi "masuk akal" dan tidak aksioma kita, tetapi dunia yang sangat nyata dari objek matematika membentuk yayasan. Ia menjelaskan bahwa pertanyaan yang jelas, kemudian, adalah: bagaimana kita mengakses dunia ini, beberapa teori modern dalam filsafat matematika menyangkal keberadaan yayasan dalam arti asli; beberapa teori cenderung berfokus pada praktek matematika, dan bertujuan untuk? menggambarkan dan menganalisis kerja aktual yang hebat matematika sebagai kelompok sosial, sedangkan, yang lain mencoba untuk menciptakan ilmu pengetahuan kognitif matematika, dengan fokus pada kognisi manusia sebagai asal dari keandalan matematika ketika diterapkan pada 'dunia nyata', dan karena itu, ini teori akan mengusulkan untuk menemukan dasar hanya dalam pemikiran manusia, tidak dalam 'tujuan' di luar konstruk. Singkatnya, masalah ini masih kontroversial. (-----, 1997, Dasar-dasar matematika Wikipedia, ensiklopedia bebas. Http://en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL)
Podnieks, K, 1992, berpendapat apakah matematika hanya sebuah ilmu pengetahuan abstrak dengan definisi yang ketat yang hanya masalah pembuktian dan kejam, atau tentang dunia fisik tapi kita harus belajar bagaimana menggunakan teori yang tepat tentang apa yang kita rasakan di yang kita perlu teori intuisi untuk memungkinkan kita untuk menjaga bagian infinitary matematika. Ia menunjukkan bahwa dalam matematika, ini, diakui bahwa masalah timbul karena kejelasan un-yang hebat matematika memiliki sekitar hubungan antara metode geometris dan metode numerik; metode geometris yang memungkinkan sangat kecil terlalu tidak tepat dan ini menyebabkan pengenalan aritmatika teknik untuk mempelajari analisis sangat kecil untuk memberikan kekakuan yang kembali ke ide-ide Pythagoras. Sementara Kalderon, ME, 2004, menyatakan bahwa untuk mengembalikan "standar Euclidean lama kekakuan" dengan memberikan bukti jelas klaim aritmatika yang memenuhi dua kondisi bahwa asumsi himpunaniap eksplisit dinyatakan, dan himpunaniap transisi inferensial adalah sesuai dengan aturan mengakui . Dia mengatakan bahwa dorongan baru dari kekakuan dalam geometri dan analisis yang telah menuai berbuah dengan mengungkapkan "batas berlaku" theorems penting, dengan membuat eksplisit prinsip-prinsip dapat disimpulkan bahwa secara implisit memandu penilaian kita kita dapat sampai pada metode umum pembentukan konsep yang dapat membantu kita untuk memecahkan pertanyaan matematika terbuka. Kalderon mengklaim bahwa dengan mengurangi jumlah penilaian yang diterima tanpa bukti kita mencapai ekonomi teoritis yang berharga, bahkan jika kebenaran adalah jelas masih merupakan muka matematis untuk membuktikannya.
Kant, 1787, berpendapat bahwa matematika adalah produk murni alasan, dan terlebih lagi adalah benar-benar kimis, ia menemukan bahwa semua kognisi matematika memiliki keganjilan ini dan pertama kali harus menunjukkan konsep dalam intuisi visual dan memang apriori, oleh karena itu dalam intuisi yang tidak empiris, tetapi murni; tanpa ini, matematika tidak dapat mengambil satu langkah, oleh karena keputusan-keputusannya selalu visual, yaitu, intuitif;. sedangkan filsafat harus puas dengan penilaian diskursif dari konsep-konsep belaka, dan meskipun mungkin menggambarkan doktrin-doktrinnya melalui sosok visual, tidak pernah dapat memperoleh mereka dari itu. Di sisi lain, Kant mengklaim bahwa intuisi empiris memungkinkan kita tanpa kesulitan untuk memperbesar konsep yang kita bingkai dari suatu obyek dari intuisi, dengan predikat baru, yang intuisi itu sendiri menyajikan secara sintetis dalam pengalaman, sedangkan intuisi murni melakukannya juga, hanya dengan perbedaan ini , bahwa dalam kasus terakhir penghakiman kimis adalah apriori tertentu dan apodeictical, dalam, mantan hanya posteriori dan empiris tertentu; karena yang terakhir ini hanya berisi apa yang terjadi pada intuisi empiris kontingen, tetapi yang pertama, yang tentu harus ditemukan dalam intuisi murni. Menurut Kant, karena intuisi adalah suatu representasi sebagai segera tergantung pada keberadaan objek, tampaknya tidak mungkin untuk intuisi dari awal apriori, karena intuisi akan dalam acara yang berlangsung tanpa baik mantan atau benda hadir untuk merujuk untuk, dan oleh konsekuensi tidak bisa intuisi.
Selanjutnya, Kant, 1787, berpendapat bahwa intuisi matematika murni yang meletakkan pada dasar dari semua kognisi dan penilaian yang muncul sekaligus apodiktis dan diperlukan adalah Ruang dan Waktu, karena matematika harus terlebih dahulu memiliki semua konsep dalam intuisi, dan matematika murni intuisi murni, maka, matematika harus membangun mereka. Menurut Kant, Geometri didasarkan pada intuisi murni ruang, dan, aritmatika menyelesaikan konsep angka dengan penambahan berurutan dari unit dalam waktu; dan mekanik murni terutama tidak dapat mencapai konsep gerak tanpa menggunakan representasi waktu. Kant menyimpulkan bahwa matematika murni, sebagai kognisi kimis apriori, hanya mungkin dengan mengacu ada benda selain yang indra, di mana, di dasar intuisi empiris mereka terletak sebuah intuisi murni (ruang dan waktu) yang apriori. Kant menggambarkan bahwa dalam prosedur biasa dan perlu geometers, semua bukti kesesuaian lengkap dari dua angka yang diberikan akhirnya datang ini bahwa mereka mungkin dibuat bertepatan; yang ternyata tidak lain proposisi kimis beristirahat pada intuisi langsung, dan intuisi ini harus murni, atau diberikan secara apriori, jika proposisi tidak dapat peringkat sebagai apodictically tertentu, tetapi akan memiliki kepastian empiris saja. Kant selanjutnya menyimpulkan bahwa dasar matematika sebenarnya intuisi murni, sedangkan deduksi transendental tentang konsep-konsep ruang dan waktu menjelaskan, pada saat yang sama, kemungkinan matematika murni.
Kant, 1787, menyatakan bahwa penilaian Matematika semua kimis dan ia berpendapat bahwa fakta ini tampaknya sampai sekarang telah sama sekali lolos dari pengamatan mereka yang telah dianalisis akal manusia; bahkan tampaknya langsung menentang semua dugaan mereka, meskipun tak diragukan tertentu, dan yang paling penting dalam konsekuensinya. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa untuk saat ditemukan bahwa kesimpulan yang hebat matematika semua berjalan sesuai hukum kontradiksi seperti yang dituntut oleh semua kepastian apodiktis, pria meyakinkan dirinya sendiri bahwa prinsip-prinsip dasar yang dikenal dari hukum yang sama. "Ini adalah kesalahan besar", katanya. Dia kemudian menyampaikan alasan bahwa untuk proposisi sintetis memang bisa dipahami menurut hukum kontradiksi, tetapi hanya dengan mengandaikan lain proposisi sintetis dari yang berikut, tetapi tidak pernah dalam dirinya sendiri. Kant mengemukakan bahwa semua prinsip-prinsip geometri tidak kurang analitis, ia mengklaim bahwa atribut sesak karena itu sama sekali tambahan, dan tidak dapat diperoleh oleh himpunaniap analisis konsep, dan visualisasi yang harus datang untuk membantu kita, dan oleh karena itu saja membuat sintesis mungkin. Kant berusaha untuk menunjukkan bahwa dalam kasus proposisi identik, sebagai metode Rangkaian, dan bukan sebagai prinsip, e. g., a = a, keseluruhan adalah sama dengan dirinya, atau a + b> a, keseluruhan lebih besar dari bagiannya dan menyatakan bahwa meskipun mereka diakui sebagai sah dari konsep-konsep belaka, mereka hanya diperkenankan dalam matematika, karena mereka dapat direpresentasikan dalam bentuk visual.
Satu hanya menyerah aspek yang akan pemenuhan dalam hal apapun sangat diinginkan dan yang memiliki banyak untuk merekomendasikan diri mereka: yaitu, di satu sisi, untuk menjaga untuk matematika kepastian pengetahuan, dan di sisi lain, untuk menegakkan keyakinan bahwa untuk pertanyaan yang jelas yang ditimbulkan oleh alasan, alasan juga dapat menemukan jawaban yang jelas. Dan seperti yang perlu dicatat, salah satu menyerah aspek-aspek ini bukan karena hasil matematika dicapai memaksa seseorang untuk melakukannya tetapi karena itu adalah satu-satunya cara mungkin, meskipun hasil ini, untuk tetap sesuai dengan filosofi yang berlaku.
Dalam hal geometri, Posy, C., 1992, menunjukkan bahwa Brouwer merasakan bahwa sifat ruang dianggap murni geometris dapat dinyatakan temporal sekali kita mengakui bahwa apa yang menjadi ciri struktur waktu adalah bahwa masa depan masih ragu-ragu. Menurut Posy, Brouwer percaya bahwa bagian-bagian yang ideal matematika terdiri dari objek yang sebenarnya diciptakan dalam pikiran. Di sisi lain, Brouwer mengakui bahwa ada masalah dengan urutan pilihan karena fakta bahwa sejumlah nyata diciptakan oleh tindakan pilihan tampaknya tidak tepat yang diperlukan tindakan manusia yang Brouwer tidak merasa itu harus dimasukkan dalam matematika . Namun, Brouwer telah memperkenalkan metode subjek menciptakan untuk menghasilkan bilangan real yang menyebabkan dia menjadi seorang matematikawan ideal, ia toke B, dan membagi penelitian ke tahap di mana pada himpunaniap tahap ada masalah matematika yang belum terpecahkan sebagai: (n) = ½ jika pada tahap n, B belum terbukti atau membantah masalah yang belum terpecahkan, (n) = jika pada tahap n, B telah memecahkan masalah. Brouwer mengatakan bahwa proses ini membentuk urutan yang adalah bilangan real dan tidak ada tindakan pilihan, namun ada prosedur otomatis, menangkap efek yang sama dengan urutan pilihan, tanpa memanfaatkan tindakan non-matematika pilihan. Posy disimpulkan bahwa metode ini tidak akan bekerja jika masalah belum terpecahkan diselesaikan, sehingga, agar metode subyek menciptakan menjadi metode yang dapat diterima, harus ada pasokan yang tak habis-habisnya masalah matematika yang tak terpecahkan. Brouwer percaya hal ini benar, namun Hilbert mengatakan bahwa tidak akan ada masalah yang tak terpecahkan pada prinsipnya, dimana Brouwer jelas bertentangan dengan pandangannya.
Hilbert, D., 1972, mengakui bahwa sementara itu ada banyak kesalahan ditemukan dengan mereka, dan keberatan dari semua jenis sarang dibesarkan menentangnya, dan dirasakan bahwa semua kritikus ia dianggap hanya sebagai tidak adil karena dapat; ia mengklaim bahwa itu adalah bukti konsistensi yang menentukan lingkup efektif teori bukti dan secara umum merupakan inti; metode W. Ackermann memungkinkan perpanjangan diam. Dia menyatakan bahwa untuk dasar-dasar pendekatan analisis biasa Ackermann telah dikembangkan begitu jauh sehingga hanya tugas melaksanakan bukti murni matematis finiteness tetap. Hilbert kemudian menyimpulkan bahwa hasil akhir adalah bahwa matematika adalah ilmu pra-anggapan-kurang. Ia menegaskan bahwa untuk matematika ditemukan dia tidak perlu Tuhan atau asumsi fakultas khusus pemahaman kita selaras dengan prinsip induksi matematika Poincaré, atau intuisi primal Brouwer, atau, Russell dan aksioma Whitehead tak terhingga, reducibility, atau kelengkapan, yang sebenarnya adalah yang sebenarnya, menurut Hilbert, mereka contentual asumsi yang tidak dapat dikompensasikan dengan bukti konsistensi.
Ketika datang untuk belajar tentang angka, mereka hanya belajar nama-nama baru untuk himpunan dan anggotanya. Mereka menghitung anggota dari suatu himpunan dengan menentukan kardinalitas dari himpunan, dan mereka menetapkan ini dengan menunjukkan bahwa terdapat hubungan khusus antara himpunan dan angka.
Selanjutnya, Turan, H., 2004, menegaskan bahwa ketergantungan fungsional dan ontologis jumlah dan universal lain, membuat cogito di mana sebuah contoh pemikiran di mana kedua bukti dan kepastian ontologis dapat dicapai dalam satu langkah; epistemologis sebelum proposisi matematika yang mungkin , itu dianggap terpisah dari konteks percobaan keraguan dan terlihat untuk mewujudkan bukti. Menurut Turan, "saya menghitung, karena itu aku 'adalah epistemologis setara dengan' Saya berpikir, maka saya '; kedua argumen kebal untuk diragukan, namun si jenius jahat memang bisa membuat saya salah karena saya menghitung pikiran saya atau penampilan, tetapi tidak bisa menipu saya dalam kesimpulan saya menarik adanya fakta bahwa saya menghitung sudah cukup untuk membuktikan bahwa aku ada terlepas dari apakah saya menghitung atau menambahkan atau melakukan operasi matematika secara keliru. Turan menyimpulkan bahwa situasi ontologis didirikan oleh eksperimen keraguan Cartesian telah membawa kendala epistemologis yang serius; eksperimen menemukan bahwa sarana epistemologis memungkinkan kita untuk mempekerjakan untuk pindah secara ontologis lebih lanjut, tentulah harus menjadi salah satu sumber daya yang tepat dari situasi ontologis yang telah membatasi dirinya untuk tujuan epistemologis, dalam kata lain, standar epistemologis eksperimen harus sesuai dengan yang ditentukan oleh pengaturan ontologis percobaan keraguan. Turan mencatat bahwa eksperimen menemukan nya sendiri dengan hal-hal yang bisa kita sebut persepsi atau pikiran, di sebuah sudut pandang dari mana dia membuktikan kejadian persepsi dan pikiran dan tidak bisa tahu dengan baik bagaimana mereka dibeli, sedangkan Descartes karena itu bisa tergantung hanya pada berpikir bahwa ia memiliki persepsi atau pikiran dalam penyelidikan epistemologis untuk mendirikan sebuah kepastian yang tidak dapat dipengaruhi oleh argumen dari percobaan keraguan.
Podnieks, K., 1992, menguraikan bahwa sebelum Kant, matematika dipandang sebagai dunia empiris, tetapi khusus dalam satu cara penting yang sifat yang diperlukan dunia ditemukan melalui bukti matematika, namun untuk membuktikan sesuatu yang salah, seseorang harus menunjukkan hanya bahwa dunia mungkin berbeda. Dalam hal masalah epistemologis, Posy diberitahu bahwa ilmu pada dasarnya merupakan generalisasi dari pengalaman, tetapi hal ini dapat memberikan hanya pilihan saja, sifat yang mungkin dari dunia yang itu bisa saja sebaliknya. Di sisi lain, ilmu pengetahuan hanya memprediksi bahwa masa depan akan mencerminkan masa lalu, sedangkan matematika adalah tentang dunia empiris, tetapi biasanya metode untuk pengetahuan berasal dari pengetahuan kontingen, bukan keharusan bahwa matematika murni memberi kita, dalam jumlah, Posy menyimpulkan bahwa Kant ingin pengetahuan yang diperlukan dengan pengetahuan empiris. Posy kemudian menguraikan langkah yang dilakukan oleh Kant dalam memecahkan masalah dalam beberapa langkah: pertama, bahwa obyek dalam dunia empiris merupakan penampakan atau fenomena di mana, secara alami, mereka hanya memiliki sifat bahwa kita mengenal mereka dari pengalaman, mereka bukanlah hal dalam diri mereka. Posy menemukan bahwa Kant mengatakan kita harus menjadi seorang idealis di mana sifat dari obyek adalah hanya apa yang dipahami, tidak ada sifat obyek yang berada diluar pengalaman kita. Kedua, Kant menyarankan untuk membangun ke dalam pikiran kita dua bentuk intuisi dan persepsi sehingga setiap persepsi yang kita miliki adalah terbentuk oleh bentuk Ruang dan Waktu, menurut Kant,ini, sebenarnya, bagian dari pikiran, dan bukan sesuatu pikiran mengambil dari pengalaman; dan dengan demikian, objek empiris selalu bersifat spasio-temporal.
Bell, J., 2000, Infinitary Logic, Stanford Encyclopedia of Philosophy, http://plato. standford.edu/cgi-
Vol. III , pp. 183-98, Transcribed by D.R. Wilkins , Wikipedia, the free encyclopedia,
Davis and Hersh, 2004, Math Proof, http://www.calvin.edu/~rpruim/ courses/m100/S03/ activities/proof.pdf.
Field, H., 1999, Which Undecidable Mathematical Sentences Have Determinate Truth Values?, RJB,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar