KISAH 10 SAHABAT ROSULULLOH SAW. YANG DIJAMIN
MASUK SURGA
(inspirasi
internet.com)
Gegerkalong
(Bandung), 13 Mei 2013
Oleh : Topik,
S.Pd
Indramayu, 15
Maret 1989
Assalamua’alaikum wr.wr
Segala puji bagi Allah swt. yang maha
Tawwaab (yang maha penerima Taubat). Sholawat serta salam semoga tercurah
limpahkan kepada Muhammad saw. Manusia paling mulia pemimpin para Nabi dan
Rosul.
ABU UBAIDAH BIN AL-JARRAH RA
Nama
lengkapnya adalah Amir bin Abdullah bin al-Jarah bin Hilal al-Fahry al-Qursy,
biasanya dipanggil dengan sebutan Abu Ubaidillah. Dia adalah salah satu sahabat
Rosulullah Saw yang berasal dari kaum Quraisy. Lahir di Makkah dari sebuah
keluarga yang terhormat. Abu Ubaidah adalah seorang yang berperawakan tinggi,
kurus, dan tidak terlalu berisi. Jenggotnya tidak tebal. Orangnya pemurah dan
sederhana. berwibawa, bermuka ceria, rendah diri dan sangat pemalu. Dia juga
termasuk orang yang berani ketika dalam kesulitan. Meski seorang yang pemalu
dia disenangi oleh semua orang yang melihatnya, sehingga siapapun yang
mengikutinya akan merasa tenang.
Masuknya
Abu Ubaidillah ke dalam ajaran Islam adalah berkat peran dari Abu Bakar Al-Shiddiq.
Karena dia telah berteman dan mengenal sejak lama Abu Bakar, sehingga tidak
sulit bagi Abu Ubaidillah untuk menerima ajakan Abu Bakar untuk mempercayai
ajaran baru yang dibawa oleh Muhammad Saw. Sebagaimana sahabat yang lain,
keislaman Abu Ubaidillah juga tidak lepas dari tantangan dan siksaan dari
orang-orang kafir Quraisy. Meski dia berasal dari keluarga yang cukup terhormat
di mata kaum Quraisy. Ayahnya sendiri sangat menentang keputusannya untuk
meninggalkan ajaran nenek moyangnya. Dia terus menerus dibujuk oleh ayahnya
untuk kembali kepada ajarannya semula, hingga ayah Abu Ubaidillah mempersempit
ruang geraknya. Tetapi semua cobaan dapat dilalui dengan sabar dan tawakkal
kepada Allah SWT.
Pada
saat Rosulullah Saw menyuruh kaum muslimin untuk berhijrah ke Habasyah dalam
rangka menghindari berbagai tantangan dan siksaan dari kaum kafir Quraisy yang
semakin berat, Abu Ubadillahpun turut serta dalam rombongan para sahabat untuk
berhijrah. Abu Ubaidillah juga salah satu sahabat yang sangat aktif dalam
mengikuti berbagai peperangan pada masa Rosulullah Saw, mulai perang badar,
Uhud dan lain sebagainya. Dalam perang Badar dia berperang melawan ayahnya
sendiri yang menjadi salah satu tentara dari pasukan kaum kafir. Sedangkan pada
saat terjadi perang Uhud, ketika wajah Rosulullah terkena dua rantai besi
hingga berdarah, dengan cepat Abu Ubaidillah berusaha mencabutnya dari wajah
Rosulullah, dia mencabut dengan gigi sehingga dua giginya patah. Pada masa
kholifah Abu Bakar al-Shiddiq, dia juga ikut dalam rombongan tentara melawan
para murtaddin (orang-orang yang keluar dari agama Islam). Abu Ubadillah juga
termasuk salah satu komandan tentara Islam yang diutus Abu Bakar dalam
penaklukan Islam. Selama ikut dalam peperangan, beliau berhasil mentaklukan
Damaskus, Hamsh, Antokia, Ladhakia, Hebron hingga seluruh Syam.
Abu
Ubaidillah mendapat julukan Aminul Ummah (Orang yang dipercaya bagi kaumnya)
dan Amirul Umaro (pemimpin para pemimpin) dari Rosulullah Saw. Julukan tersebut
diberikan oleh Rosulullah Saw berkenaan dengan suatu peristiwa dimana pada
suatu hari delegasi Najran dari Yaman datang untuk menyatakan keislaman mereka,
dan meminta kepada Nabi SAW agar mengutus bersama mereka orang yang mengajarkan
kepada mereka al-Qur’an, Sunnah dan Islam, maka Nabi SAW mengatakan kepada
mereka, “Aku benar-benar akan mengutus bersama kalian seorang pria yang sangat
dapat dipercaya, benar-benar orang yang dapat dipercaya, benar-benar orang yang
dapat dipercaya, benar-benar orang yang dapat dipercaya.” Semua sahabat
berharap bahwa dialah yang bakal dipilih oleh Rasulullah SAW termasuk Umar bin
Khattab. Ternyata persaksian ini menjadi keberuntungannya. Setelah Rosulullah
Saw melaksanakan sholat dzuhur bersama para sahabat, beliau menengok ke kanan
dan ke kiri hingga pandangannya tertuju pada Abu Ubaidillah dan beliau meminta
Abu Ubaidillah untuk pergi bersama mereka. Pada watku beliau Abu Ubaidillah
berdiri, Rasulullah bersabda; “Inilah orang kepercayaan umat Islam.”
Setelah
Rosulullah Saw wafat, para sahabat berkumpul pada hari Saqifah untuk memilih
seorang kholifah. Pada saat itu Abu Bakar berkata: “Saya rela salah satu dari
dua orang ini; Umar bin Khottob dan Abu ‘Ubaidah untuk memimpin Islam. Kemudian
Umar bin Al-Khattab ra mengatakan kepada Abu Ubaidah bin al-Jarrah, “Hulurkan
tanganmu! Agar saya baiat kamu, karena saya mendengar Rasulullah SAW bersabda,
‘Sungguh dalam setiap kaum terdapat orang yang jujur. Orang yang jujur di
kalangan umatku adalah Abu Ubaidah.’ Kemudian Abu Ubaidah menjawab, “Saya tidak
mungkin berani mendahului orang yang dipercayai oleh Rasulullah SAW menjadi
imam kita di waktu shalat (Saidina Abu Bakar as-Shiddiq ra), oleh sebab itu
kita sayogyanya membuatnya jadi imam sepeninggalan Rasulullah SAW.” Akhirnya
keputusan itu di terima oleh semua pihak dan akhirnya Abu Bakar di baiat
menjadi khalifah.
Kepribadian
dan keluhuran budi pekerti Abu Ubaidillah memang sudah tidak bisa diragukan
lagi. Rosulullah Saw pernah bersabda: “Sesungguhnya setiap umat memiliki orang
kepercayaan, dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidillah bin
Al-Jarrah”. Ketika Umar bin Khattab sang khalifah hendak menghembuskan nafas
terakhirnya, dia juga berkata: “Seandainya Abu Ubaidillah bin Al-Jarrah masih
hidup, niscaya aku menunjuknya sebagai penggantiku. Jika Rabbku bertanya kepadaku
tentang dia, maka aku jawab, ‘Aku telah menunjuk kepercayaan Allah dan
kepercayaan RasulNya sebagai penggantiku.” Abdullah bin Mas’ud, salah satu
sahabat Rosulullah Saw juga sangat bangga dengannya. Dia berkata:
“Paman-pamanku yang paling setia sebagai sahabat Rasulullah saw. Cuma tiga
orang. Mereka adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Abu Ubaidah,”.
Abu
Ubaidillah juga dikenal dengan kezuhudannya.Dalam satu kisah disebutkan ketika
Abu Ubaidillah menjabat sebagai seorang gubernur Syam. Umar bin Khattab sang
khalifah pada saat itu hendak berkunjung ke rumahnya. ” Hai Abu Ubaidah,
bolehkah aku datang ke rumahmu?” tanya Umar. Jawab Abu Ubaidah, “Untuk apakah
kau datang ke rumahku? Sesungguhnya aku takut kau tak kuasa menahan air matamu
begitu mengetahui keadaanku nanti.” Namun Umar memaksa dan akhirnya Abu
Ubaidahpun mengizinkan Umar berkunjung ke rumahnya. Ketika Umar bin Khattab
sampai di rumah Abu Ubaidillah, dia sangat terkejut. Ia mendapati rumah Sang
Gubernur Syam kosong melompong. Tidak ada perabotan sama sekali. Melihat hal
tersebut, kemudian
Umar bertanya, “Hai Abu Ubaidah, di manakah penghidupanmu? Mengapa aku tidak melihat apa-apa selain sepotong kain lusuh dan sebuah piring besar itu, padahal kau seorang gubernur?”, “Adakah kau memiliki makanan?” tanya Umar lagi. Abu Ubaidah kemudian berdiri dari duduknya menuju ke sebuah ranjang dan memungut arang yang didalamnya. Umar pun meneteskan air mata melihat kondisi gubernurnya seperti itu. Abu Ubaidah pun berujar, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah sudah kukatakan tadi bahwa kau ke sini hanya untuk menangis.” Umar berkata, “Ya Abu Ubaidah, banyak sekali di antara kita orang-orang yang tertipu oleh godaan dunia.”
Umar bertanya, “Hai Abu Ubaidah, di manakah penghidupanmu? Mengapa aku tidak melihat apa-apa selain sepotong kain lusuh dan sebuah piring besar itu, padahal kau seorang gubernur?”, “Adakah kau memiliki makanan?” tanya Umar lagi. Abu Ubaidah kemudian berdiri dari duduknya menuju ke sebuah ranjang dan memungut arang yang didalamnya. Umar pun meneteskan air mata melihat kondisi gubernurnya seperti itu. Abu Ubaidah pun berujar, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah sudah kukatakan tadi bahwa kau ke sini hanya untuk menangis.” Umar berkata, “Ya Abu Ubaidah, banyak sekali di antara kita orang-orang yang tertipu oleh godaan dunia.”
Suatu
ketika Umar mengirimi uang kepada Abu Ubaidah sejumlah empat ribu dinar. Orang
yang diutus Umar melaporkan kepada Umar, “Abu Ubaidah membagi-bagi uang
kirimanmu.” Kemudian Umar berkata, “Alhamdulillah, puji syukur kepada-Nya yang
telah menjadikan seseorang dalam Islam yang memiliki sifat seperti dia.”
Begitulah Abu Ubaidah. Hidup baginya adalah pilihan. Ia memilih zuhud dengan
kekuasaan dan harta yang ada di dalam genggamannya. Baginya jabatan bukan aji
mumpung buat memperkaya diri. Tapi, kesempatan untuk beramal lebih intensif
guna meraih surga.
Ketika
di negeri Syam sedang terjangkit wabah penyakit, Umar bin Khattab mengirim
surat untuk memanggil Abu Ubaidah. Namun Abu Ubaidah menyatakan keberatannya
sesuai dengan isi surat yang dikirimkannya kepada khalifah yang berbunyi, “Hai
Amirul Mukminin! Sebenarnya saya tahu, kalau kamu memerlukan saya, akan tetapi
seperti kamu ketahui saya sedang berada di tengah-tengah tentera Muslimin. Saya
tidak ingin menyelamatkan diri sendiri dari musibah yang menimpa mereka dan
saya tidak ingin berpisah dari mereka sampai Allah sendiri menetapkan
keputusannya terhadap saya dan mereka. Oleh sebab itu, sesampainya surat saya
ini, tolonglah saya dibebaskan dari rencana baginda dan izinkanlah saya tinggal
di sini.”
Setelah
Umar ra membaca surat itu, beliau menangis, sehingga para hadirin bertanya,
“Apakah Abu Ubaidah sudah meninggal?” Umar menjawabnya, “Belum, akan tetapi
kematiannya sudah di ambang pintu.”
Akhirnya
Abu Ubaidah meninggal karena wabah penyakit tersebut. Menjelang kematian Abu
Ubaidah ra, beliau memesankan kepada tenteranya, “Saya pesankan kepada kalian
sebuah pesan. Jika kalian terima, kalian akan baik, ‘Dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat, puasalah di bulan Ramadhan, berdermalah, tunaikanlah ibadah
haji dan umrah, saling nasihat menasihatilah kalian, sampaikanlah nasihat
kepada pimpinan kalian, jangan suka menipunya, janganlah kalian terpesona
dengan keduniaan, karena betapa pun seorang melakukan seribu upaya, beliau
pasti akan menemukan kematiannya seperti saya ini. Sungguh Allah telah
menetapkan kematian untuk setiap pribadi manusia, oleh sebab itu semua mereka
pasti akan mati. Orang yang paling beruntung adalah orang yang paling taat
kepada Allah dan paling banyak bekalnya untuk akhirat”. Kemudian beliau melihat
kepada Muaz bin Jabal ra dan mengatakan, “Ya Muaz! Imamilah shalat mereka.”
Setelah itu, Abu Ubaidah ra pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Sepeninggalan
Abu Ubaidah, Muaz bin Jabal ra berpidato di hadapan kaum Muslimin yang
berbunyi, “Hai sekalian kaum Muslimin! Kalian sudah dikejutkan dengan berita
kematian seorang pahlawan, yang demi Allah saya tidak menemukan ada orang yang
lebih baik hatinya, lebih jauh pandangannya, lebih suka terhadap hari kemudian
dan sangat senang memberi nasihat kepada semua orang dari beliau. Oleh sebab
itu kasihanilah beliau, semoga kamu akan dikasihani Allah.”
Pada
saat Umar bin Khaththab RA mendengar kematian Abu Ubaidah, dia memejamkan kedua
matanya dalam keadaan penuh dengan air mata. Air mata pun mengalir, lalu dia
membuka kedua matanya dalam kepasrahan. Ia memo-honkan rahmat Allah untuk
sahabatnya dalam keadaan air mata mengalir dari kedua matanya, air mata
orang-orang shalih. Air mata mengalir karena kematian orang-orang yang shalih.
Umar bin Khaththab RA berkata, “Seandainya aku boleh berangan-angan, maka
aku hanya mengangankan sebuah rumah yang dipenuhi orang-orang semisal Abu
Ubaidah”.
Begitulah
sosok seorang zuhud dan bijak Abu Ubaidah. Dia dapat menjadi contoh teladan
bagi para pemimpin bahwa menjadi pemimpin bukanlah jalan untuk memperkaya diri
sendiri, tetapi seorang pemimpin hanyalah seorang pelayan dari masyarakat yang
seharusnya bersikap wajar dan tidak berlebih-lebihan
SAID BIN ZAYD BIN AMRU RA
Nama
lengkapnya adalah Said bin Zayd bin Amru bin Nufail Al Adawi. Dia adalah salah
satu Rosulullah Saw yang berasal dari kaum Quraisy dan termasuk golongan
kedalam golongan sepuluh sahabat yang dijanjikan akan masuk surga. Said
dilahirkan di Makkah 22 tahun sebelum hijriyah dan sering kali dipanggil dengan
sebutan Abul Awaar.
Said
adalah putra Zaid seorang yang selama hidupnya selalu mencari kebenaran akan
agama yang haq. Dia juga tidak mempercayai akan agama yang dianut oleh nenek
moyangnya. Zaid juga dikenal sebagai penyelamat bayi perempuan pada masa
jahiliyah, karena di masa itu mempunyai bayi perempuan dianggap sebuah aib
besar yang dapat meruntuhkan kehormatan keluarga. Zaid menyelamatkan para bayi
perempuan dengan mengangkatnya sebagai anak dan kemudian mengasuhnya.
Ketidakpercayaan
Zaid terhadap ajaran nenek moyangnya dapat dibuktikan dalam sebuah peristiwa
yakni; suatu hari Zaid bin Amr bin Nufail berdiri di tengah-tengah orang banyak
yang berdesak-desakan menyaksikan kaum Quraisy berpesta merayakan salah satu
hari besar mereka. Kaum pria memakai serban sundusi yang mahal, yang kelihatan
seperti kerudung Yaman yang lebih mahal. Kaum wanita dan anak-anak berpakaian
bagus warna menyala dan mengenakan perhiasan indah-indah. Hewan-hewan ternak
pun dipakaikan bermacam-macam perhiasan dan ditarik orang-orang untuk
disembelih di hadapan patung-patung yang mereka sembah.
Kemudian
Zaid bersandar ke dinding Kabah dan berkata, “Hai kaum Quraisy! hewan itu
diciptakan Allah. Dialah yang menurunkan hujan dari langit supaya hewan-hewan
itu minum sepuas-puasnya. Dialah yang menumbuhkan rumput-rumputan supaya hewan
– hewan itu makan sekenyang-kenyangnya. Kemudian, kalian sembelih hewan-hewan
itu tanpa menyebut nama Allah. Sungguh bodoh dan sesat kalian.”
Al-Khattab,
ayah Umar bin Khottob, berdiri menghampiri Zaid, lalu ditamparnya Zaid. Kata
Al-Khattab, “Kurang ajar kau! kami sudah sering mendengar kata-katamu yang
kotor itu, namun kami biarkan saja. Kini kesabaran kami sudah habis!” Kemudian,
dihasutnya orang-orang bodoh supaya menyakiti Zaid. Zaid benar-benar disakiti
mereka dengan sungguh-sungguh sehingga dia terpaksa menyingkir dari kota Mekah
ke Bukit Hira. Al-Khattab menyerahkan urusan Zaid kepada sekelompok pemuda
Quraisy untuk menghalang-halanginya masuk kota. Karena itu, Zaid terpaksa
pulang dengan sembunyi-sembunyi.
Dalam
kisah lain disebutkan juga bahwa suatu hari Zaid bin Amr bin Nufail berkumpul
ketika orang-orang Quraisy tengah bersama-sama dengan Waraqah bin Naufal.
Abdullah bin Jahsy, Utsman bin Harits, dan Umaimah binti Abdul Muthallib, bibi
Muhammad saw. Mereka berbicara tentang kepercayaan masyarakat Arab yang sudah
jauh tersesat. Pada saat itu Zaid berkata, “Demi Allah! sesungguhnya
Saudara-Saudara sudah maklum bahwa bangsa kita sudah tidak memiliki agama.
Mereka sudah sesat dan menyeleweng dari agama Ibrahim yang lurus. Karena itu,
marilah kita pelajari suatu agama yang dapat kita pegang jika Saudara-Saudara
ingin beruntung.”
Keempat
orang itu akhirnya pergi menemui pendeta-pendeta Yahudi, Nasrani, dan
pemimpin-pemimpin agama lain untuk menyelidiki dan mempelajari agama Ibrahim
yang murni. Waraqah bin Naufal akhirnya meyakini agama Nasrani sebagai agama
yang dipegannya. Sementara Abdullah bin Jahsy dan Utsman bin Harits tidak
menemukan apa-apa. Adapun Zaid bin Amr bin Nufail mengalami kisah tersendiri
ketika sedang dalam pencarian agama tersebut. Zaid mempelajari agama Yahudi dan
Nasrani. Tetapi, keduanya ditinggalkannya karena dia tidak memperoleh sesuatu
yang dapat menenteramkan hati dan menjawab kegelisahan-kegelisahannya. Kemudian
Zaidpun berkelana ke berbagai pelosok mencari agama Ibrahim. Ketika dia sampai
ke negeri Syam, dia diberitahu tentang seorang Rahib yang mengerti ilmu kitab.
Kemudian dia mendatangi sang Rahib untuk menceritakan kepadanya tentang
kegelisahannya tentang agama nenek moyangnya serta pengalamannya dalam
mempelajari agama Yahudi dan Nasrani.
Mendengar
cerita dari Zaid, kemudian sang Rahib tersebut berkata: “Saya tahu engkau
sedang mencari agama Ibrahim, hai putra Mekah?”, Zaid pun menjawab: “Betul,
itulah yang saya inginkan.” Kemudia sang Rahib berkata: “Anda mencari agama
yang dewasa ini sudah tak mungkin lagi ditemukan. Tetapi, pulanglah Anda ke
negeri Anda. Allah akan membangkitkan seorang nabi di tengah-tengah bangsa Anda
untuk menyempurnakan agama Ibrahim. Bila Anda bertemu dengan dia, tetaplah Anda
bersamanya.”
Mendengar
keterangan dari rahib tersebut, akhirnya Zaid berhenti berkelana dan dia
memutuskan untuk kembali ke Mekah menunggu nabi yang dijanjikan. Ketika Zaid
sedang dalam perjalanan pulang. Allah mengutus Muhammad menjadi nabi dan rasul
dengan agama yang hak. Tetapi, Zaid belum sempat bertemu dengan beliau, dia
dihadang perampok-perampok Badui di tengah jalan dan terbunuh sebelum ia
kembali ke Mekah. Waktu dia akan menghembuskan napasnya yang terakhir, Zaid
menengadah ke langit dan berkata, “Wahai Allah, jika Engkau mengharamkanku dari
agama yang lurus ini, janganlah anakku Sa’id diharamkan pula daripadanya.”
Do’a
Zaid inipun dikabulkan oleh Allah. Putra kesayangannya Said akhirnya menjadi
seorang muslim bahkan menjadi pelopor dari keislaman orang-orang Quraisy
lainnya. Sebagai seseorang yang dididik dari keluarga yang tidak mempercayai
tradisi agama nenek moyangnya, tentu membuat Said begitu mudah untuk menjadi
muslim begitu dia mendengar Nabi Saw menyerukan dakwah kepada agama kebenaran.
Karenanya Said termasuk golongan orang yang pertama-tama masuk Islam. Dia
mempercayai ajaran baru yang di bawa oleh seorang utusan Allah Muhammad Saw di
saat banyak orang masih meragukannya. Masuknya Said kedalam Islam tidak
lepas dari berbagai siksaan dari orang-orang kafir yang tidak rela kehilangan
pengikut agama nenek moyangnya. Dia menyatakan dirinya sebagai seorang muslim
bersama istrinya Fatimah binti Khattab, adik perempuan Umar bin Khattab,
seorang pemuka Qurasiy yang pada saat itu sangat membenci ajaran baru yang
dibawa oleh Muhammad. Said menjadi seorang muslim dalam usia 20 tahun. Dia
tetap teguh dalam keimanannya ketika mengalami berbagai siksaan. Bahkan
keteguhan Said bersama istrinya dalam meyakini ajaran agamanya telah meluluhkan
hati Umar bin Khattab seorang yang mempunyai hati yang keras dan pada saat itu
menjadi salah satu penghalang yang berat bagi dakwah Rosulullah Saw.
Said
adalah seorang yang mengabdikan seluruh hidupnya bagi kepentingan agamanya. Dia
ikut serta dalam hijrah kaum muslimin baik hijrah ke negeri Habasya maupun
hijrah ke Madinah. Dia juga selalu mengikuti peperangan pada masa Nabi Saw,
kecuali perang Badar karena saat itu dia bersama Thalhah bin Ubaidillah
mendapat tugas dari Rosulullah Saw untuk mengintai orang-orang Quraisy. Said
juga ikut serta dalam salah satu perang terbesar dalam sejarah umat muslim
yakni perang Yarmuk yang menggulingkan kekuasaan bangsa Romawi masa itu, dia
juga mengikuti perang dalam menggulingkan kekuasaan Persia yang semuanya
terjadi pada pemerintahan khalifah Umar bin Khattab. Said juga mengikuti perang
dalam menaklukkan Damsyiq, bahkan Abu Ubaidah bin Jarrah mengangkat Sa’id bin
Zaid menjadi wali di sana. Dialah wali kota pertama dari kaum muslimin setelah
kota itu dikuasai.
Said
juga seorang ahli ibadah yang doanya seringkali dikabulkan oleh Allah. Dalam
sebuah kisah disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Bani Umayah, merebak suatu
isu dalam waktu yang lama di kalangan penduduk Yatsrib terhadap Sa’id bin Zaid.
Yakni, seorang wanita bernama Arwa binti uwais telah menuduh Sa’id bin Zaid
merampas tanahnya dan menggabungkannya dengan tanah Said sendiri. Wanita
tersebut menyebarkan tuduhannya itu kepada seluruh kaum muslimin, dan kemudian
mengadukan perkaranya kepada Wali Kota Madinah, yang pada saat itu adalah
Marwan bin Hakam. Marwan menerima pengaduan tersebut dan kemudian mengirimkan
beberapa petugas kepada Sa’id untuk menanyakan perihal tuduhan wanita tersebut.
Sahabat Rasulullah Saw ini merasa prihatin atas fitnah yang dituduhkan
kepadanya itu.
Kemudian
Sa’id berkata: “Dia menuduhku menzaliminya (meramapas tanahnya yang berbatasan
dengan tanah saya). Bagaimana mungkin saya menzaliminya, padahal saya telah
mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang mengambil tanah orang lain
walaupun sejengkal, nanti di hari kiamat Allah memikulkan tujuh lapis bumi
kepadanya. Wahai Allah! dia menuduh saya menzaliminya. Seandainya tuduhan itu
palsu, butakanlah matanya dan ceburkan dia ke sumur yang dipersengketakannya
dengan saya. Buktikanlah kepada kaum muslimin sejelas-jelasnya bahwa tanah itu
adalah hak saya dan bahwa saya tidak pernah menzaliminya.”
Tidak
berapa lama kemudian, terjadi banjir yang belum pernah terjadi seperti itu
sebelumnya. Maka, terbukalah tanda batas tanah Sa’id dan tanah Arwa yang mereka
perselisihkan. Sehingga kaum muslimin memperoleh bukti bahwa Sa’idlah yang
benar, sedangkan tuduhan wanita itu adalah palsu. Hanya sebulan sesudah
peristiwa itu, wanita tersebut menjadi buta. Ketika dia berjalan meraba-raba di
tanah yang dipersengketakannya, dia pun jatuh ke dalam sumur.
Begitulah
sosok seorang Said bin Zaid, salah satu sahabat Rosulullah Saw yang dijanjikan
akan masuk surga. Dia meninggal dalam usia 73 tahun di Madinah pada tahun 51 H
SAAD BIN ABI WAQQOSH RA
Nama
sebenarnya adalah Saad bin Malik Az-Zuhri. Lahir di kota Mekah berasal
dari suku Quraisy. Ia berasal dari keluarga bangsawan yang kaya
raya dan sangat disayangi kedua orangtuanya, terutama ibunya. Meski berasal
dari Makkah, ia sangat benci pada agamanya dan cara hidup yang dianut
masyarakatnya. Ia terkenal sebagai pemuda yang serius dan cerdas dan membenci
praktik penyembahan berhala yang membudaya di Makkah saat itu.
Saat
Sa'ad berusia 20 tahun, didatangi oleh abu Bakar yang mengajak untuk
masuk Islam. Sa'ad sendiri memiliki hubungan kekerabatan dengan Rasulullah SAW
secara tidak langsung. Ibu rasul, Aminah binti Wahhab berasal dari suku yang
sama dengan Saad yaitu dari Bani Zuhrah. Karena itu Saad juga sering disebut
sebagai Sa'ad of Zuhrah atau Sa'ad dari Zuhrah, untuk membedakannya dengan
Sa'ad-Sa'ad lainnya.
Keislaman
Saad mendapat tentangan keras terutama dari Ibunya yang mengancam akan bunuh
diri. Selama beberapa hari, ibu Sa'ad menolak makan dan minum sehingga kurus
dan lemah. Meski dibujuk dan dibawakan makanan, namun ibunya tetap menolak dan
hanya bersedia makan jika Sa'ad kembali ke agama lamanya. Namun Sa'ad berkata
bahwa meski ia memiliki kecintaan luar biasa pada sang ibu, namun kecintaannya
pada Allah SWT dan Rasulullah SAW jauh lebih besar lagi.
Mendengar
kekerasan hati Sa'ad, sang ibu akhirnya menyerah dan mau makan kembali. Fakta
ini memberikan bukti kekuatan dan keteguhan iman Sa'ad bin Abi Waqqas. Di
masa-masa awal sejarah Islam, kaum Muslim mengungsi ke bukit jika hendak
menunaikan salat. Kaum Quraisy selalu mengalangi mereka beribadah.
Saat
tengah salat, sekelompok kaum Quraisy mengganggu dengan saling melemparkan
lelucon kasar. Karena kesal dan tidak tahan, Sa'ad bin Abi Waqqas yang memukul
salah satu orang Quraisy dengan tulang unta sehingga melukainya. Ini menjadi
darah pertama yang tumpah akibat konflik antara umat Islam dengan orang kafir.
Konflik yang kemudian semakin hebat dan menjadi batu ujian keimanan dan
kesabaran umat Islam.
Setelah
peristiwa itu, Rasulullah meminta para sahabat agar lebih tenang dan bersabar
menghadapi orang Quraisy seperti yang difirmankan Allah SWT dalam al-Qur'an Surah Al-Muzzammil ayat 10. Cukup lama kaum Muslim menahan diri. Baru beberapa
dekade kemudian, umat Islam diperkenankan melakukan perlawanan fisik kepada
para orang kafir. Di barisan pejuang Islam, nama Sa'ad bin Abi Waqqas menjadi
salah satu tonggak utamanya.
Ia
terlibat dalam Pertempuran Badar bersama saudaranya yang bernama Umair bin Abi Waqqas yang kemudian syahid bersama 13
pejuang Muslim lainnya. Pada Pertempuran Uhud, bersama Zaid, Sa'ad terpilih menjadi
salah satu pasukan pemanah terbaik Islam. Saad berjuang dengan gigih dalam
mempertahankan Rasulullah SAW setelah beberapa pejuang Muslim meninggalkan
posisi mereka. Sa'ad juga menjadi sahabat dan pejuang Islam pertama yang
tertembak panah dalam upaya mempertahankan Islam.
Sa'ad
juga merupakan salah satu sahabat yang dikarunai kekayaan yang juga banyak
digunakannya untuk kepentingan dakwah. Ia juga dikenal karena keberaniannya dan
kedermawanan hatinya. Sa'ad hidup hingga usianya menjelang delapan puluh tahun.
Menjelang wafatnya, Sa'ad meminta puteranya untuk mengafaninya dengan jubah
yang ia gunakan dalam perang Badar. Kafani aku dengan jubah ini karena aku
ingin bertemu Allah SWT dalam pakaian ini,ujarnya.
Memimpin
Perang melawan Kekaisaran Persia
Penolakan
kaisar Persia membuat air mata Sa'ad bercucuran. Berat baginya melakukan
peperangan yang harus mengorbankan banyak nyawa kaum Muslim dan non Muslim.
Kepahlawanan
Sa'ad bin Abi Waqqas tertulis dengan tinta emas saat memimpin pasukan Islam
melawan melawan tentara Persia di Qadissyah. Peperangan ini merupakan salah
satu peperangan terbesar umat Islam.
Bersama
tiga ribu pasukannya, ia berangkat menuju Qadasiyyah. Di antara mereka terdapat
sembilan veteran perang Badar, lebih dari 300 mereka yang ikut serta dalam
ikrar Riffwan di Hudaibiyyah, dan 300 di antaranya mereka yang ikut serta dalam
memerdekakan Makkah bersama Rasulullah. Lalu ada 700 orang putra para sahabat,
dan ribuan wanita yang ikut serta sebagai perawat dan tenaga bantuan.
Pasukan
ini berkemah di Qadisiyyah di dekat Hira. Untuk melawan pasukan Muslim, pasukan
Persia yang siap tepur berjumlah 12O ribu orang dibawah panglima perang
kenamaan mereka, Rustum.
Sebelum
memulai peperangan, atas instruksi Umar bin Khattab yang menjadi khalifah saat itu, Sa'ad
mengirim surat kepada kaisar Persia, Yazdagird dan Rustum, yang isinya undangan
untuk masuk Islam. Delegasi Muslim yang pertama berangkat adalah An-Numan bin Muqarrin yang kemudian mendapat penghinaan dan menjadi bahan ejekan
Yazdagird.
Untuk
mengirim surat kepada Rustum, Sa'ad mengirim delegasi yang dipimpin Rubiy bin Aamir. Kepada Rubiy, Rustum menawarkan
segala kemewahan duniawi. Namun ia tidak berpaling dari Islam dan menyatakan
bahwa Allah SWT menjanjikan kemewahan lebih baik yaitu surga.
Para
delegasi Muslim kembali setelah kedua pemimpin itu menolak tawaran masuk Islam.
Melihat hal tersebut, air mata Sa'ad bercucuran karena ia terpaksa harus
berperang yang berarti mengorbankan nyawa orang Muslim dan non Muslim.
Setelah
itu, untuk beberapa hari ia terbaring sakit karena tidak kuat menanggung
kepedihan jika perang harus terjadi. Sa'ad tahu pasti, bahwa peperangan ini
akan menjadi peperangan yang sangat keras yang akan menumpahkan darah dan
mengorbankan banyak nyawa.
Ketika
tengah berpikir, Sa'ad akhirnya tahu bahwa ia tetap harus berjuang. Karena itu,
meskipun terbaring sakit, Sa'ad segera bangkit dan menghadapi pasukannya. Di
depan pasukan Muslim, Saad mengutip Alquran Surah Al-Anbiya' ayat 105 tentang bumi yang akan
dipusakai oleh orang-orang shaleh seperti yang tertulis dalam kitab Zabur.
Setelah
itu, Sa'ad berganti pakaian kemudian menunaikan salat Dzuhur bersama
pasukannya. Setelah itu dengan membaca takbir, Sa'ad bersama pasukan Muslim
memulai peperangan. Selama empat hari, peperangan berlangsung tanpa henti dan
menimbulkan korban dua ribu Muslim dan sepuluh ribu orang Persia. Peperangan
Qadisiyyah merupakan salah satu peperangan terbesar dalam sejarah dunia.
Pasukan Muslim memenangi peperangan itu.
Sa'ad
dipanggil oleh Allah pada tahun 54 H di pangkuan anaknya. Dan dikafankan dengan
kain yang pernah dipakainya saat Perang Badar
ABDURRAHMAN BIN AUF RA
Abdurrahman
bin Auf lahir 10 tahun sesudah tahun gajah. Ia masuk islam sesudah Abu Bakar
dan termasuk dalam delapan orang yang pertama kali masuk islam. Nama
lengkapnya Abdurrahman bin Auf bin Harits bin Zuhrah. Beliau mengikuti seluruh
peperangan bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam termasuk perang
Badar. Beliau meninggal di Madinah dan dimakamkan di Baqi`.
Abdurrahman
bin Auf terkenal sebagai pedagang yang ulung. Setiap perniagaan yang ia
lakukan, senantiasa menghasilkan keuntungan yang besar. Namun ia juga
dikenal dengan sifat kedermawanannya. Ketika Rasulullah SAW membutuhkan banyak
dana untuk menghadapi tentara Rum dalam perang Tabuk, ‘Abdurrahman bin ‘Auf
menjadi salah satu pelopor dalam menyumbangkan dana. Ia menyerahkan dua ratus
uqiyah emas. Melihat hal itu, Umar bin Khathab berbisik kepada
Rasulullah:”Agaknya Abdurrahman berdosa, dia tidak meninggalkan uang belanja
sedikit pun untuk keluarganya.”
Maka,
Rasulullah SAW bertanya kepada Abdurrahman:“Adakah engkau tinggalkan uang
belanja untuk keluargamu?” Abdurrahman menjawab:“Ada, ya Rasulullah. Mereka
saya tinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripada yang saya sumbangkan.”
“Berapa?” Tanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. ‘Abdurrahman
radhiyallahu 'anhu menjawab: “Sebanyak rizki, kebaikan, dan upah yang
dijanjikan Allah.” Subhanallah.
Sejak
itu, rizki yang dijanjikan Allah Subhanahu wa Ta'ala terus mengalir bagaikan
aliran sungai yang deras. ‘Abdurrahman bin ‘Auf shallallahu 'alaihi wasallam
kini telah menjadi orang terkaya di Madinah.
Suatu
hari, iring-iringan kafilah dagang Abdurrahman bin Auf yang terdiri dari 700
ekor unta yang dimuati bahan pangan, sandang, dan barang-barang kebutuhan
penduduk tiba di Madinah. Terdengar suara gemuruh dan hiruk-pikuk, ‘Aisyah RA
bertanya kepada seseorang:“Suara apakah itu?”
Orang
itu menjawab:“Iring-iringan kafilah dagang Abdurrahman.” ‘Aisyah radhiyallahu
'anha berkata:“Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya kepada ‘Abdurrahman di dunia
dan akhirat. Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
bahwa Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan merangkak.”
Orang
itu langsung menemui ‘Abdurrahman bin ‘Auf dan menceritakan apa yang
didengarnya dari ‘Aisyah RA. Mendengar hal itu, ia pun bergegas menemui Aisyah
RA:“Wahai Ummul Mukminin, apakah ibunda mendengar sendiri ucapan itu dari
Rasulullah SAW?” “Ya,” jawab Aisyah RA.“Seandainya aku sanggup, aku ingin
memasuki surga dengan berjalan. Sudilah ibu menyaksikan, kafilah ini dengan
seluruh kendaraan dan muatannya kuserahkan untuk jihad fi sabilillah.”
Sejak
mendengar bahwa dirinya dijamin masuk surga, semangat berinfak dan
bersedekahnya makin meningkat. Tak kurang dari 40.000 dirham perak, 40.000
dirham emas, 500 ekor kuda perang,dan 1.500 ekor unta ia sumbangan untuk
peruangan menegakkan panji-panji Islam di muka bumi. Mendengar hal itu, ‘Aisyah
radhiyallahu 'anhu mendoakan:“Semoga Allah memberinya minum dengan air dari
telaga Salsabil (nama sebuah telaga di surga).”
Menjelang akhir hayatnya, ‘Abdurrahman radhiyallahu 'anhu pernah disuguhi makanan oleh seseorang — padahal ia sedang berpuasa. Sambil melihat makanan itu, ia berkata:“Mush’ab bin Umair RA syahid di medan perang. Dia lebih baik daripada aku. Waktu dikafan, jika kepalanya ditutup, maka kakinya terbuka. Dan jika kakinya ditutup, kepalanya terbuka. Kemudian Allah melapangkan dunia ini bagi kita seluas-luasnya. Sungguh, saya amat takut kalau-kalau pahala untuk kita disegerakan Allah di dunia ini.” Setelah itu, ia menangis tersedu-sedu.
‘Abdurrahman bin ‘Auf RA wafat dengan membawa amalnya yang banyak. Saat pemakamannya, Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib RA berkata:“Anda telah mendapat rahmat (kasih sayang) Allah, dan anda telah berhasil menundukan kepalsuan dunia. Semoga Allah senantiasa merahmati anda. Amin.”
Menjelang akhir hayatnya, ‘Abdurrahman radhiyallahu 'anhu pernah disuguhi makanan oleh seseorang — padahal ia sedang berpuasa. Sambil melihat makanan itu, ia berkata:“Mush’ab bin Umair RA syahid di medan perang. Dia lebih baik daripada aku. Waktu dikafan, jika kepalanya ditutup, maka kakinya terbuka. Dan jika kakinya ditutup, kepalanya terbuka. Kemudian Allah melapangkan dunia ini bagi kita seluas-luasnya. Sungguh, saya amat takut kalau-kalau pahala untuk kita disegerakan Allah di dunia ini.” Setelah itu, ia menangis tersedu-sedu.
‘Abdurrahman bin ‘Auf RA wafat dengan membawa amalnya yang banyak. Saat pemakamannya, Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib RA berkata:“Anda telah mendapat rahmat (kasih sayang) Allah, dan anda telah berhasil menundukan kepalsuan dunia. Semoga Allah senantiasa merahmati anda. Amin.”
ZUBAIR
BIN AWWAM RA
Nama
lengkapnya, Zubair bin Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Abdil Uzza
bin Qushai bin Kilab. Ibunya bernama Shafiyah binti Abdul Muthalib (bibi
Rasulullah saw). Memeluk agama Islam ketika masih berusia 8 tahun dan melakukan
hijrah ketika berusia 18 tahun. Ketika pamannya Naufal bin Khuwailid mengetahui
perihal Zubair telah masuk Islam, beliau sangat marah dan berusaha menyiksanya,
pernah beliau dimasukkan dalam karung tikar, kemudian dibakar, dan dia berkata
kepadanya,“lepaskan dirimu dari Tuhan Muhammad, maka saya akan melepaskan
dirimu dari api ini.” Namun Az-Zubair menolaknya dan berkata kepadanya, “Tidak,
demi Allah saya tidak akan kembali kepada kekufuran selamanya.”
Zubair
bin Awwam
pernah ikut berhijrah ke Habsyah bersama orang-orang hijrah dari kaum muslimin,
dan beliau tetap tinggal disana hingga Rasulullah saw mengijinkannya untuk
kembali ke Madinah. Beliau selalu mengikuti peperangan bersama Rasulullah saw,
setelah perang Uhud dan orang-orang Quraisy kembali ke Mekah, Rasulullah saw
mengirim 70 orang sahabat untuk mendampingi dirinya, termasuk ia termasuk di
dalamnya.
Nama
Putra dan putri Az-Zubair adalah Abdullah, Urwah, Al Mundzir, Ashim, Al
Muhajir, Khadijah Al Kubra, Ummul Hasan, dan Aisyah. Semua anak Az-Zubair ini
berasal dari istrinya yang bernama Asma' binti Abu Bakar. Sedangkan
anak-anaknya yeng bernama Khalid, Amru, Habibah, Saudah, dan Hindun berasal
dari istrinya yang bernama Ummu Khalid. Anak-anaknya yang bernama Mush'ab, Hamzah,
dan Ramlah berasal dari istrinya yang bernama Ar-Rabab binti Anif bin Ubaid.
Anaknya yang bernama Ubaidah dan Ja'far berasal dari istrinya, Zainab. Putrinya
yang bernama Zainab berasal dari istrinya , Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abi
Mu'aith. Putrinya lagi yang bernama Khadijah Ash-Shugra berasal dari istrinya,
Al Halal binti Qais.
Zubair
bin Awwam
adalah sosok yang dermawan. DiA selalu menginfakkan hartanya di jalan
Allah. Ka’ab berkata tentangnya,“Az-Zubair memiliki 1000 macam kekayaan
yang dikeluarkan untuk berperang, dan tidak ada uang satu dirhampun yang masuk
kerumahnya," (disedekahkan seluruhnya), beliau mensedekahkan seluruh
hartanya sampai meninggal dalam keadaan berhutang, dan mewasiatkan kepada
anaknya untuk membayarkan hutangnya, dan beliau berkata kepadanya,“jika engkau
tidak sanggup membayar hutang saya, maka mintalah tolong kepada Tuanku,”
Abdullahpun bertanya,“Siapakah yang engkau maksud dengan Tuan?" beliau
menjawab,"Allah, Dialah sebaik-baik pemimpin dan penolong.” Lalu setelah
itu Abdullah berkata,“Demi Allah saya tidak pernah mengalami kesusahan dalam
membayar hutangnya, kecuali saya berkata,'Wahai Pemimpin/pemilik Zubair
bayarlah hutang Zubair,' maka Diapun menggantinya." (Al-Bukhari). Zubair
sangat sedikit sekali meriwayatkan hadis, walaupun beliau selalu bersama
Rasulullah saw. anaknya Abdullah pernah bertanya akan sebab tersebut, maka
diapun berkata,“Walaupun antara saya dan Rasulullah saw memiliki hubungan
keluarga dan kerabat namun saya pernah mendengar beliau pernah bersabda,'Barangsiapa
yang berkata dusta atasku dengan sengaja, maka akan ditempatkan di neraka.'”
(Al-Bukhari). Karena itu dia sangat takut meriwayatkan hadits yang tidak pernah
diucapkan oleh Rasulullah saw sehingga tergelincir ke dalam neraka.
Pada
perang Yarmuk, Zubair bertarung dengan pasukan Romawi, namun pada saat tentara
muslim bercerai berai, beliau berteriak : “Allahu Akbar” kemudian beliau
menerobos ke tengah pasukan musuh sambil mengibaskan pedangnya ke kiri dan ke
kanan, anaknya Urwah pernah berkata tentangnya,“Zubair memiliki tiga kali
pukulan dengan pedangnya, saya pernah memasukkan jari saya didalamnya, dua
diantaranya saat perang badar, dan satunya lagi saat perang Yarmuk. Salah
seorang sahabatnya pernah bercerita,“Saya pernah bersama Zubair bin Awwam dalam
hidupnya dan saya melihat dalam tubuhnya ada sesuatu, saya berkata
kepadanya,"demi Allah saya tidak pernah melihat badan seorangpun seperti
tubuhmu," dia berkata kepada saya,"demi Allah tidak ada luka dalam
tubuh ini kecuali ikut berperang bersama Rasulullah saw dan dijalan
Allah." Dan diceritakan tentangnya,"Sesungguhnya tidak ada
gubernur/pemimpin, penjaga dan keluar sesuatu apapun kecuali dalam mengikuti
perang bersama Nabi saw." Saat terjadi pengepungan atas Bani Quraidzah dan
mereka tidak mau menyerah, Rasulullah saw mengutus beliau bersama Ali bin Abi
Thalib, lalu keduanya berdiri di depan benteng dan mengulangi
kata-katanya,“Demi Allah kalian akan merasakan seperti yang telah dirasakan
oleh Hamzah, atau kami akan menaklukkan benteng ini.” Nabi saw pernah berkata
tentangnya,“Setiap Nabi punya pendamping dan penolong, dan pendamping saya
adalah Zubair.” (Muttafaqun alaih). Beliau juga sangat bangga dengan ucapan
Rasulullah saw saat terjadi perang Uhud dan perang Bani Quraidzah,“lemparkanlah
panahmu yang taruhannya adalah bapakku dan ibuku”. Sayyidah Aisyah pernah
berkata kepada Urwah bin Az-Zubar,“sesungguhnya kedua orang tuamu merupakan
orang yang mengikuti seruan Allah dan Rasul-Nya setelah tertimpa kepada
keduanya luka," (maksudnya adalah Abu Bakar dan Az-Zubair). (Ibnu Majah).
Suatu
hari beliau mendengar isu yang mengabarkan bahwa Nabi Muhammad saw telah
meninggal, maka dia keluar menuju jalan-jalan di Mekkah sambil menghunuskan
pedangnya, dan memecah barisan manusia, lalu pergi mencari kepastian dari isu
ini dan berjanji jika isu itu benar dia akan membunuh orang yang telah membunuh
Rasulullah saw, akhirnya beliau bertemu dengan Rasulullah saw di utara Mekah,
maka saat itu Rasulullah saw berkata kepadanya,“ada apakah engkau gerangan ?”
dia berkata,“Saya mendengar kabar bahwa engkau telah terbunuh,” Nabi berkata
kepadanya,“Lalu apa yang akan engkau lakukan?” dia berkata,“Saya akan membunuh
orang yang telah membunuhmu.” Setelah mendengar hal tersebut beliaupun
bergembira dan mendoakannya dengan kebaikan dan pedanganya dengan kemenangan.
(Abu Nu’aim), beliau juga merupakan orang yang pertama menghunuskan pedangnya
di jalan Allah.
Saat
Zubair bin Awwam keluar dalam perang Al-Jamal, seseorang dari kaum Tamim
bernama Amru bin Jarmuz mengikuti beliau dan membunuhnya dari belakang di suatu
tempat yang bernama lembah Siba. Lalu pergi ke Imam Ali bin Abu Thalib
dengan menduga bahwa dia telah membawa kabar gembira, setelah mengetahui hal
tersebut Imam Ali bin Abu Thalib berteriak dan berkata kepada pembantunya,“Berikan
kabar kepada pembunuh putra Sofiyyah dengan neraka, sungguh Rasulullah saw
pernah bersabda kepada saya bahwa pembunuh Zubair adalah penghuni neraka.”
(Ahmad, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan At-Thobroni). Zubair bin Awwam wafat pada
hari Kamis bulan Jumadil Awwal tahun 36 Hijriyyah, sedangkan umurnya saat itu
66/67 tahun.
THALHAH BIN UBAIDILLAH R.A.
Thalhah
dikenal sebagai pribadi yang pemurah dan dermawan. Dalam hidupnya ia
mempunyai tujuan utama yaitu bermurah dalam pengorbanan jiwa. Thalhah masuk
Islam melalui anak pamannya, Abu Bakar ash-shiddiq. Ia termasuk dalam
delapan orang yang pertamakali masuk islam (assabiquunal awwaluun). Sejak
masuk Islam sampai akhir hayatnya, dia selalu menepati Janjinya. Ia
dikenal sebagai orang jujur, tidak pernah menipu apalagi berkhianat.
Pada
saat hendak masuk Islam, Thalhah bersama dengan Abu Bakar menemui Rasulullah
SAW, lalu mengungkapkan niatnya. Lalu Rasulullah SAW
menyuruhnya mengucapkan dua kalimat syahadat. Setelah menyatakan keislamannya
di hadapan Muhammad SAW, Thalhah dan Abu bakar Ra pun pergi. Tapi ditengah
jalan mereka dicegat oleh Nofel bin Khuwailid yang dikenal dengan "Singa
Quraisy", yang terkenal kejam dan bengis. Bersama dengan gerombolannya,
Thalhah dan Abu Bakar laul ditangkap dan diikat dalam satu tambang lalu
dipukuli. Mereka berdua mengalami siksaan dikarenakan masuk agama Muhammad SAW.
Karena peristiwa itu Thalhah dan Abubakar Ra dijuluki "Alqorinan"
atau "dua serangkai".
Namun
demikian, Thalhah tetap teguh pada pendiriannya memeluk agama Islam.
Pada
waktu Perang Uhud tubuh Thalhah terkena lebih dari tujuh puluh tikaman atau
panah dan jari tangannya putus. Ketika tentara Muslim terdesak mundur dan
Rasulullah SAW dalam bahaya akibat ketidakdisiplinan pemanah-pemanah dalam
menjaga pos-pos di bukit, di saat itu pasukan musyrikin membabibuta maju
untuk melumat tentara muslim dan Rasulullah SAW, terbayang di pikiran mereka
kekalahan yang amat memalukan di perang Badar Mereka semua mencari Rasulullah
SAW dengan senjata pedang-pedang yang siap menebas lawan. Namun pasukan
muslimin sekuat tenaga melindungi Rasulullah SAW, dan salah satu yang paling
bersusah payah adalah Thalhah. Ia maju melindungi Rasulullah dan
menjadikan tubuhnya sebagai tameng bagi Rasulullah SAW. Begitu banyaknya yang
mengepung Rsulullah, sehingga kaum kafir mengira bahwa RAsulullah SAW sudah
tewas tertebas pedang-pedang yang mengepungnya. Alhamdulillah, Rasulullah
SAW selamat, Thalhah memapah dan menaiki bukit yang ada di ujung medan
pertempuran. Maka iapun dijuluki "Burung elang hari
Uhud.". Dan ketika Abu Bakar menemui Rasulullah, Beliau berkata :
“Lihatlah saudaramu ini!” (maksudnya keadaan Thalhah yang penuh dengan luka).
Thalhah
bin Ubaidillah. Ia adalah seorang dari kaum muslimin yang kaya raya, tapi
pemurah dan dermawan. Istrinya bernama Su'da binti Auf. Pada suatu hari
istrinya melihat Thalhah sedang murung dan duduk termenung sedih. Melihat
keadaan suaminya, sang istri segera menanyakan penyebab kesedihannya dan
Thalhah mejawab, " Uang yang ada di tanganku sekarang ini begitu banyak
sehingga memusingkanku. Apa yang harus kulakukan ?" Maka istrinya berkata,
"Uang yang ada ditanganmu itu bagi-bagikanlah kepada fakir-miskin."
Maka dibagi-bagikannyalah seluruh uang yang ada ditangan Thalhah tanpa
meninggalkan sepeserpun. Assaib bin Zaid berkata tentang Thalhah, katanya,
"Aku berkawan dengan Thalhah baik dalam perjalanan maupun sewaktu
bermukim. Aku melihat tidak ada seorangpun yang lebih dermawan dari dia
terhadap kaum muslimin. Ia mendermakan uang, sandang dan pangannya."
Jaabir bin Abdullah bertutur, " Aku tidak pernah melihat orang yang lebih
dermawan dari Thalhah walaupun tanpa diminta." Oleh karena itu patutlah
jika dia dijuluki "Thalhah si dermawan", "Thalhah si pengalir
harta", "Thalhah kebaikan dan kebajikan".
Wafatnya
Thalhah
Sewaktu
terjadi perang Jamal, Thalhah (di pihak lain) bertemu dengan Ali Ra dan Ali Ra
memperingatkan agar ia mundur ke barisan paling belakang. Sebuah panah mengenai
betisnya maka dia segera dipindahkan ke Basra dan tak berapa lama kemudian
karena lukanya yang cukup dalam ia wafat. Thalhah wafat pada usia enam puluh
tahun dan dikubur di suatu tempat dekat padang rumput di Basra. Rasulullah saw.
pernah berkata kepada para sahabat Ra, "Orang ini termasuk yang gugur dan
barang siapa senang melihat seorang syahid berjalan diatas bumi maka lihatlah
Thalhah ra. Hal itu juga dikatakan Allah SWT dalam firmanNya : "Di antara
orang-orang mukmin itu ada orang -orang yang menepati apa yang telah mereka
janjikan kepada Allah, maka diantara mereka ada yang gugur. Dan diantara mereka
ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya."
(Al-Ahzaab: 23)
ALI BIN ABU THALIB (559 - 661 M)
Ali
dilahirkan di Kota Mekah, di daerah Hejaz Jazirah Arab sekitar 10 tahun sebelum
kenabian Muhammad SAW. Ayahnya adalah: Abu Thalib, paman Nabi saw, bin
Abdul Muththalib, bin Hasyim, bin Abdi Manaf, bin Qushayy. Ibunya adalah:
Fathimah binti Asad, bin Hasyim, bin Abdi Manaf. Sebelum datangnya Islam,
keluarga Hasyim terkenal sebagai keluarga yang mulia, penuh kasih sayang, dan
pemegang kepemimpinan masyarakat.
Sejak
kecil, Ali RA dikenal sebagai anak yang cerdas dan pemberani. Ali RA
mengikuti Nabi SAW sejak umur 6 tahun. Ia juga termasuk dalam golongan
yang pertamakali mengakui kenabian Muhammad SAW. Ia dikenal sebagai
sosok yang gagah berani dan sederhana (zuhud). Keberaniannya itu ia
tunjukkan dalam kesanggupannya untuk menggantikan posisi nabi ditempat tidur
ketika Nabi SAW akan hijrah. Kala itu kaum kafir sudah mengepung rumah
Nabi SAW, namun Ali RA tidak sedikitpun merasa takut.
Ali
meminang salah seorang anak Nabi SAW, yaitu Fatimah Az-zahra.
Anak-anaknya adalah: Hasan, Husein, Zainab, Ummu Kultsum, dari Fathimah binti
Rasulullah Saw. Seorang isteri yang tidak pernah diperlakukan buruk oleh Ali
r.a. selama hidupnya. Bahkan Ali tetap selalu mengingatnya setelah kematiannya.
Ia juga mempunyai beberapa orang anak dari isteri-isterinya yang lain, yang ia
kawini setelah wafatnya Fathimah r.a. Baik isteri dari kalangan wanita merdeka
maupun hamba sahaya. Yaitu: Muhsin, Muhammad al Akbar, Abdullah al Akbar, Abu
Bakar, Abbas, Utsman, Ja'far, Abdullah al Ashgar, Muhammad al Ashghar, Yahya,
Aun, Umar, Muhammad al Awsath, Ummu Hani, Maimunah, Rahmlah ash Shugra, Zainab
ash Shugra, Ummu Kaltsum ash Shugra, Fathimah, Umamah, Khadijah, Ummu al Karam,
Ummu Salmah, Ummu Ja'far, Jumanah, dan Taqiyyah.
Keberaniannya
itu pula ia tunjukkan untuk membela panji-panji Islam. Dalam perang
Badar, dimana pasukan muslimin hanya sedikit, sedangkan kaum kafir yang
menyerang berlipat-lipat jumlahnya. Ali RA menjadi penyemangat kaum
muslimin, sehingga meraih kemenangan. Karena sulitnya menghadapi lawan yang
berlipat jumlahnya, maka saat meraih kemenangan, para pejuang Islam disambut
dengan takjub dan diberi sebutan “ahlul Badar”.
Ali
RA juga terkenal dengan pedang "dzulfikar”nya. Pada perang Uhud, Ali
melindungi Nabi SAW yang kala itu terjepit hingga gigi beliau bahkan rompal dan
darah mengalir di mana-mana. Teriakan takbir dari Ali menguatkan kembali
semangat bertarung para sahabat, terutama setelah melihat Rasululah dalam kondisi
kritis. Pada perang tersebut Nabi SAW banyak kehilangan sahabat terbaiknya,
para ahlul-Badar termasuk pamannya, Hamzah --sang singa padang pasir.
Namun demikian, Allah SWT menggantikannya dengan masuk Islamnya sang Panglima
perang Uhud, Khalid bin Walid. Khalid memberikan kontribusi yang besar bagi
perjuangan Islam hingga akhir hayatnya. Dalam perang Uhud ini pulalah Ali RA
melihat kesahajaan sosok Fatimah binti Muhammad SAW. Fatimah turut serta
dalam perang tersebut dan membasuh luka ayahnya dan juga Ali RA, berikut pedang
dan baju bersimbah darah.
Dalam
perang Khandak. Perang yang juga terhitung genting. kembali menjadi pahlawan,
setelah cuma ia satu-satunya sahabat yang 'berani' maju meladeni tantangan
seorang musuh yang dikenal jawara paling tangguh, ‘Amr bin Abdi Wud Ali
bertarung satu lawan satu. Ali dengan pedang “dzulfikar”nya berhasil menebas
‘Amr sehingga terbelah menjadi dua. Sementara dalam perang Khaibar,
dimana kaum Yahudi melanggar perjanjian Huaibiah dan memerangi kaum Muslim, Ali
berhasil menerobos Benteng Khaibar yang amat kokoh dan menghancurkan pertahanan
kaum Yahudi.
Seluruh
peperangan Rasulullah diikuti oleh Ali, kecuali satu di Perang Tabuk.
Rasulullah memintanya menetap di Mekkah untuk menjaga stabilitas wilayah. Sebab
Rasulullah mengetahui, ada upaya busuk dari kaum munafiq untuk melemahkan
Mekkah dari dalam saat Rasulullah keluar memimpin perang Tabuk.
Setelah
Rasulullah wafat. Ia lebih suka menyepi, bergelut dengan ilmu, mengajarkan
Islam kepada murid-muridnya. Pada masa inilah, Ali kemudian mengasah diri
mnjadi seorang pemikir. Keperkasaannya dan keberaniannya yang banyak dikagumi
telah berubah menjadi sosok yang identik dengan ilmu. Ali terinspirasi oleh
kata-kata mendiang Rasulullah, "jika aku ini adalah kota ilmu, maka Ali
adalah pintu gerbangnya". Dari ahli pedang menjadi ahli kalam
(pena). Ali begitu terbenam didalamnya, hingga kemudian ia 'terbangun' kembali
dan tersadar melihat begitu banyak perubahan karena banyaknya perselisihan
antar para sahabat yang sulit untuk menemukan kesepakatan tentang berbagai
persoalan. Dan ia menyadari, hal tersebut karena adanya perbedaan
pemahaman terhadap suatu masalah, ditambah lagi dengan munculnya orang-orang
munafik yang mulai kembali menentang pemerintahan Islam sepeninggal Nabi SAW.
Setelah
Utsman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai
khalifah. Namun demikian, kemudian timbullah persoalan ketika Ali mulai
mengeluarkan kebijakasanaan baru sebagai khalifah. Ali menon-aktifkan para
gubernur yang diangkat oleh Utsman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan
terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang
dihadiahkan Utsman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya
kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara
orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar. Ali memerintah hanya
enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan.
Ali
ibn Abi Thalib menghadapi masalah selanjutnya, yaitu adanya pemberontakan
Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Mereka menuntut bela terhadap darah
Utsman yang telah ditumpahkan secara zhalim, namun Ali tidak mau menghukum para
pembunuh Utsman.s Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim
surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan
perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran
yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta),
karena Aisyah dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan
lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim
kembali ke Madinah.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan
Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus,
Mu'awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa
kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan
Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan
sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu'awiyah di Shiffin.
Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan namaperang shifiin. ini
diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan
masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, kaum khawariz
orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan
Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu
Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-yahudu) yang menyusup pada
barisan tentara Ali, dan al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan
Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok Khawarij
menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu'awiyah semakin kuat.
Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota
Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam.
UTSMAN BIN AFFAN (574 - 656 M)
Utsman
bin Affan
adalah khalifah ke-3 dalam sejarah Islam. Pengangkatan Utsman tidak
seperti pengangkatan khalifah sebelumnya,Ustman diangkat menjadi khalifah
setelah diadakan musyawarah oleh para sahabat yang ditunjuk oleh Umar melalui
surat wasiatnya. Hal tersebut dilakukan setelah Uhtmar bin Khattab tidak
dapat memutuskan bagaimana cara terbaik menentukan khalifah penggantinya.
Segera setelah peristiwa penikaman dirinya oleh Fairuz, seorang majusi persia,
Umar mempertimbangkan untuk tidak memilih pengganti sebagaimana dilakukan
Rasulullah. Umar menunjuk enam orang Sahabat sebagai Dewan Formatur yang
bertugas memilih Khalifah baru. Keenam Orang itu adalah Abdurrahman bin Auf,
Saad bin Abu Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan
dan Ali bin Abi tholib.
Nama
panggilannya Abu Abdullah dan gelarnya Dzunnurrain (yang punya dua
cahaya). Sebab digelari Dzunnuraian karena Rasulullah menikahkan dua
putrinya untuk Utsman; Roqqoyah dan Ummu Kultsum. Ketika Ummu Kultsum
wafat, Rasulullah berkata; “Sekiranya kami punya anak perempuan yang ketiga,
niscaya aku nikahkan denganmu.” Dari pernikahannya dengan Roqoyyah lahirlah
anak laki-laki. Tapi tidak sampai besar anaknya meninggal ketika berumur 6
tahun pada tahun 4 Hijriah.
Utsman
juga dikenal sebagai pedagang yang hebat dan kekayaannya yang banyak.
Namun demikian, kekayaannya itu tidak membuatnya sombong. Utsman sangat
dikenal dengan kedermawanannya. Banyak materi yang disumbangkannya untuk
perjuangan Islam.
Nama
ibu beliau adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. Beliau masuk Islam atas ajakan
Abu Bakar, yaitu sesudah Islamnya Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haristah.
Beliau adalah salah satusahabat besar dan utama Nabi Muhammad SAW, serta
termasuk pula golongan as-Sabiqun al-Awwalin, yaitu orang-orang yang terdahulu
Islam dan beriman.
Menikahi
8 wanita, empat diantaranya meninggal yaitu Fakhosyah, Ummul Banin, Ramlah dan
Nailah. Dari perkawinannya lahirlah 9 anak laki-laki; Abdullah al-Akbar,
Abdullah al-Ashgar, Amru, Umar, Kholid, al-Walid, Sa’id dan Abdul Muluk. Dan 8
anak perempuan.
Di
masa pemerintahan Utsman (644-655 M), Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan
bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut.
Ekspansi Islam pertama berhenti sampai di sini. Dengan adanya perluasan
wilayah, maka banyak para sahabat yang mendatangi wilayah tersebut dengan
tujuan mengajarkan agama Islam. Selain itu, adanya pertukaran pemikiran antara
penduduk asli dengan para sahabat juga menjadikan ilmu pengetahuan berkembang
dengan baik. Dari segi sosial budaya, Utsman juga membangun mahkamah peradilan.
Hal ini merupakan sebuah terobosan, karena sebelumnya peradilan dilakukan di
mesjid. Utsman juga melakukan penyeragaman bacaan Al Qur’an juga perluasan Mesjid
Haram dan Mesjid Nabawi.
Penyeragaman bacaan dilakukan karena pada masa
Rasulullah Saw, Beliau memberikan kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab untuk
membaca dan menghafalkan Al Qur’an menurut lahjah (dialek)
masing-masing. Seiring bertambahnya wilayah Islam, dan banyaknya bangsa-bangsa
yang memeluk agama Islam, pembacaan pun menjadi semakin bervariasi .Akhirnya
sahabat Huzaifah bin Yaman mengusulkan kepada Utsman untuk menyeragamkan
bacaan. Utsman pun lalu
membentuk panitia yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit untuk menyalin mushaf
yang disimpan oleh Hafsah dan menyeragamkan bacaan Qur’an. Perluasan Mesjid
Haram dan Mesjid Nabawi sendiri dilakukan karena semakin bertambah banyaknya
umat muslim yang melaksanakan haji setiap tahunnya.
Pemerintahan
Usman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya
muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya.
Kepemimpinan Utsman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini karena
fitnah dan hasutan dari Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang yahudi yang
berpura-pura masuk islam. Ibnu Saba’ ini gemar berpindah-pindah dari suatu
tempat ke tempat lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang
baru masa keislamannya. Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, Utsman dibunuh oleh
kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh
Abdullah bin Saba’ itu.
Salah
satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat berburuk sangka terhadap
kepemimpinan Utsman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan
tinggi. Yang terpenting di antaranya adalah Marwan ibn Hakam Rahimahullah.
Dialah pada dasarnya yang dianggap oleh orang-orang tersebut yang menjalankan
pemerintahan, sedangkan Utsman hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak
anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Usman laksana
boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu
lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan.
Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh
Utsman sendiri. Itu semua akibat fitnah yang ditebarkan oleh Abdullah bin
Saba’, meskipun Utsman tercatat paling berjasa membangun bendungan untuk
menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia
juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas
masjid Nabi di Madinah
ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ R.A (573 - 634 M)
Abu
Bakar ash-Shidiq Rodiallahu’anhu (RA) adalah khalifah pertama sesudah wafatnya
Rasulullah SAW. Awalnya ia merupakan salah seorang petinggi Mekkah dari Suku
Quraisy. Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amru
bin Ka`ab bin Sa`ad bin Taim bin Murrah bin Ka`ab bin Lu`ai bin Ghalib bin Fihr
al-Qurasy at-Taimi – radhiyallahu` anhu. Bertemu nasabnya dengan Nabi pada
kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Nama Abu Bakar diberikan oleh Nabi
Muhammad setelah ia masuk Islam dan merupakan salah satu dari As-Sabiqunal
awwalun yaitu golongan orang-orang yang pertamakali masuk Islam. Ia diberi
gelari Ash-shidiq, yang berarti yang terpercaya, karena ia adalah orang
pertamakali mempercayai (membenarkan) adanya peristiwa Isra’Mi’raj. Abu Bakar
juga diberi julukan Al-‘Atiq yang artinya yang terbebas. Julukan
tersebut diberikan karena keindahan wajahnya dan karena Nabi SAW pernah
bersabda “Engkau adalah hamba yang dibebaskan Allah dari api neraka”
Abu
Bakar adalah salah satu dari empat khalifah pertama sesudah Nabi SAW, atau
disebut dengan kekhalifahan khulafaur-rasyidin. Ia adalah sahabat nabi
yang paling setia dan terdepan dalam membela Nabi Muhammad dan para pemeluk
Islam. Ia juga orang yang ditunjuk Nabi SAW untuk menemani hijrah ke Yatsrib
(Madinah). Ketika Nabi SAW sakit keras, Abu Bakar adalah orang yang ditunjuk untuk
menggantikan beliau sebagai imam dalam shalat. Karena hal ini kemudian dianggap
sebagai petunjuk agar Abu Bakar nantinya yang akan menggantikan kepemimpinan
Islam sesudah Nabi SAW wafat. Abu Bakar mempunyai tiga anak, yaitu Abdullah bin
Asma, Abdul Rahman dan Aisyah. Aisyah kemudian diperistri Nabi Muhammad SAW.
Masa
Kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shidiq Ra
Abu
Bakar RA menjadi khalifah selama dua tahun (632 – 634 M). Banyak kemajuan bagi
umat Islam selama masa pemerintahannya yang singkat itu, yaitu memperluas
daerah kekuasaan Islam ke Persia, sebagian Jazirah Arab hingga daerah kekuasaan
Bizantium. Banyak tantangan yang dihadapi diawal pemerintahannya. Didalam
negeri suku-suku bangsa Arab tidak mau tunduk lagi kepada Pemerintahan Madinah
sepeninggal Nabi SAW, karena mereka beranggapan bahwa perjanjian yang dibuat
dengan Nabi Muhammad SAW, dengan sendirinya batal setelah Nabi SAW wafat.
Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka dianggap bisa membahayakan
agama dan pemerintahan Islam, Abu Bakar RA memerangi mereka sehingga terjadi
perang Riddah (perang melawan kemurtadan) dimana Khalid ibn Al-Walid ditunjuk
sebagai panglimanya.
Setelah
menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan
ke luar Arabia. Khalid ibn Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai wilayah
al-Hirah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat
panglima yaitu Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Amr ibnul 'Ash, Yazid ibn Abi Sufyan
dan Syurahbil. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah ibn Zaid yang masih
berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid ibn Walid diperintahkan
meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke
Syria.
Kisah
Keteladanan Abu Bakar As-Shidiq Ra
Diriwayatkan
dari Urwah bin az-Zubair dia berkata, "Aku pernah bertanya kepada Abdullah
bin Amru Radiallahu anhu tentang perbuatan kaum musyrikin yang paling
menyakitkan Rasulullah, maka dia berkata, "Aku pernah melihat Utbah bin
Abi Mu'ith mendatangi Nabi Shallahu 'Alaihi wa Salamyang sedang shalat, maka
tiba-tiba Uqbah melilit leher Nabi dengan sorban miliknya dan mencekiknya
sekeras-kerasnya, kemudian datanglah Abu Bakar membelanya dan melepas-kan
ikatan tersebut sambil berkata, "Apakah kamu akan membunuh seorang
laki-laki karena ia menyatakan, 'Rabbku ialah Allah' padahal dia telah datang
kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Rabbmu." (Al-Mukmin:
28).
Abu
Sa’id Al-Khudri berkata “Suatu ketika Rasulullah Shallahu 'Alaihi wa Salam
berkhutbah di hadapan manusia dan bersabda, Sesungguhnya Allah telah menyuruh
seorang hamba untuk memilih antara dunia atau memilih ganjaran pahala dan
apa-apa yang ada di sisiNya, namun ternyata hamba tersebut memilih apa-apa yang
ada di sisi Allah.” Abu Sa’id Al-Khudri berkata “Maka Abu Bakar menangis, kami
heran kenapa beliau menangis padahal Rasulullah Shallahu 'Alaihi wa Salam
hanyalah menceritakan seseorang hamba yang memilih kebaikan, akhirnya kami
ketahui bahwa hamba tersebut tidak lain adalah Rasulullah Shallahu 'Alaihi wa
Salam sendiri, dan Abu Bakarlah yang paling mengerti serta berilmu di antara
kami. Kemudian Rasulullah Shallahu 'Alaihi wa Salam bersabda, Sesungguhnya
orang yang sangat besar jasanya padaku dalam persahabatan dan kerelaan
mengeluarkan hartanya adalah Abu Bakar. Andai saja aku perbolehkan mengangkat
menjadi kekasihku selain Rabku pastilah aku akan memilih Abu Bakar, namun
cukuplah persaudaraan se-Islam dan kecintaan karenanya. Maka janganlah
ditinggalkan pintu kecil di masjid selain pintu Abu Bakar.”
Diriwayatkan
dari Abdullah bin Abi Malikah ia berkata, "Penduduk Kufah bertanya kepada
Abdullah bin az-Zubair perihal bagian warisan yang akan diperoleh seorang
kakek, maka dia berkata, "Ikutilah pendapat Abu Bakar. Bukankah Rasulullah
saw. pernah menyebutkan perihal dirinya, "Andai saja aku dibolehkan
mengambil Khalil (kekasih) selain Allah pasti aku akan memilihnya." Abu
Bakar mengatakan, "Samakan pembagian kakek dengan bagian bapak (Jika bapak
tidak ada)." Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radiallahu anhu berkata,"
Aku mendengar Rasulullah Shallahu 'Alaihi wa Salam bersabda, "Barangsiapa
menginfakkan sesuatu dari dua yang dimilikinya di jalan Allah niscaya akan
diseru dari pintu-pintu surga, "Wahai Harnba Allah inilah kebaikan. Maka
barangsiapa termasuk ahli shalat maka akan dipanggil dari pintu shalat, barang
siapa termasuk golongan yang suka berjihad maka akan dipanggil dari pintu
jihad, dan barang siapa yang suka bersedekah maka akan dipanggil dari pintu
sedekah, barang siapa yang suka berpuasa maka akan dipanggil dari pintu puasa
dan dari pintu Ar Rayyan. Maka Abu Bakar berkata, 'Bagaimana jika seseorang
harus dipanggil dari setiap pintu, dan apakah mungkin seseorang dipangil dari
setiap pintu wahai Rasulullah Shallahu 'Alaihi wa Salam?' Rasulullah Shallahu
'Alaihi wa Salam. menjawab, ' Ya, dan aku berharap agar engkau wahai Abu Bakar
termasuk salah seorang dari mereka'."
Sumber:
Kitab Al Bidayah Wan Nihayah karya Imam Ibnu Katsir
Wassalamu’alaikum wr.wb
Semoga bermanfaat
Profil
Topik, S.Pd
Indramayu, 15
Maret 1989
SDN Pegagan
(Indramayu) 1995-2001
SMPN 1 Terisi
(Indramayu) 2001-2004
SMAN 1 Terisi
(Indramayu) 2004-2007
S-1 Universitas
Pasundan (UNPAS) Bandung FKIP Matematika (075050010) 2007-2011
Pendidik SMPS
DARUN NASYA
(Lembang, Bandung
Barat, Jawa Barat, Indonesia)2011-2012, 2012-2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar