KISAH 10 SAHABAT ROSULULLOH SAW. YANG DIJAMIN
MASUK SURGA
(inspirasi
internet.com)
Gegerkalong
(Bandung), 13 Mei 2013
Oleh : Topik,
S.Pd
Indramayu, 15
Maret 1989
Assalamua’alaikum wr.wr
Segala puji bagi Allah swt. yang maha
Tawwaab (yang maha penerima Taubat). Sholawat serta salam semoga tercurah
limpahkan kepada Muhammad saw. Manusia paling mulia pemimpin para Nabi dan
Rosul.
ABU UBAIDAH BIN AL-JARRAH RA
Nama
lengkapnya adalah Amir bin Abdullah bin al-Jarah bin Hilal al-Fahry al-Qursy,
biasanya dipanggil dengan sebutan Abu Ubaidillah. Dia adalah salah satu sahabat
Rosulullah Saw yang berasal dari kaum Quraisy. Lahir di Makkah dari sebuah
keluarga yang terhormat. Abu Ubaidah adalah seorang yang berperawakan tinggi,
kurus, dan tidak terlalu berisi. Jenggotnya tidak tebal. Orangnya pemurah dan
sederhana. berwibawa, bermuka ceria, rendah diri dan sangat pemalu. Dia juga
termasuk orang yang berani ketika dalam kesulitan. Meski seorang yang pemalu
dia disenangi oleh semua orang yang melihatnya, sehingga siapapun yang
mengikutinya akan merasa tenang.
Masuknya
Abu Ubaidillah ke dalam ajaran Islam adalah berkat peran dari Abu Bakar Al-Shiddiq.
Karena dia telah berteman dan mengenal sejak lama Abu Bakar, sehingga tidak
sulit bagi Abu Ubaidillah untuk menerima ajakan Abu Bakar untuk mempercayai
ajaran baru yang dibawa oleh Muhammad Saw. Sebagaimana sahabat yang lain,
keislaman Abu Ubaidillah juga tidak lepas dari tantangan dan siksaan dari
orang-orang kafir Quraisy. Meski dia berasal dari keluarga yang cukup terhormat
di mata kaum Quraisy. Ayahnya sendiri sangat menentang keputusannya untuk
meninggalkan ajaran nenek moyangnya. Dia terus menerus dibujuk oleh ayahnya
untuk kembali kepada ajarannya semula, hingga ayah Abu Ubaidillah mempersempit
ruang geraknya. Tetapi semua cobaan dapat dilalui dengan sabar dan tawakkal
kepada Allah SWT.
Pada
saat Rosulullah Saw menyuruh kaum muslimin untuk berhijrah ke Habasyah dalam
rangka menghindari berbagai tantangan dan siksaan dari kaum kafir Quraisy yang
semakin berat, Abu Ubadillahpun turut serta dalam rombongan para sahabat untuk
berhijrah. Abu Ubaidillah juga salah satu sahabat yang sangat aktif dalam
mengikuti berbagai peperangan pada masa Rosulullah Saw, mulai perang badar,
Uhud dan lain sebagainya. Dalam perang Badar dia berperang melawan ayahnya
sendiri yang menjadi salah satu tentara dari pasukan kaum kafir. Sedangkan pada
saat terjadi perang Uhud, ketika wajah Rosulullah terkena dua rantai besi
hingga berdarah, dengan cepat Abu Ubaidillah berusaha mencabutnya dari wajah
Rosulullah, dia mencabut dengan gigi sehingga dua giginya patah. Pada masa
kholifah Abu Bakar al-Shiddiq, dia juga ikut dalam rombongan tentara melawan
para murtaddin (orang-orang yang keluar dari agama Islam). Abu Ubadillah juga
termasuk salah satu komandan tentara Islam yang diutus Abu Bakar dalam
penaklukan Islam. Selama ikut dalam peperangan, beliau berhasil mentaklukan
Damaskus, Hamsh, Antokia, Ladhakia, Hebron hingga seluruh Syam.
Abu
Ubaidillah mendapat julukan Aminul Ummah (Orang yang dipercaya bagi kaumnya)
dan Amirul Umaro (pemimpin para pemimpin) dari Rosulullah Saw. Julukan tersebut
diberikan oleh Rosulullah Saw berkenaan dengan suatu peristiwa dimana pada
suatu hari delegasi Najran dari Yaman datang untuk menyatakan keislaman mereka,
dan meminta kepada Nabi SAW agar mengutus bersama mereka orang yang mengajarkan
kepada mereka al-Qur’an, Sunnah dan Islam, maka Nabi SAW mengatakan kepada
mereka, “Aku benar-benar akan mengutus bersama kalian seorang pria yang sangat
dapat dipercaya, benar-benar orang yang dapat dipercaya, benar-benar orang yang
dapat dipercaya, benar-benar orang yang dapat dipercaya.” Semua sahabat
berharap bahwa dialah yang bakal dipilih oleh Rasulullah SAW termasuk Umar bin
Khattab. Ternyata persaksian ini menjadi keberuntungannya. Setelah Rosulullah
Saw melaksanakan sholat dzuhur bersama para sahabat, beliau menengok ke kanan
dan ke kiri hingga pandangannya tertuju pada Abu Ubaidillah dan beliau meminta
Abu Ubaidillah untuk pergi bersama mereka. Pada watku beliau Abu Ubaidillah
berdiri, Rasulullah bersabda; “Inilah orang kepercayaan umat Islam.”
Setelah
Rosulullah Saw wafat, para sahabat berkumpul pada hari Saqifah untuk memilih
seorang kholifah. Pada saat itu Abu Bakar berkata: “Saya rela salah satu dari
dua orang ini; Umar bin Khottob dan Abu ‘Ubaidah untuk memimpin Islam. Kemudian
Umar bin Al-Khattab ra mengatakan kepada Abu Ubaidah bin al-Jarrah, “Hulurkan
tanganmu! Agar saya baiat kamu, karena saya mendengar Rasulullah SAW bersabda,
‘Sungguh dalam setiap kaum terdapat orang yang jujur. Orang yang jujur di
kalangan umatku adalah Abu Ubaidah.’ Kemudian Abu Ubaidah menjawab, “Saya tidak
mungkin berani mendahului orang yang dipercayai oleh Rasulullah SAW menjadi
imam kita di waktu shalat (Saidina Abu Bakar as-Shiddiq ra), oleh sebab itu
kita sayogyanya membuatnya jadi imam sepeninggalan Rasulullah SAW.” Akhirnya
keputusan itu di terima oleh semua pihak dan akhirnya Abu Bakar di baiat
menjadi khalifah.
Kepribadian
dan keluhuran budi pekerti Abu Ubaidillah memang sudah tidak bisa diragukan
lagi. Rosulullah Saw pernah bersabda: “Sesungguhnya setiap umat memiliki orang
kepercayaan, dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidillah bin
Al-Jarrah”. Ketika Umar bin Khattab sang khalifah hendak menghembuskan nafas
terakhirnya, dia juga berkata: “Seandainya Abu Ubaidillah bin Al-Jarrah masih
hidup, niscaya aku menunjuknya sebagai penggantiku. Jika Rabbku bertanya kepadaku
tentang dia, maka aku jawab, ‘Aku telah menunjuk kepercayaan Allah dan
kepercayaan RasulNya sebagai penggantiku.” Abdullah bin Mas’ud, salah satu
sahabat Rosulullah Saw juga sangat bangga dengannya. Dia berkata:
“Paman-pamanku yang paling setia sebagai sahabat Rasulullah saw. Cuma tiga
orang. Mereka adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Abu Ubaidah,”.
Abu
Ubaidillah juga dikenal dengan kezuhudannya.Dalam satu kisah disebutkan ketika
Abu Ubaidillah menjabat sebagai seorang gubernur Syam. Umar bin Khattab sang
khalifah pada saat itu hendak berkunjung ke rumahnya. ” Hai Abu Ubaidah,
bolehkah aku datang ke rumahmu?” tanya Umar. Jawab Abu Ubaidah, “Untuk apakah
kau datang ke rumahku? Sesungguhnya aku takut kau tak kuasa menahan air matamu
begitu mengetahui keadaanku nanti.” Namun Umar memaksa dan akhirnya Abu
Ubaidahpun mengizinkan Umar berkunjung ke rumahnya. Ketika Umar bin Khattab
sampai di rumah Abu Ubaidillah, dia sangat terkejut. Ia mendapati rumah Sang
Gubernur Syam kosong melompong. Tidak ada perabotan sama sekali. Melihat hal
tersebut, kemudian
Umar bertanya, “Hai Abu Ubaidah, di manakah penghidupanmu? Mengapa aku tidak
melihat apa-apa selain sepotong kain lusuh dan sebuah piring besar itu, padahal
kau seorang gubernur?”, “Adakah kau memiliki makanan?” tanya Umar lagi. Abu
Ubaidah kemudian berdiri dari duduknya menuju ke sebuah ranjang dan memungut
arang yang didalamnya. Umar pun meneteskan air mata melihat kondisi gubernurnya
seperti itu. Abu Ubaidah pun berujar, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah sudah
kukatakan tadi bahwa kau ke sini hanya untuk menangis.” Umar berkata, “Ya Abu
Ubaidah, banyak sekali di antara kita orang-orang yang tertipu oleh godaan
dunia.”
Suatu
ketika Umar mengirimi uang kepada Abu Ubaidah sejumlah empat ribu dinar. Orang
yang diutus Umar melaporkan kepada Umar, “Abu Ubaidah membagi-bagi uang
kirimanmu.” Kemudian Umar berkata, “Alhamdulillah, puji syukur kepada-Nya yang
telah menjadikan seseorang dalam Islam yang memiliki sifat seperti dia.”
Begitulah Abu Ubaidah. Hidup baginya adalah pilihan. Ia memilih zuhud dengan
kekuasaan dan harta yang ada di dalam genggamannya. Baginya jabatan bukan aji
mumpung buat memperkaya diri. Tapi, kesempatan untuk beramal lebih intensif
guna meraih surga.
Ketika
di negeri Syam sedang terjangkit wabah penyakit, Umar bin Khattab mengirim
surat untuk memanggil Abu Ubaidah. Namun Abu Ubaidah menyatakan keberatannya
sesuai dengan isi surat yang dikirimkannya kepada khalifah yang berbunyi, “Hai
Amirul Mukminin! Sebenarnya saya tahu, kalau kamu memerlukan saya, akan tetapi
seperti kamu ketahui saya sedang berada di tengah-tengah tentera Muslimin. Saya
tidak ingin menyelamatkan diri sendiri dari musibah yang menimpa mereka dan
saya tidak ingin berpisah dari mereka sampai Allah sendiri menetapkan
keputusannya terhadap saya dan mereka. Oleh sebab itu, sesampainya surat saya
ini, tolonglah saya dibebaskan dari rencana baginda dan izinkanlah saya tinggal
di sini.”
Setelah
Umar ra membaca surat itu, beliau menangis, sehingga para hadirin bertanya,
“Apakah Abu Ubaidah sudah meninggal?” Umar menjawabnya, “Belum, akan tetapi
kematiannya sudah di ambang pintu.”
Akhirnya
Abu Ubaidah meninggal karena wabah penyakit tersebut. Menjelang kematian Abu
Ubaidah ra, beliau memesankan kepada tenteranya, “Saya pesankan kepada kalian
sebuah pesan. Jika kalian terima, kalian akan baik, ‘Dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat, puasalah di bulan Ramadhan, berdermalah, tunaikanlah ibadah
haji dan umrah, saling nasihat menasihatilah kalian, sampaikanlah nasihat
kepada pimpinan kalian, jangan suka menipunya, janganlah kalian terpesona
dengan keduniaan, karena betapa pun seorang melakukan seribu upaya, beliau
pasti akan menemukan kematiannya seperti saya ini. Sungguh Allah telah
menetapkan kematian untuk setiap pribadi manusia, oleh sebab itu semua mereka
pasti akan mati. Orang yang paling beruntung adalah orang yang paling taat
kepada Allah dan paling banyak bekalnya untuk akhirat”. Kemudian beliau melihat
kepada Muaz bin Jabal ra dan mengatakan, “Ya Muaz! Imamilah shalat mereka.”
Setelah itu, Abu Ubaidah ra pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Sepeninggalan
Abu Ubaidah, Muaz bin Jabal ra berpidato di hadapan kaum Muslimin yang
berbunyi, “Hai sekalian kaum Muslimin! Kalian sudah dikejutkan dengan berita
kematian seorang pahlawan, yang demi Allah saya tidak menemukan ada orang yang
lebih baik hatinya, lebih jauh pandangannya, lebih suka terhadap hari kemudian
dan sangat senang memberi nasihat kepada semua orang dari beliau. Oleh sebab
itu kasihanilah beliau, semoga kamu akan dikasihani Allah.”
Pada
saat Umar bin Khaththab RA mendengar kematian Abu Ubaidah, dia memejamkan kedua
matanya dalam keadaan penuh dengan air mata. Air mata pun mengalir, lalu dia
membuka kedua matanya dalam kepasrahan. Ia memo-honkan rahmat Allah untuk
sahabatnya dalam keadaan air mata mengalir dari kedua matanya, air mata
orang-orang shalih. Air mata mengalir karena kematian orang-orang yang shalih.
Umar bin Khaththab RA berkata, “Seandainya aku boleh berangan-angan, maka
aku hanya mengangankan sebuah rumah yang dipenuhi orang-orang semisal Abu
Ubaidah”.
Begitulah
sosok seorang zuhud dan bijak Abu Ubaidah. Dia dapat menjadi contoh teladan
bagi para pemimpin bahwa menjadi pemimpin bukanlah jalan untuk memperkaya diri
sendiri, tetapi seorang pemimpin hanyalah seorang pelayan dari masyarakat yang
seharusnya bersikap wajar dan tidak berlebih-lebihan
SAID BIN ZAYD BIN AMRU RA
Nama
lengkapnya adalah Said bin Zayd bin Amru bin Nufail Al Adawi. Dia adalah salah
satu Rosulullah Saw yang berasal dari kaum Quraisy dan termasuk golongan
kedalam golongan sepuluh sahabat yang dijanjikan akan masuk surga. Said
dilahirkan di Makkah 22 tahun sebelum hijriyah dan sering kali dipanggil dengan
sebutan Abul Awaar.
Said
adalah putra Zaid seorang yang selama hidupnya selalu mencari kebenaran akan
agama yang haq. Dia juga tidak mempercayai akan agama yang dianut oleh nenek
moyangnya. Zaid juga dikenal sebagai penyelamat bayi perempuan pada masa
jahiliyah, karena di masa itu mempunyai bayi perempuan dianggap sebuah aib
besar yang dapat meruntuhkan kehormatan keluarga. Zaid menyelamatkan para bayi
perempuan dengan mengangkatnya sebagai anak dan kemudian mengasuhnya.